[8]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suka cerita ini? Votenya jangan lupa. Dan juga, klik FOLLOW akun aku untuk dukung karya-karyaku lainnya.

"Jeongmal mianhae Noona, aku tak..."

"Kita bicarakan setelah konser selesai. Cepat naik panggung." Eunbi mendorong bahu Woojin agar segera menemui fans yang memanggil namanya.

"Tapi Noona...."

"Bersikaplah professional Park Woojin!" Eunbi melotot padanya, sampai Woojin memalingkan muka. Usahanya untuk melihat lebih lama Chaeyeon gagal total. Sehari sebelumnya, Woojin merengek pada Eunbi agar Chaeyeon mau mengantarkan sesuatu untuknya. Entah mengapa setiap kali Woojin menghubungi Chaeyeon, Chaeyeon selalu mematikan ponselnya. Setiap SMS yang ia kirim tak pernah direspon. Setiap komentar di SNS dengan account nama palsu untuk menyembunyikan identitas, Woojin tak pernah mendapat respon dari Chaeyeon. Gadis itu sudah salah paham.

Usai konser dua jam, Woojin menghampiri Eunbi yang sibuk memasukkan peralatan ke sebuah kotak kosmetik. Wajahnya terlihat lelah.

"Kita masih ada satu jam berada di Busan sebelum berangkat ke Itaewon, kau ingin ikut ke rumahku sebentar?" ajak Eunbi.

"Ye?" tanya Woojin bingung. Bagaimana mungkin seorang gadis mengundang laki-laki ke rumahnya tengah malam.

"Jangan mengira aku gadis macam-macam Woojin-ah." Eunbi menyentil dahi Woojin. Ekspresi Woojin sangat mudah dibaca Eunbi.

Kenal satu tahun ini, tentu saja Eunbi tahu segalanya tentang Woojin. Mereka dekat karena Chaeyeon. Woojin tersenyum malu. Pikirannya bisa ditebak Eunbi.

"Sepertinya usahamu mendapatkan Chaeyeon tak mulus, jadi aku akan membantumu."

"Jinjjayo Noona?"

"Dengan satu syarat!"

"Apa itu Noona?" tanya Woojin menarik sebelah alisnya. Tentu saja tak pernah ada perjanjian kalau tanpa ada imbalannya.

"Kau boleh menggoda adikku, mengerjai adikku, menyayanginya dan apapun itu. Tapi kau tak boleh membuat hatinya seperti digantung!"

"Bukankah aku sudah mengatakan dengan jelas soal perasaanku padanya lama sekali Noona," kelit Woojin memutar botol minumannya.

"Tapi dari reaksi Chaeyeon, sepertinya kau tak mengatakan dengan jelas sehingga dia dalam posisi akan melupakan atau entah bertahan menunggumu," tukas Eunbi menarik resleting tas besar dengan keras.

"Baiklah ayo kita pergi!" kata Woojin bersemangat, tak sabar untuk segera pergi ke rumah Eunbi.

"Jangan bodoh! Cepat lepaskan kabel nirkabel di telingamu dan ganti baju! Kau tak mau kan memakai baju konser yang akan membuat orang lain tahu kau itu siapa?"

Woojin mengangguk cepat dan buru-buru mengganti bajunya. Ia tahu Eunbi ingin dirinya menyamar. Jadi pilihannya masker, topi dan jaket hitam bertudungnya adalah senjata untuk menyamarkan identitas.

"Ya... Kalian mau ke mana?" tanya Daniel tiba-tiba menyusul Eunbi dan Woojin. "Boleh aku ikut?"

Kedua orang yang akan pergi ke rumah Eunbi saling adu pandang. Kemudian Eunbi memutar otak agar Daniel kembali ke dalam gedung.

"Daniel-ah, ponselku ketinggalan. Bisakah kau mengambilnya di ruang penyimpanan?"

"Ini..." Daniel mengacungkan ponsel putih milik Eunbi. Hasilnya gadis itu tak berkutik lagi. Waktunya hanya tersita 55 menit lagi. Menyebalkan membuang waktu berharga hanya lima menit.

"Gomawo," kata Eunbi kaku, Daniel tertawa kecil melihat upaya Eunbi mengelabuinya gagal. "Noona, aku ikut kau ke mana pun pergi! Setidaknya biarkan aku jadi pengawalmu!"

Woojin maupun Eunbi mencibir mendengar ucapan Daniel. Kemudian ketiganya menuju van hitam yang terparkir secara sembunyi. Gadis itu mengemudikan van dengan hati-hati dan menuju rumah besar berpagar tinggi yang melindungi rumahnya.

"Wah Noona, kebunnya cantik sekali," komentar Woojin memandang kumpulan ester tertanam rapi di pot-pot yang berjajar di depan ayunan dan meja kecil.

"Chaeyeon yang menanam bunga itu," kata Eunbi dan menunjuk sekelompok bunga yang berkilau walau cahaya bulan hanya meneranginya dalam kegelapan. Angin berembus kencang, hawa dingin menggerogoti satu per satu tubuh ketiga orang yang ada di depan pintu rumah dari mahoni.

Eunbi memasukkan password rumahnya dan mempersilahkan kedua tamunya masuk ke rumah.

"Silahkan duduk dengan nyaman di sini. Aku akan memanggil Chaeyeon sebentar," kata Eunbi langsung menaiki tangga spiral yang ada di rumahnya.

"Chaeyeon? Siapa dia?" tanya Daniel memandang lurus Woojin. Woojin tersenyum lebar dan mengedipkan sebelah matanya.

"Seperti Eunbi Noona di mata kau Daniel Hyung."

"Jinjjayo? Kau menyukainya? Sejak kapan? Aku jadi penasaran."

"Cukup lama, lebih lama kalau kau menghitung usia anak berusia 12 tahun."

"WHUAAAA... Daebakkkk!" seru Daniel meninju bahu kekar Woojin. Membuat kedua idol di sofa itu berada dalam eufooria jatuh cinta bersama.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Chaeyeon tiba-tiba saat menuruni tangga spiral. Tampak terganggu dengan kehadiran Woojin. Ia agak malu bersikap dingin di depan Daniel yang belum ia kenal secara langsung. Hanya tahu sosoknya dari cerita Eunbi ataupun Woojin dulu. Serta hanya melihatnya di TV.

"Chaeyeon." Eunbi mengingatkan Chaeyeon untuk bersikap sopan, biar bagaimanapun kedua namja itu adalah tamu di rumah mereka.

"Apalagi ini? Apa yang harus aku katakan pada namja gila seperti Park Woojin?" desis Chaeyeon sebal. Eunbi menelan saliva susah payah. Ia pun mengalihkan pandangannya dari Chaeyeon dan menatap Daniel. Walaupun tak ingin berduaan dengan orang yang selalu membututinya ke mana pun, merongrongnya untuk kencan, Eunbi tahu Woojin dan Chaeyeon menginginkan waktu hanya berdua untuk mengungkapkan isi hati masing-masing.

"Eoh, Daniel, aku punya peliharaan ikan di belakang rumah. Maukah kau ikut aku melihat kolam ikan?" tanya Eunbi tiba-tiba, memecah kekakuan dua orang yang ada di dalam ruang itu. Eunbi menyentak tangan Daniel agar segera keluar dari ruang tamu.

"Chaeyeon kau masih marah padaku?" tanya Woojin hati-hati ketika Eunbi maupun Daniel sudah cukup jauh untuk tak menguping pembicaraan keduanya.

"Molla," dengus Chaeyeon menyilangkan kedua tangannya. Ia memandang langit rumahnya yang sepi.

"Mianhae," ucap Woojin lirih, ia tak tahu harus melakukan apa selain menatap gadis yang amat dirindukannya selama hampir satu tahun ini.

"Untuk apa?"

"Karena aku memanggilmu Chagiya di depan semua orang tadi. Dan aku yakin besok rumor antara kita dimuat di majalah."

Dengusan Chaeyeon lebih keras lagi ketika kata-kata itu masuk ke dalam telinganya.

Woojin, apa kau gila? Aku marah bukan karena kau menyebutku Chagiya. Tapi aku marah karena ke mana saja kau selama ini tanpa memberiku kabar?, teriak Chaeyeon dalam hatinya ingin merobohkan rumah agar menjatuhi Woojin. Dengan menyentakkan kaki kasar, Chaeyeon berjalan menuju sofa lalu mengempaskan badannya sedalam-dalamnya di sofa berlapis kulit sintetis.

"Hanya itu?" desis Chaeyeon membelalakan mata tak percaya.

Woojin-ah, sudah pasti kau tak memahami perasaanku, hati Chaeyeon berteriak marah.

"Memangnya apa lagi? Kau marah karena apa sebenarnya?" tanya Woojin mengeryitkan dahinya bingung. Chaeyeon yang dulunya manis mendadak menjaga jarak padanya. Persis seperti Eunbi yang ia kenal sampai sekarang ini. Bersikap sedingin kutub antartika yang sepi tanpa penghuni.

"Molla. Aku ingin tidur."

Woojin tersenyum lebar melihat Chaeyeon pura-pura menguap lebar.

"Baiklah aku minta maaf untuk semua hal yang pernah aku lakukan padamu. Entah itu sengaja atau tidak. Entah aku sadar atau tidak telah melukai perasaanmu. Baik dalam posisi aku benar atau salah aku minta maaf padamu," tukas Woojin mengangkat kedua tangannya, menyerah karena tak bisa mengerti perasaan Chaeyeon yang misterius seperti ini. Ia terlalu malas untuk memikirkan perasaan perempuan.

Chaeyeon menundukkan wajahnya untuk menyembunyikan matanya yang perlahan memerah. Matanya panas karena harus menahan tangisannya yang sebentar lagi jatuh.

"Katakan padaku, ini tidak benar, ini terlalu banyak baby~

Kamu marah, kemudian mencintaiku lagi

Mengapa kamu plin – plan, mengapa? (Oh baby)

Kamu mungkin bingung terhadapku dan membenciku, tetapi

Aku ingin memberitahumu, siapa yang dapat marah dengan mudah"

Woojin bersenandung pelan melantunkan lagu milik grup seniornya, mencoba untuk mendinginkan yeoja yang kesal padanya. Mencoba meluluhkan gunung yang sulit untuk ia lompati. Tetapi Chaeyeon masih menundukkan wajahnya, membenamkan semakin dalam ke lehernya.

"Chaeyeon, kau bisa mendengarkanku menyanyi kan? Kau rindu padaku kan? Jadi kau marah padaku karena aku tak menyanyikan lagu sesering yang dulu?" Woojin terus membujuk, ingin melunakkan hati Chaeyeon. Woojin duduk di sebelah Chaeyeon, menyentuh pundaknya.

"Museun mariya?" bentak Chaeyeon mendorong Woojin kuat-kuat, tetapi namja di sebelahnya tak bergeming selain terperangah. Salah bicara lagi kah dirinya?

"Teruslah kau menyanyi sampai tenggorokanmu kering! Aku tak peduli."

"Kau kenapa marah padaku? Tolong katakan apa salahku. Jangan diam terus seolah tak terjadi apa-apa," balas Woojin jengkel.

"Molla." Chaeyeon tak ingin berdebatlebih banyak lagi dengan Park Woojin yang terus menanyainya.    

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro