28. Sebuah Janji

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sihir ilusi itu bermacam-macam. Mulai dari ilusi benda, ruang, bahkan makhluk hidup. Paman Leifer mengajariku sihir semacam itu karena dia memang paling menyukainya. Kata Paman, ketika dia membuat ruang ilusi sihir, dia bisa menciptakan dunia yang dia inginkan.

Dia sudah lelah dengan dunia nyata, sehingga lebih memilih lari ke dalam dunia ilusi ciptaannya. Ketika Paman tahu bahwa aku adalah anak yang terlahir seperti dia dengan nasib yang mirip, Paman dengan senang hati menerimaku. Dia sangat bersemangat untuk mengajarkan semua ilmunya padaku. Bahkan, dia punya kumpulang buku sihir dengan mantras dan ilustrasi yang entah ditemukan di mana.

Aku senang membaca, tetapi lebih akan lebih senang ketika mempelajari ilmu pengetahuan sambil mempraktikkannya. Banyak yang telah kupelajari dari koleksi buku milik Paman, terutama tentang ilusi yang memang menjadi keahlian khususnya.

"Ilusi bisa membuatmu bahagia, tetapi kau harus tetap ingat bahwa hal seperti itu tidak nyata."

Paman sering mengingatkanku, karena aku ketahuan sering bolos sekolah dan asik dengan duniaku sendiri. Namun, yang selalu membuatku kembali pada dunia nyata adalah kehadiran Paman Leifer. Dia sudah seperti menjadi ayah pengganti bagiku. Saat itu, Paman Leifer belum menikah, tapi aku tahu bahwa dia sedang menjalin hubungan bersama seseorang. Siapa lagi kalau bukan Bibi Medea? Paman bilang dia tidak pernah berpacaran lagi setelah insiden menyakitkan sewaktu remaja, dan bagaimana kejadian itu terjadi tidak pernah Paman ceritakan hingga akhir hayatnya.

Banyak sekali ilmu sihir dan mantra yang bisa kutampung dalam otakku. Terutama sihir yang bersifat menguntungkan untuk diriku sendiri. Bahkan sihir destruktif sekali pun bisa kukuasai. Namun, aku mempelajarinya diam-diam. Sebab jika Paman tahu aku mempraktikkan sihir itu pada orang lain dan malah membuat kekacauan, dia tidak akan segan-segan untuk memarahiku. Jadi, aku pun memutuskan untuk mengikuti jejak Paman yang berhasil dalam ilmu sihir ilusi.

"Kamu sudah baca hampir seluruh buku yang Paman punya. Itu berarti kau sudah tahu bahwa ada sihir ilusi yang sebetulnya terlarang karena melibatkan jiwa-jiwa yang sudah meninggal," terang Paman Leifer.

"Aku tahu, dan di buku Paman juga tertulis serentetan konsekuensinya. Sungguh mengerikan," balasku sambil menatap mata Paman yang terlihat khawatir.

"Karena kau sudah mengerti, jadi jangan pernah sekali pun kau mencoba praktik sihir itu meski kondisi buruk sedang menimpamu. Berjanjilah pada Paman."

Paman mengacungkan jari kelingkingnya sebagai pertanda kesepakatan yang kusambut tak lama kemudian. Jari kami saling tertaut, dan perjanjian telah disepakati.

Tak lama dari momen kesepatakan yang kami buat, Paman Leifer dikabarkan meninggal. Informasi itu membuatku sakit hati dan merasa hancur. Terlebih saat Bibi Medea menceritakan hari-hari yang dilalui Paman selama masa hidupnya yang hampir mirip dengan yang kualami di sekolah. Perundungan dan pengucilan membuatku muak dengan dunia nyata. Aku tidak mau merasa kesakitan dan menderita sendirian. Harus ada ganjaran bagi mereka, 'kan? Untuk itulah aku memilih memulai semua permainan ini, tepat di permulaan malam halloween semua dimulai. Syarat-syarat untuk melalukan sihir ilusi terlarang sangat cocok untuk dilakukan, ketika bulan purnama sedang bersinar dan menggantung di langit malam. Aku sudah siap dengan serentetan jadwal yang kubuat, juga siap dengan konsekuensi karena melakukan praktik ini.

Akan tetapi, aku tidak pernah mengundang jiwa Paman Leifer untuk masuk dalam dunia ilusiku. Aku tidak pernah mengambil bagian tubuhnya untuk bisa mengakses mantraku. Kecuali, ada seseorang yang sedang menggunakan sihir ilusi lain dan aku telah masuk dalam ilusi yang dia buat.

"Kamu sudah melanggar janji kita, Lilja. Paman sangat kecewa padamu."

Kata-kata itu agak mengiris hatiku yang masih terluka.[]

To be continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro