Sheet 16: Let's Eat Together

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Welcome to The A Class © Fukuyama12
Genre : Teenfiction, drama, Psychology
Rate : T+

.
.
.

Sheet 16: Let's Eat Together!

.
.

Hembusan angin musim gugur itu membuat Kniga bergidik. Ide piknik di pertengahan musim gugur menurutnya bukanlah hal yang bagus. Andai saja ia bisa menolak pernyataan Mr. Oliver kemarin, mungkin ia dan yang lainnya tidak ada di tempat seperti ini.

"Ya, semuanya sudah berkumpul. Setelah ini, kita akan berjalan kaki menuju tempat tujuan. Kita akan berhenti setelah berjalan selama 30 menit, di manapun itu, kita harus berhenti. Untuk kelompok merah, kalian bisa membawa bekalnya, dan setelah lima menit atau lebih, kalian bisa bergantian dengan kelompok lain," jelas Mr. Oliver.

Raven mengambil alih tempat makanan itu dari Mr. Oliver, sedangkan Zelts membawa persediaan minuman yang dibawa guru itu juga. Setelah itu, mereka mulai berjalan memasuki hutan.

Mr. Oliver memilih tempat yang tidak biasa untuk piknik, ia memilih daerah di kaki gunung yang letaknya cukup jauh dari akademi. Jika dihitung, maka mereka akan sampai di tempat piknik tepat di jam makan siang.

Walaupun angin musim gugur cukup dingin, Zwart tampak asyik memperhatikan jalanan yang ia lalui. Ia terlihat lebih semangat daripada yang lain. Ia menganggap bahwa alam adalah segalanya, tempatnya untuk menghilangkan kepenatan.

"Apa-apaan ini?! Kenapa kalian jalan lama sekali?!" protes Mr. Oliver saat melihat beberapa anak didiknya yang masih ada di belakang. Hanya ada Zwart dan Sive yang berjalan mendahuluinya.

"Mr. Oliver, bisakah kita istirahat? Kita sudah mendaki sejauh ini. Apa tiga puluh menit itu masih lama?" Blue terlihat yang paling parah daripada yang lain. Ia sudah cukup berkeringat.

"Apa yang kau katakan? Kita baru berjalan selama sepuluh menit," kata Mr. Oliver, "Baiklah, mari kita sama-sama merentangkan kedua tangan, hirup udara di sini dalam-dalam, dan keluarkan perlahan-lahan. Rasakan semua kepenatan yang kalian selama ini keluar bersama dengan napas kalian dan diserap oleh alam. Fiuh."

Mr. Oliver menatap mereka satu persatu. Mereka semua mengikuti apa yang ia katakan. Setelah itu, ia berkata, "Yak, sudah cukup istirahatnya. Ayo, kita lanjutkan lagi perjalanannya!"

"Apa?! Kita baru istirahat semenit?!" Blue lagi-lagi protes, namun Mr. Oliver tak mempedulikannnya.

"Ayo, keluarkan masa muda kalian! Menuju tak terbatas dan melampauinya!" seru Mr. Oliver dengan mengutip perkataan favorit Buzz Lightyear.

"Kenapa guru itu semangat sekali, sih?!" gumam Azure yang berada di samping Blue. Ia juga sama lelahnya dengan gadis itu, namun ia tak punya keberanian untuk protes.

Sementara itu, Zwart tampak berhenti di satu titik. Jari telunjuknya menyusuri garis-garis alam yang ada pada dinding batu di hadapannya. Dari apa yang ia amati, garis-garis itu membentuk sebuah garis horizontal dan saling bertumpukan, membuat tebing batu itu terlihat seperti roti lapis.

"Kau menemukan sesuatu, Zwart?" Mr. Oliver tiba-tiba saja ada di belakangnya. Ia terkejut akan hal tersebut, namun ia tak menunjukkannya, tetapi ia mengangguk untuk menjawab pertanyaan guru itu.

Mr. Oliver menghentikan stopwatch-nya untuk sementara waktu. Ia mengumpulkan muridnya tepat di depan tebing batu yang ditemukan oleh Zwart.

"Ok. Perhatikan ke depan, kalian bisa memperhatikan wajah tampanku atau batu di belakangku," perintah Mr. Oliver. Beberapa tatapan penuh tanya dilemparkan oleh muridnya, "Sudah memperhatikannya? Sekarang, berikan jawaban kalian tentang tebing ini. Apa ada yang menarik perhatian kalian atau kalian melihat sesuatu yang ganjal?"

Suasana seketika hening.

"Aku tak melihat apapun selain tebing itu," gumam Aida.

Sive mengangkat tangannya dan Mr. Oliver mempersilakannya untuk menjawab, "Ada garis aneh di sana."

Mr. Oliver mengangguk, "Yang lain?"

Suasana hening hinga beberapa menit. Setelah itu, Mr. Oliver membuka suaranya, "Kalian lihat baik-baik garis ini. Berikan pendapat kalian."

Mr. Oliver masih menunggu jawaban. Murid-muridnya tampak bingung dengan apa yang ia tunjukkan, namun ia tentu saja tidak akan menjelaskannya tanpa ada yang menjawab terlebih dahulu.

Sophia mengacungkan tangannya, "Aku pikir itu mungkin batuan yang menumpuk?"

"Yang lain?" Mr. Oliver menawarkan kepada yang lain untuk menebaknya, "Tidak ada lagi?"

Dengan semangat, Zwart berkata, "Aku setuju dengan Sophia. Itu batu yang menumpuk karena proses sedimentasi, sehingga membentuk lapisan-lapisan yang berbeda."

"Tapi kenapa mereka terlihat seperti itu? Maksudku, seperti terlipat dan berkelok-kelok?" Sophia dengan rasa ingin tahunya, bertanya.

Mr. Oliver menepuk tangannya, "OK, Good job, all. Perhatikan baik-baik. Seperti yang kalian katakan tadi, garis-garis ini terbentuk karena proses sedimentasi, sedangkan lipatan ini tercipta karena adanya dorongan dari dalam bumi. Untuk lipatan jenis ini, biasa disebut dengan lipatan rebah. Coba kalian lihat di lengkungan ini."

Mr. Oliver terus menerangkan apa yang berhubungan dengan lipatan di depan mereka. Kata-kata baru seperti folding, anticline, syncline, dan yang lainnya mulai dikenal mereka. Beberapa menit berlalu, hingga jam makan siang hampir terlewati.

---

Sungai jernih itu membuat siapapun yang melihatnya pasti ingin menyentuhnya. Mereka mencuci wajah mereka di sana. Bahkan, Sive sudah masuk ke dalam sana dan membiarkan alir mengalir melewati betisnya. Berjalan selama tiga puluh menit rasanya terbayar dengan pemandangan alam di depan siswa kelas A.

Kniga dan Raven menggelar alas bermotif kotak-kotak berwarna hijau muda dan putih yang dibawa oleh Mr. Oliver. Setelah itu, mereka mengeluarkan berbagai macam makanan yang ada di sana.

"Apa ini hanya perasaanku saja atau tempat makan ini terasa hangat?" tanya Zelts heran saat ia ikut membantu mengeluarkan kotak-kotak itu.Logikanya, makanan itu seharusnya sudah mendingin.

"Aku juga berpikir begitu," kata Azure. Ia membuka salah satu tempat makan dan mendapati asap keluar dari sana.

"Set yang kalian bawa sebenarnya memiliki cara kerja yang sama seperti termos dan microwave, untuk menghangatkan makanan dan menjaganya agar tetap hangat," jelas Mr. Oliver. Mereka mengangguk paham. Ini pertama kalinya mereka melihat alat seperti itu.

Mereka duduk melingkar dengan makanan di tengah-tengah alas piknik. Satu persatu makanan itu diputar agar semuanya mendapatkan jatah yang sama. Rata-rata membawa jenis makanan piknik yang tidak berat, namun karena jumlahnya yang cukup banyak, makanan itu dapat mengganjal perut mereka layaknya makan siang.

"Smashed potato salad punya Kniga enak!" seru Aida senang. Ini memang bukan pertama kalinya ia memakan masakan Kniga, namun setiap ia memakannya pasti ia merasakan rasa masakan yang sedap.

"Kau memasaknya sendiri?" Sophia yang mendengar itu bertanya dengan semangat. Ia ingin sekali berbicara dengan laki-laki yang suka memasak, sama seperti hobinya. Ia tidak peduli dengan budaya aku-bukan-temanmu milik A Class yang sudah turun-temurun.

"Umm... Yah, begitulah," Kniga menjawabnya dengan ragu-ragu. Rasanya aneh jika mendengar ada laki-laki yang suka memasak. Dan ia tidak ingin dianggap seperti itu.

"Wow, itu keren! Aku juga suka memasak. Tapi kupikir seladamu terlalu manis, kau memasukkan terlalu banyak madu ke dalamnya," komentar Sophia.

"Ah, kau menyadarinya?! Orang-orang biasanya menggunakan perbandingan satu sendok, sedangkan aku tanpa sadar memilih dua sendok, karena Aida suka sekali madu," Kniga tanpa sadar mengubah duduknya dan menghadap Sophia.

"Kau dekat sekali dengan Aida, ya?" kata Sophia. Ia melihat Kniga tersenyum canggung tanpa menjawab pertanyaannya.

"Aku sudah menghabiskan setengah hidupku dengan Kniga. Kami tetangga sejak aku dan dia masih memakai popok dan kami selalu ada di kelas yang sama sejak kami masuk sekolah," cerita Aida dengan serpihan seledri di sudut bibirnya.

Tangan Kniga bergerak mengambil seledri itu dengan berkata, "Hentikan cerita seperti itu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro