A Villain (real)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng
















Aku tahu soal kerlip binar di matanya sudah hilang dalam beberapa waktu lalu, seingatku dari pengambilan rapot kami yang mana sekitar 7 bulan lalu, saat untuk pertama kalinya ia mulai berbeda.

kita tahu, semua orang tahu, bahwa cinta yang asli hanya bertahan tiga bulan lamanya, seperti demam kasmaran anak muda yang sedang di mabuk cinta, dan setelah itu hanya berisi komitmen yang di pertangung jawabkan.

pada awalnya aku merasa Naresh cukup baik dalam berkomitmen, ia selalu menundukan pandanganya ketika ada sesuatu yang mungkin terlihat cantik untuknya, ia tampak tidak peduli dan memandangku dengan sering, berusaha menjalin intraksi lebih denganku. begitu, Naresh yang aku kenal begitu tahu manner pada perempuan, ia menyayangi ibunya dengan segenap hatinya, memperlakukan ibunya seperti ratu dari dunianya, mungkin akibat keluarga nya yang kacau membuat hanya sang bundalah yang bisa memberi rasa sayang seorang keluarga yang mereka miliki, tampa ayah mereka yang berkhianat, iya hanya naresh bunda dan adik perempuannya.

walau begitu, Naresh selalu tahu untuk menaruh posisiku pada kehidupanya. kami saling mengenal sejak lama, satu teman sekolah kanak-kanak hingga sekolah dasar, terpisah saat sekolah menegah pertama, lalu kembali bertemu di sekolah menengah atas. selain itu ibu kami cukup dekat satu sama lain, mungkin karena ibu kami sudah saling mengenal sejak lama jadi tidak perlu banyak waktu untuk membuatku mengambil hatinya, sejak awal, aku sudah menang untuk mengambil hati keluarganya.

yang aku inginkan sejak tahu kami saling suka adalah rasa sayang seperti anak muda lainya, tidak terlalu serius namun di bawa santai, menikmati masa masa sekolah yang katanya paling indah untuk menjalin asmara. begitulah naresh mewujudkan kisah cinta impianku, teman masa kecil yang berubah menjadi teman beradu cinta.

tapi naresh diam-diam memiliki tujuan yang berbeda, kehancuran keluarganya membuatnya ingin tidak seperti ayahnya yang plinplan, ayahnya yang mempunnyai dua teman kasur, wanita yang lain memujanya. naresh ingin aku dan dirinya berjalan selamanya, hingga menikah kelak, bersama melewati masa-masa kuliah kerja dan bebeerapa fase kedepanya. dan menurutku itu bagus? aku bahagia mendapati pria yang benar benar menginginkanku menjadi pujaan hatinya satu-satunya hingga nanti kelak, walau aku sedikit takut akan keseriusanya.

ini dimulai ketika aku mendapat jabatan tinggi di osis, sekretaris jendral yang mana adalah kata lain dari wakil ketua osis. iya memang di sekolah kami, dalam organisasi intra sekolahnya tidak meiliki wakil, hanya memiliki sekretaris jendral yang sudah di tunjuk dari angkatan pengurus sebelumnya. dan ini adalah salah satu dari ambisiku sejak memasuki sma, mengikuti organisasi seperti osis. tentu saja aku bahagia, walau sedikit takut oleh respon naresh yang terkesan biasa saja.

aku mulai sibuk, ralat, sangat sibuk. sejak aku menduduki bangku kelas 11 rasanya seluruh kegiatan padat merayap menubruku. aku salah, terlalu banyak organisasi yang aku ikuti, rasanya mau mati kelelahan.

lalu pertama kalinya Naresh mengajukan ketidaksukaanya pada aktifitasku, ia mengajaku berbincang dengan muka seriusnya bahwa aku seharusnya fokus pada akademiku, aku seharusnya menjaga energiku untuk belajar, katanya organisasi intra sekolah tidak begitu penting, hanya membuang buang energi. Naresh bicara demikan bukan tampa alasan, pada tahun pertama ia dan aku memang mengikuti osis, jabatanya cukup penting hingga untuk melanjutkan ia memilih mundur, hanya aku yang tetap maju.

saat itu aku marah, segala macam penat di kepalaku yang tertahan keluar begitu saja hanya dengan mengucapkan sesuatu yang tidak penting. kesal karena aku di nasehati oleh pria yang berubah menjadi tukang balap motor liar, bolak balik rumah sakit hingga membahayakan dirinya. Naresh seperti biasanya, ia hanya diam dan menganguk, menerima emosiku dengan lapang dada.

esoknya, aku msntrusasi. aku malu telah berkata demikian, memarahi naresh untuk meluapkan rasa penatku, aku merasa bersalah. lalu sebagai gantinya aku melepaskan 3 jabatan organisasiku, pertama soal EO, atau even organizier, lalu anggota tetap club mading, dan soal organisasi agama. aku melepaskan itu semua secara bersamaan, lalu menemuinya di sekolah dengan membawa lego terbaru kesukaanya, sebagai tanda permintaan maafku. ia menganguk, dan memaafkanku.

tapi, naresh tidak terlihat marah padaku.

emosinya seperti hilang, entah aku harus khawatir atau lega.

hari itu ternyata masih terus membenak di kepalaku, pertanyaan itu semakin luas mengembang ketika berhari hari terpikirkan olehku.

Semuanya mulai terlihat, sangat terlihat jelas ketika aku mulai meragukan dirinya, hal hal yang aku tidak pernah pedulikan kini terlihat mencurigakan. Hubunganya dengan mantanya, Acara komunitas motornya, dan dengan siapa dia melakukan panggilan telfon saat malam, ketika aku memergokinya sedang dalam panggilan yang lain.

aku tidak ingin menuduhnya berselingkuh, sebab aku yang paling tahu betapa ia benci ayahnya yang memiliki dua pujaan hati di dalam balik pungungnya, rasa bencinya seakan ia akan tetap bawa hingga mati, ia membenci ayahnya melebihi ia membenci setan. begitu ia menunjukan kebencciaanya.

acara acara organisasiku semakin kembali teroganisir, dalam beberapa waktu aku sengaja membuatnya cemburu untuk melihat responya, untuk melihat bagaimana ekpresinya. ini hal agak bodoh karena memang naresh jarang menunjukan perasaannya lewat kata-kata, jika ia sebal maka ia diam, jika ia senang maka ia berbicara, tapi kadang jika naresh senang ia juga akan diam.

hal yang pertama aku benci adalah orang yang perasaanya tidak bisa aku tebak, dan aku malah memacari Naresh. sebut aku badut karena aku baru sadar akan hal ini.

Rasaku sama seperti Naresh, malah terjadi lebih cepat, soal tidak ada rasa cinta yang meledak ledak seperti awal, rasa cinta yang tenang terjadi lebih awal padaku. dan aku merasa hal ini adalah memang sebuah ledakan, sebuah konflik untuk mengeratkan kami.

satu fakta muncul begitu saja tampa perlu aku bekerja lebih keras untuk membuntutinya. Wanita yang pernah dekat denganya sebelum ia dekat denganku, wanita bernama Namira, perempuan yang di gadang paling cantik seantero sekolah akibat darah nya yang tercampur jepang. dulu aku tidak pernah peduli pada track hubungan kisanya, sebab aku mempunyai prinsip kita hidup di masa kini, jadi apapun masa lalunya itu tetaplah masa lalu.

Ada histori panggilan dengan namira pada ponsel Naresh, dari pukul 9 malam hingga setengah 4 pagi. Kontaknya di beri nama NamNam, dengan emotikon lebah di sebelahnya. dan ia hanya menyimpan nama kontaku hanya sederet nama formal pada nama panjangku.

tidak ada lagi yang namanya berbaik sangka, aku menjadi menyebalkan, mendesaknya, menanyainya, mencurigainya. tapi semarah apapun aku, ia hanya tetap diam dan menganguk, wajahnya memang memandangku seolah mendengarku berceloteh marah, tapi aku tahu jiwanya sedang melayang entah kemana.

aku ingin mempercayainya tapi fakta fakta lainya muncul hanya dengan tenaga kecil yang aku gunakan.

selama ini aku terlalu menutup mata pada masa lalunya yang ternyata belum tuntas.

Namira adalah teman sekelasku, cukup dekat karena kami satu tongkrongan untuk makan siang. tapi tidak sedekat itu hingga aku tahu ia dekat dengan pria siapa, aku tidak tahu bahwa ia pernah dekat dengan naresh dan mendadak hilang begitu saja, lalu naresh muncul saat kami baru resmi berpacaran. semuanya, kacau.

teman teman satu tongkrongan kami tahu, bahwa Namira masih menyukai Naresh, bahwa Naresh diam diam suka melirik Namira ketika sedang menjemputku ke kelas. teman temanku tahu, tapi mereka diam saja, tidak peduli.

puncaknya adalah hari ini,

saat sekolah sudah sepi, sudah 2 jam dari waktu pulang siswa pada umumnya, tidak sepertiku yang masih harus berlatih eksul di jam tambahan untuk acara perlombaan minggu depan. rasanya benar benar letih seminggu penuh harus bergerak menari dengan tenaga full, saman tidak pernah mudah untuk orang yang mudah menyerah, saman harus terus di tempa oleh sakit sakit dan memar baru bisa pandai di dalamnya.

sialnya tubuhku yang letih ini harus menghadapi Naresh yang memeluk Namira di parkiran sekolah, mencium pucuk kepalanya dengan lembut. tatapan seorang manusia, binar binar loyalitas, binar kehidupan dan ekpresi yang nyata milik Naresh.

Tubuh Naresh memang miliku, tapi hatinya ternyata sudah milik orang lain.

Cezka hadir disana, perempuan yang sama sama teman masa kecil antara aku dan Naresh. Ia baru selesai bedah club madingnya, memanggilku untuk bertanya mengapa aku belum pulang. tubuhku gemetar ini sudah aku duga tidak akan kuat untuk pulang dengan angkutan umum, kuputuskan langsung untuk pulang bersamanya, setidaknya jika aku ambruk di tengah jalan nanti, masih ada cezka yang membantuku.

dalam busway, aku duduk di sebelahnya. kami mengobrol ringan seperti biasa, kami memang gemar pulang bersama, cezka menjadi teman ku yang paling dekat karena hanya ia penampung seluruh keluh kesahku tampa adanya halangan. kuceritakan segalanya, terkecuali kasus Naresh.

Sore itu jalanan jakarta macat, harapanku untuk segera sampai kamar lalu menangis rasanya tertunda berapa jam. berjamjam busway stuck macet di tengah jalanan.

semuanya sangat sial, emosiku tidak bisa di tahan lagi ketika melihat ponsel disana Naresh hanya mengirimkan respon dengan stiker atas pertanyaanku untuk membantunya tadi pagi untuk soal pelajaran.

aku menangis, air mataku tumpah begitu saja dengan isak tangisku yang pelan. diri ini bahkan tidak memiliki tenaga untuk meraung, marah, membentak, diriku yang selalu vocal berubah menjadi manusia lemah.

Cezka panik, menenangiku dengan tepat, seperti bunda yang tahu menahu cara mengatasiku. aku bersyukur pada tuhan untuk hari itu karena telah mengirimi cezka menjadi orang yang duduk di sebelahku.

hari itu aku menginap dirumahnya, kuceritakan segalanya. dari A hingga Z soal Naresh dan seluk beluknya. ia terkejut, jelas ia tidak tahu gossip diantara kami bertiga sebab ia berada di kelas yang berbeda jurusan dengan kami.

malam itu menjadi malam paling menyakitkan hatiku, hancur seperti tertusuk bongkahan runcing es, rasanya sangat sangat sakit, tapi aku tidak bisa mengobatinya atau bahkan melepas tancapanya.

ternyata, besoknya semakin mengerikan.

pagi hari di hari pertama setelah putus adalah neraka.

kami memang tidak pernah untuk putus, pesanya berupa stiker hanya aku baca. semalaman aku hilang ia tidak mengirimiku chat sama sekali.

baru ku sadari ternyata tenangnya Naresh bukan sikapnya, itu adalah ketidak pedulian dirinya. jadi itulah akhir dari kita, aku tidak meminta penjelasan, aku tidak berbicara apapun, dan Naresh tidak peduli soal ini.

kami benar benar hilang kontak, berpisah dalam sunyi dan ambang ketidak jelasan, bak ruang gelap gulita yang kedap suara. ruang ruang cinta yang hangat milik kami bukan hanya sekedar hancur, tapi musnah, lenyap begitu saja hingga atom atom terkecilnya. melebur pada rasa sakit diriku dan entah apa yang naresh rasakan, mungkin kebahagian miliknya.

lusanya, di akun lambe turah, beredar kabarnya naresh dan aku putus. komennya banyak sekali yang bilang bahwa mereka iba padaku, sebab sejak awal Naresh memacariku hanya sebuah pelarian dari tertolaknya cintanya dengan Namira. satu sekolah sudah mengetahui hal ini, tapi aku baru tahu bulan lalu.

aku jadi malu, malu seluruh image dan citra yang kubangun susah susah dengan mengikuti segala organisasi di sekolah, mempertajam akademiku hingga bolak balik mengikuti olimpiade, bisa hancur hanya karena dua orang yang sedang menjalin kasih dan membutuhkan satu orang penjahat agar cerita mereka tampak sempurna, seperti putri dan pangeran yang harus terpisah akibat penyihir yang jelek dan cacat, lalu pada akhirnya putri dan pangeran bisa menyatu kembali setelah menyingkirkan sang penjahat.

mengapa mereka berdua sangat egois? mengapa perlu satu karakter untuk ditumbalkan agar menonjolkan si karakter putri? mengapa peranku harus seburuk ini? mengapa--

pertanyaan itu terus berputar pada otaku, memperngaruhi segala aktifitasku akibat efek samping yang di tinggalkan oleh Naresh dan Namira. ketika aku semakin terperosok, mereka berdua semakin bersinar menunjukan kasih sayang mereka yang sesungguhnya.

Satu waktu, satu waktu tuhan berbaik hati padaku, mungkin juga tuhan lelah melihatku terus menangis tiap malam untuk selalu bertanya. lalu aku berkata, aku akan mulai bangkit jika tuhan memberikanku satu kesempatan untuk membalas dendam.

Aku dan Naresh satu kepanitian untuk mengurus buku tahunan untuk acara kelulusan kami. kami sama sama mengurus di divisi jaket angkatan, beberapa waktu kami berlibat dalam diskusi diluar jam sekolah, saat akhir minggu biasanya. Naresh jarang hadir, begitupun aku, aku lebih gemar menjadi orang yang menggerak dilapangan seperti membagikan kuisinoer dan lain lain.

pada diskusi terakhir sebelum wisuda, kami semua kumpul. untuk pertama kalinya aku bisa berjarak sedekat ini pada naresh yang keliatan baik-baik saja.

obrolan kami saat itu mulai melenceng, membahas hal hala lainya akibat waktu semakin malam. Cakra mendadak membicarakan soal komik yang bercerita ayah nya seorang penjahat dimana sang anak juga akan menjadi penjahat dalam akhir eritanya.

entah aku mendapat keberanian dari mana, aku menegakan tubuhku, membuka mulutku yang sedari tadi diam membisu.

"bukanya itu udah ketebak ya, Cak? buah gak pernah jatuh jauh dari pohonya."

ku lanjutkan dengan melirik Naresh yang memandangku kosong.

"iya kaya Ayahnya selingkuh, biasanya anaknya juga kaya gitu. Dosa kaya gitu bakal turun temurun, kutukan sifat iblis,"

ini suaraku untuk perempuan lain disana yang dengan sangat tidak adil harus mendapat peran penjahat dari dua sejoli yang egois atas cintanya. perempuan yang dengan tampa sengaja di tempatkan pada bawah kaki mereka hanya untuk menjadi pemanis cerita kisah cinta mereka yang sungguh luar biasa dramatis dan romantis.

Dengarkan aku baik baik,

A villain is just A victim whose story hast been told.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro