Sheet 2 : Welcome, Sophia!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Welcome to The A Class © Fukuyama12
Genre : Teenfiction, drama, Psychology
Rate : T+

.
.
.

Sheet 2

Welcome, Sophia!

.
.
.


"Selamat pagi semuanya! Saya Sophia Rosewood. Senang bertemu dengan kalian!!"

Seorang gadis dengan rambut sewarna dengan cokelat kayu itu berdiri di depan kelas dengan senyum merekah, ia sudah siap mendengarkan teman-teman barunya membalas sapaan.

Namun tak sesuai dengan bayangannya, tak ada seorang pun yang membalas ucapannya, mereka hanya menatap Sophia datar dengan mulut yang tertutup rapat, bahkan beberapa dari mereka tidak menatapnya dan sibuk dengan buku yang mereka pegang. Sementara itu, beberapa siswa memandangnya tajam.

"Nona Rosewood, kau bisa memanggilku Mrs. Suzanne, aku adalah wali kelasmu mulai saat ini. Kau bisa duduk di bangku kosong itu, Nona."

Sophia segera sadar dari lamunannya, ia mengangguk patah-patah sebelum berjalan menuju bangku yang ditunjukkan oleh guru di depannya.

Bangku itu tidak berada di bagian belakang pojok kelas, melainkan berada di baris kedua dan berdampingan dengan jendela yang menghadap ke arah hutan sekolah.

Sophia masih tak dapat menerima suasana kelas ini. Ia memandang ke seluruh ruang kelas, semua siswa-siswi itu tak ada yang meliriknya barang sedetik pun. Semuanya tampak serempak mengambil buku dan membuka halaman yang ditunjukkan oleh Mrs. Suzanne.

"Ada apa, Nona Rosewood? Apa kau lupa membawa bukumu?"

Suara Mrs. Suzanne yang tak kalah dinginnya dengan kelas ini membuat Sophia kembali tersentak. Ia menggeleng pelan dan mengambil buku pelajarannya.

Rasanya ia tak dapat menatap mata guru berwajah datar itu, mungkin ia mengidap moebius syndrome, kelainan bawaan yang ditandai dengan kelemahan atau kelumpuhan saraf pada wajah yang berfungsi untuk mengendalikan ekspresi wajah.

Sophia tersadar, ia menoleh ke kanan dan ke kiri, serta mengecek tasnya kembali. Gawat, ia lupa tidak membawa alat tulisnya! Sophia menggigit kuku jempolnya.

Ia tidak tahu harus pinjam ke siapa, bukan hanya karena belum mengenal siapa pun, tetapi juga suasana kelas yang tidak ramah. Ia mengamati siswa yang berada di depannya.

Rasanya meminjam alat tulis pada pemuda di depannya adalah pilihan yang kurang tepat, melihat adanya tindik di telinga dan rambutnya yang berwarna cokelat kemerahan, pemuda itu menyeramkan.

Gadis dengan pita oranye di rambutnya itu menoleh ke kanan, di sebelahnya ada pemuda tampan berkulit putih yang sedang sibuk mencatat dan memperhatikan Mrs. Suzanne. Sophia menarik napas panjang untuk memberanikan dirinya.

"Permisi."

Tak ada jawaban apa pun dari pemuda itu. Sophia mengalihkan pandangannya sekilas ke arah Mrs. Suzanne. Setelah dirasa aman, ia memanggil pemuda itu sekali lagi, kali ini dengan ketukan pelan di meja pemuda itu.

Pemuda itu menoleh, tetapi tatapan tajam yang didapatkan membuat napasnya tercekat. Setelah meneguk ludahnya, Sophia menatap mata hitam jelaga milik pemuda itu. "Apa aku boleh meminjam alat tulismu?"

Pemuda itu menatapnya datar, tak tertarik, dan hanya sekilas. Pemuda itu mengalihkan tatapannya dari Sophia dan kembali berkutat dengan buku catatannya, seakan-akan gadis itu tak lebih menarik dari buku di mejanya.

Hati Sophia rasanya tertusuk oleh benda tak kasat mata. Ia tak sudi memujinya dengan sebutan tampan tadi—walau hanya dalam hati—jika ia mengetahui sikap pemuda itu kepadanya barusan.

Sophia menggerutu kesal. Saat ia kembali mengalihkan pandangannya pada guru tua berwajah datar itu, sebuah tepukan pelan ia ras akan di bahunya. Ia menoleh ke belakang dan mendapati siswi berambut cepak menyodorkan alat tulis kepadanya.

Mata emerald Sophia berbinar. Ia menerima alat tulis itu dan berterimakasih tanpa mengeluarkan suaranya dan hanya menggerakkan mulutnya.

Sophia kembali memfokuskan pandangannya pada Mrs. Suzanne. Ia sudah siap mencatat. Dalam hati ia berharap agar teman-teman barunya mau menerima kehadirannya.

***

Bel istirahat sudah berbunyi, Mrs. Suzanne segera menutup kelas dan pergi keluar dengan terburu-buru. Sophia meregangkan badannya, lalu mengamati teman-temannya.

Mereka terlihat sedang membereskan mejanya, mengganti buku dengan mata pelajaran yang lain. Tidak ada yang saling bertukar suara meski hanya berupa pertanyaan mengenai pelajaran sebelumnya.

Baru setengah hari berlalu, dan Sophia sudah merasa selelah ini. Tangannya juga sudah tak kuat lagi untuk menulis. Mrs. Suzanne benar-benar cepat saat menerangkan, ia hampir tak pernah menggunakan papan tulis dan memilih untuk membacakan materi dengan intonasi yang cukup cepat. Ia harus memanfaatkan jam istirahat dengan baik.

Seorang gadis berambut cepak yang tadi meminjamkan alat tulis kepada Sophia datang menghampirinya.

Ia datang dengan senyuman di wajahnya. "Halo, Sophia, senang bertemu denganmu. Namaku Iris Gladious."

Sophia mengangguk dan menggenggam tangan gadis bernama Iris itu. "Terima kasih untuk alat tulisnya. Boleh aku meminjamnya untuk hari ini?" Iris mengangguk setuju.

"Halo, gadis cantik bernama Sophia!"

Merasa terpanggil, Sophia menoleh ke arah siswa yang duduk di depannya, begitu pula dengan Iris, Itu adalah pemuda bertindik dengan rambut kemerahan.

"Senang melihat gadis cantik berada di kelas ini. Tidak ingin berkenalan denganku?"

Sophia terlihat memainkan jarinya lalu mengangguk pelan. Sepertinya siswa di depannya tidak semenyeramkan dugaannya. Pada rambutnya ada jepit rambut berwarna hitam yang tersemat di salah satu sisi kepalanya, mungkin untuk menahan poninya yang cukup panjang. Dia punya wajah bayi yang imut dan halus. Tak hanya itu, matanya yang berkilauan itu berwarna emas.

"Ah, biarkan aku yang memperkenalkannya padamu." Iris mengajukan dirinya. "Sophia, ini Zelts Crainard. Dia peringkat 4 di kelas ini, ibunya punya toko kue yang cukup terkenal. Kau tahu Golden House Cake?"

"Golden House Cake? Ah, toko kue terkenal itu!" Sophia menatap Iris dan Zelts tak percaya. Ia suka sekali mampir ke toko kue itu.

Zelts tersenyum. Dia mengulurkan tangannya. "Tidak perlu seheboh itu, lagipula itu toko kue ibuku. Salam kenal, Sophia."

Sophia menatap tangan kanan Zelts. Ia meneguk ludahnya dan menatap Zelts ragu-ragu. Melihat Sophia tak segera membalas jabatan tangannya, Zelts tersenyum kaku dan kembali menarik tangannya dengan canggung, menyentuh sakunya seolah-olah sedang menyimpan rasa malunya dengan mengusapkan tangannya di sana.

"Maaf, Zelts. Aku tidak suka bersentuhan dengan laki-laki. Ini mungkin semacam fobia."

Zelts dan Iris menatap Sophia terkejut dengan mata mereka yang melebar penuh tanda tanya. "Kenapa tidak berkata seperti itu sebelumnya? Apa karena trauma?"

Sophia mengangguk. "Aku punya pengalaman buruk. Namun sudah tidak separah dulu, kok. Dulu aku bahkan tidak berani berbicara dengan laki-laki. Tapi tolong untuk sedikit menjaga jarak denganku."

Kedua lawan bicara Sophia menangguk paham. "Kalau begitu biar aku yang akan mengenalkanmu pada yang lainnya." Iris memberikan ruang pada Sophia untuk berdiri dari bangkunya. Mereka berdua mulai pergi meninggalkan pemuda itu.

Siswa pertama yang ditunjukkan oleh Iris tentu saja yang berada paling dekat dengannya, seorang siswa yang berada di samping bangkunya. Pemuda yang tadi menatap Sophia dingin saat hendak meminjam alat tulisnya, dan hal itu kembali terjadi.

Padahal dia punya wajah yang lumayan, kenapa sifatnya seburuk itu?, batin Sophia dibalik senyumannya.

"Sophia, ini Raven Windblows. Dia peringkat pertama di kelas ini." Iris bergerak mendekati bibirnya ke telinga Sophia dan berbisik, "Dia benar-benar angkuh, aku tidak dekat dengannya."

Raven, dengan mata setajam elangnya, melirik Sophia lalu berkata. "Aku harap kedatanganmu tidak menjadi penghambatku."

.
.
.

To be Continue

Author's note :

*Moebius syndrome : sebutan bagi orang-orang yang hanya memiliki satu ekspresi wajah di sepanjang hidupnya. Bagi orang awam normal, orang dengan moebius syndrome akan dianggap sangat kaku karena seakan-akan tidak ekspresif.

Mungkin chapter-sheet ini terasa membosankan. Tapi memang ini hanya awalnya saja, mungkin chapter depan akan berisi tentang kegiatan sehari-hari A Class, jadi konfliknya belum keluar, mungkin akan keluar setelah tokoh terakhir muncul.

Jadi, mau bertukar pendapat denganku lewat comment? Kalau kalian suka silakan di-vote, aku tidak memerlukan vote yang dilakukan secara terpaksa.

Terima kasih atas waktu kalian. See you next sheet~ ヾ(≧▽≦*)o

Regards,
Fukuyama12

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro