10. Mari Saling Jatuh Cinta

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

We Got Married © HeraUzuchii

Naruto © Masashi Kishimoto

A NaruSasu Fanfiction

Marriedlife, Romance, Humor, sedikit bumbu Hurt

YAOI, OOC, TYPO(S), AU

PERHATIAN!

Untuk yang tidak menyukai ke-OOC-an, harap menghindar dari FANFIC ini.

Happy Reading

.

.

.

*Italic = flashback

Mendapat pesan di tengah malam dari Naruto cukup mengejutkan, pesan kedua yang ia dapatkan dari Naruto yang sebelumnya diterimanya setelah pertemuan pertama mereka. Kali ini, isi pesan dari Naruto membuat kerutan kebingungan di dahi Sasuke ketika membacanya. Bagaimana tidak, Naruto mengajaknya makan siang bersama besok, tanpa perintah dari orangtua mereka, murni ajakan Naruto pribadi.

Sasuke tidak ingin berpikir lebih, ngantuk telah menyerang dirinya. Menuliskan balasan singkat hanya dengan satu kata 'Oke', menaruh sembarangan ponselnya di samping tubuhnya, yang besok pagi pasti ia akan kesulitan sendiri menemukannya.

Hanya butuh waktu beberapa detik setelah memejamkan mata, ia telah di ujung antara dunia nyata dan dunia mimpi, masih dapat merasakan getaran ponsel, tapi mata terlalu berat untuk dibuka, sehingga lebih memilih mengabaikan dan larut dalam kenyamanan menyambut mimpi.

***

Hanya kaos putih, polos dan tipis dengan celana kain pendek berwarna abu-abu yang ia kenakan. Duduk bersandar pada kepala ranjang dengan kaki terentang ke depan. Mata birunya fokus melihat layar ponsel di genggaman tangan kanannya, jempolnya akan menyentuh layar ponsel ketika mulai menggelap.

Naruto menunggu.

Masih menunggu.

Hingga hampir sejam tidak terasa ia berada di posisi yang sama dan melakukan hal yang sama.

Menanti balasan dari Sasuke atas pesan kedua yang ia kirimkan malam ini.

"Ke mana dia?" Naruto bergumam. "Mungkin sudah tidur."

Jam di layar ponselnya menampilkan angka 22.42 sudah hampir memasuki tengah malam.

Naruto menghembuskan napas, yakin tidak akan ada pesan balasan dari Sasuke. Lagipula, jika dipikir, tipe orang seperti Sasuke yang terlihat cuek begitu mau membalas apa atas pesannya yang hanya mengatakan, 'Sampai bertemu besok.' Orang tidak setipe Sasuke pun belum tentu mau membalasnya.

Tetap saja, harapan mendapatkan jawaban setidaknya hanya satu kata 'Ya' atau 'Oke' seperti sebelumnya ada. Naruto hanya ingin sedikit berbasa-basi, mungkin. Padahal, mendapatkan jawaban singkat pun akan membuatnya kesulitan untuk membalasnya.

"Sepertinya memang benar."

Dengan begitu, Naruto membuka kembali isi percakapan pesan dengan Sasuke. Mengetuk kotak menulis pesan dan mulai menarikan ibu jarinya di atas keyboard.

To: Sasu Kaa-chan
Kau sudah tidur?
Kalau begitu. Oyasumi

***

Naruto menghentikan Madonna di halte bus tempat Sasuke menunggunya, tempat yang selalu digunakan mereka untuk bertemu sebelum memulai kegiatan 'mengakrabkan diri' atau bisa disebut kencan untuk yang kesekian kali.

Naruto mendapati Sasuke selalu sibuk dengan ponselnya ketika ia datang untuk menjemputnya, membuat Naruto penasaran apa yang Sasuke kerjakan hingga tidak sadar sekitar. Kedatangannya pun tidak disadari.

Tanpa membunyikan klakson seperti biasa, Naruto keluar dari mobil, hal yang tidak pernah ia lakukan ketika menjemput Sasuke karena ia anggap merepotkan.

Melangkah pelan, berusaha tidak menimbulkan suara. Padahal biarpun ia berjalan biasa, Sasuke juga tidak akan menyadari, pemuda itu sudah hanyut dalam dunia bersama ponselnya, bahkan ketika Naruto mendudukkan diri di sebelahnya, Sasuke tetap tidak menyadari.

Naruto mengintip pada ponsel Sasuke. Senyum geli hadir di wajahnya kala melihat layar ponsel yang tengah menampilkan sebuah game legendaris, Snake.

"Permainan bocah," ejek Naruto.

Ular yang sudah lumayan panjang di ponsel yang dikendalikan Sasuke menabrak dinding, disusul tulisan 'Game Over' hampir memenuhi layar. Mengundang tawa Naruto, semakin meledak tawanya ketika Sasuke menoleh ke arahnya dengan wajah terkejut, namun hanya sebentar sebelum ekspresi itu berubah menjadi kesal.

Tawa Naruto belum juga reda, meski tatapan maut diberikan Sasuke. Tawa itu malah semakin menjadi.

"Berhenti tertawa, Bodoh!" Sasuke memukul kepala Naruto hingga suara tawa menjengkelkan sang korban tergantikan rintihan.

"Sakit, Brengsek!"

Naruto mengelus kepalanya yang habis terkena pukulan Sasuke, menggerutu tentang betapa sakitnya dan mengatakan, "tanganmu itu dari batu, ya?" sambil memanyunkan bibirnya, membuat Sasuke ingin mendaratkan tangannya di bibir yang pernah bersentuhan dengan bibirnya.

Oh.

Malam itu.

Ciuman pertama.

Bagaimana rasa bibir yang sekarang tengah merngerucut itu? Apa masih sehangat, selembut malam itu?

Sasuke segera memalingkan wajah, tidak ingin pemikiran 'memalukan' menguasainya dan membuatnya melakukan hal diluar pribadinya.

"Apa-apaan kau, Sasuke?" bisik Sasuke pada dirinya. Memukul pelan kepalanya dengan kepalan tangan, berharap bisa memusnahkan ide gila yang berputar di pikiran.

"Sasuke," panggil Naruto.

"Hn?" Sasuke menjawab tanpa menoleh.

"Kenapa wajahmu memerah?"

***

Sasuke pikir, Naruto hanya akan mengajaknya makan siang, hanya makan siang dan tidak lebih.

Dugaannya salah, Naruto tidak berbelok ke arah seharusnya menuju jalan kediamannya, ia malah lurus entah ke mana.

"Kau melewati tikungan ke rumahku, Naruto," Sasuke mengingatkan. Mungkin saja Naruto lupa.

"Aku tahu," jawab singkat Naruto.

"Lalu? Kau mau macam-macam?"

Naruto tertawa kecil lalu menggeleng.

"Tenang saja, sebentar lagi kita sampai."

Dan benar saja, hanya dalam waktu beberapa menit setelah ucapan Naruto, mereka telah memasuki area pemakaman. Di kanan-kiri berjejer rapi deret makam dan juga pepohonan rindang.

Naruto menghentikan mobil jingga kesayangannya, lantas mematikan mesin dan membuka sabuk pengaman diikuti Sasuke.

"Aku selalu ke sini seminggu sekali. Ayo."

Tanpa banyak bertanya Sasuke mengikuti langkah Naruto dari belakang, walaupun sebenarnya rasa ingin bertanya ada, namun ia urungkan.

Hingga langkah mereka terhenti di depan sebuah makam bertuliskan 'Uzumaki' dan sebuah nama 'Kushina' dengan ukuran lebih kecil, menjawab pertanyaan Sasuke.

Makam Ibu Naruto.

"Gomen ne Kaachan, Naruto tidak membawa bunga kesukaan Kaachan, tapi Naruto membawakan seseorang."

Si pemuda kuning menoleh pada pemuda lainnya, melemparkan senyum sekilas sebelum kembali beralih pada makam di depan.

"Pemuda di sampingku, dia Sasuke, Uchiha Sasuke ... "

Naruto mundur selangkah, tepat di sebelah Sasuke. Tanpa diduga ia meraih tangan Sasuke untuk digenggamnya.

Hangat. Sasuke dapat merasakannya dalam genggaman lembut yang diberikan tanpa diduga oleh Naruto. Ia diam, tidak memberontak.

"Aku dan dia akan segera menikah."

Satu kalimat itu meluncur dari mulut Naruto yang masih memandang lurus pada makam Ibunya, sedangkan Sasuke langsung menolehkan kepala padanya.

"Maksud kedatanganku untuk memperkenalkannya dan meminta restu. Kaachan, tolong restui hubungan kami dan doakan kami."

Genggaman di tangan terlepas, namun rasa hangat masih terasa. Persis seperti yang ada di dalam dada Sasuke kini, hangat ketika mendengar perkataan Naruto.

Pandangannya belum juga beralih dari Naruto, seperti ada sesuatu yang memaksanya untuk terus menatapnya yang sekarang sedang mangatupkan tangan di depan dada, menutup mata, sedang memanjatkan doa. Sasuke baru tahu, jika ada seseorang yang begitu menarik perhatian hanya karena sedang berdoa.

"Kenapa?" Sasuke bertanya, saat Naruto telah membuka mata.

"Kenapa?" kata tanya yang sama Naruto berikan.

Sasuke menggeleng. Abai pada wajah penuh tanya Naruto, memilih berbalik memunggunginya.

"Aku ... Ingin mengunjungi makam keluargaku," ucap Sasuke sebelum melangkah pergi.

***

"Kenapa tiba-tiba kau penasaran soal Sasuke? Kau mulai jatuh cinta?"

"Touchan, jangan menggodaku, jawab saja," rengek Naruto setengah kesal.

"Hahaha. Baiklah. Kedua orangtua Sasuke beserta kakak laki-lakinya meninggal dalam kecelakaan, saat itu mereka baru pulang dari menengok Sai yang baru lahir. Hanya dia yang selamat."

Naruto diam mendengarkan.

"Dulu, Sasuke adalah anak yang ceria, cerewet sepertimu, semenjak kejadian itu ia berubah menjadi pendiam. Hanya itu yang touchan tahu dari Ibu Sai."

Naruto mengangguk.

"Touchan mengantuk,"

Minato beranjak dan pergi ke kamarnya meninggalkan Naruto sendirian di ruang keluarga.

Naruto merebahkan tubuhnya di sofa panjang, menatap langit-langit ruang keluarga, menerawang kembali ke beberapa jam yang lalu saat ia duduk berdua bersama Sasuke di dalam mobil. Mengobrol.

"Ibuku pernah bercerita, ketika ia menikah dengan Ayahku, mereka menerbangkan lampion dan memohon harapan. Dan aku ingin melakukannya di hari pernikahanku bersama seseorang yang aku cintai."

***

"Sasuke, Mari belajar untuk saling jatuh cinta."

Gerakan melepaskan sabuk pengaman terhenti. Menolehkan pandangan pada kursi pengemudi yang ditempati si pemberi ajakan.

Sasuke berpikir itu hanya candaan, jadi ia tertawa meski sangat kentara itu paksaan. Tawa berhenti, Naruto tidak mengatakan apapun, hanya memandangnya. Sasuke tersadar, hanya ada keseriusan di wajah Naruto. Tapi, ia tidak ingin langsung percaya, mungkin saja itu memang candaan dengan tampang Naruto yang dibuat meyakinkan.

"Bagaimana dengan Kaouro?"

Ya, Kaouro, kekasih Naruto. Mantan, namun pemuda yang masih ragu itu belum tahu. Semakin membuatnya yakin, Naruto mengerjainya yang akan menertawainya di akhir. Itu memalukan, karena itu Sasuke tidak ingin terlalu membawa perasaan.

"Kami sudah berpisah."

Jawaban Naruto hanya semakin membuatnya dilema.

"Aku serius, Sasuke. Mari saling jatuh cinta."









TBC

Terimakasih untuk voment-nya

010518

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro