Dia Bukan Orang Biasa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di Negara Euphorbia, tepatnya di kota Myosotis ada aturan tidak tertulis. Namun, selalu dilakukan oleh penduduknya. Jika mereka menemukan 'orang baru' yang masuk ke Negara Euphorbia, entah itu sengaja ataupun tidak, mereka akan menyerahkan orang itu ke hadapan Ratu Anniki untuk dieksekusi. Jika didapati sebagai manusia biasa, tanpa memiliki kekuatan, maka secara otomatis dia akan dibunuh tanpa ampun.

Negara ini hanya memiliki seorang ratu. Pemimpin kejam, yang selalu memberi titah menghilangkan nyawa jika tidak patuh dengan perintahnya.

Shaka buru-buru pergi dari ruang rahasia menuju kediamannya. Jika ratu sudah mulai curiga bahkan mencari tahu mengapa banyak rakyat yang menghilang tanpa jejak, maka sudah dapat dipastikan orang yang dia datangi adalah Shaka, pangeran pertama yang diangkat sendiri oleh ratu.

Tubuh Shaka membungkuk, memberi hormat dan salam pada ratu yang baru saja menginjakkan kaki di kediamannya. Jubah hitam yang semula dia kenakan telah dia tanggalkan, hanya tersisa pakaian biasa dengan wajah yang sengaja dia buat pucat.

"Salam, Yang Mulia Ratu." Shaka berujar dengan suara lemah, dia lantas memperdengarkan batuk berulang hingga keluar darah dari mulutnya.

Ratu yang melihat keadaan Shaka sontak menampilkan sorot khawatir. Wanita yang masih terlihat sangat muda itu memegangi pundak Shaka, membawa laki-laki itu duduk di ranjangnya.

"Sepertinya kondisi kamu makin memburuk." Ratu Anniki mendesah panjang, mata sayunya menatap kasihan ke arah Shaka—anak angkatnya.

"Bukan masalah, Ibunda. Namun, jika Ibunda mengizinkan, saya ingin pergi keluar istana, ke kota Mucuna untuk berobat. Saya mendengar di kota Mucuna ada terdapat tabib yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit, " ujar Shaka menjelaskan.

Ratu Annaki bergeming. Wanita itu nampak sedang berpikir sebelum menjawab, "Tentu ibunda akan mengizinkan kamu pergi. Hanya saja ... di istana sedang ada masalah, Pangeran. Dan tujuan ibunda datang ke sini ingin meminta kamu menanganinya."

Shaka tidak menjawab. Dia hanya memasang telinga, menunggu Ratu Annaki melanjutkkan ucapannya. Tangan ibundanya itu terangkat, menepuk pundak Shaka lalu kembali berkata, "Tapi melihat keadaan kamu yang seperti ini, ibunda tidak bisa menyerahkan tugas berat ini sama kamu." Ada helaan napas panjang yang menjeda ucapan Ratu Annaki sebelum melanjutkan, "Ibunda akan mengizinkan kamu pergi berobat ke Kota Mucuna. Dan tugas istana akan ibunda serahkan pada adik kedua kamu, Pangeran Erdu."

Mendengar perizinan dari Ratu Annaki, senyum samar di bibir Shaka lantas terbit. Setelah dia keluar dari ibu kota nanti dan pergi ke Kota Mucuna, laki-laki itu akan menjalankan rencana yang sudah dia susun lama.

"Terima kasih atas izinnya, Ibunda." Shaka berujar sembari membungkuk, mempersilakan Ratu Annaki yang hendak keluar dari kediamannya.

***

Izin sudah dia dapatkan, persiapan untuk pergi melatih pasukan sudah dia lengkapkan. Hanya satu masalah yang belum dia tuntaskan, mencari tahu identitas perempuan yang dia temui di dekat perbatasan ibu kota. Sisa waktu malam ini, akan Shaka gunakan untuk mengintrogasi perempuan itu.

Mata laki-laki itu menyipit saat melihat perempuan ringkih itu berjalan perlahan ke arah tanaman mawar hitam yang sengaja dia simpan. Tanpa suara Shaka membawa langkah masuk mendekati perempuan itu, sampai tangannya terangkat ingin memetik bunga, barulah Shaka bersuara dengan lantang, "Lancang! Siapa yang memberi kamu keberanian memetik bunga saya?"

Namun, bukannya berhenti, perempuan yang belum jelas asal usulnya itu justru dengan gerakan cepat memetik dan menelan tanpa mengunyah satu-satunya mawar hitam yang tumbuh di sana.

Mata Shaka melotot, ritme napasnya tidak beraturan, dadanya naik turun dengan tangan yang terkepal kuat serta rahang yang mengeras. Lantas tanpa segan laki-laki itu mencekik kuat leher Kaili. Seolah tidak ada hari esok, Shaka mengangkat tubuh perempuan itu dengan satu tangannya yang masih memegangi leher Kaili lalu melemparkannya hingga tubuh ringkih itu tersungkur sembari terbatuk-batuk.

"Tindakan kamu terlalu lancang! Hukuman karena telah memasuki wilayah ini saja belum kamu dapatkan. Sekarang kamu malah memakan bunga terlangka di dunia. Kamu mau disiksa sampai kamu merasa mati itu lebih baik?!"

Bunga mawar hitam itu bukanlah bunga sembarangan. Mawar hitam adalah bunga yang memiliki keistimewaan, yaitu bisa menjadi penenang racun, tidak bisa menyembuhkan, tapi bisa menyambung nyawa seseorang sampai seratus hari. Jika mawar hitam diracik dengan beberapa bahan khusus lain termasuk darah Shaka, maka ramuan itu akan menjadi obat paling mujarab di seluruh dunia. Bahkan Shaka berani menjamin, orang yang baru mati terkena racun, jika meminum ramuan itu akan hidup kembali.

Namun, sekarang bunganya telah raib, masuk ke dalam tubuh perempuan sinting yang tiba-tiba memakan mawar hitam. Sorot tajam Shaka seolah menguliti Kaili yang masih terbatuk di lantai.

"A-ku bu-tuh bunga ini." Susah payah Kaili mengeluarkan suara. Dia nampak kesakitan. Shaka hanya melipat tangan di depan dada. Laki-laki itu mengayunkan langkah pelan mendekat ke arah Kaili yang terlihat sesak napas, lalu tanpa segan dia menendang tubuh Kaili dengan cukup kuat hingga jeritannya terdengar di telinga Shaka.

"Sa-kit." Dia menangis. Namun, Shaka tidak peduli. Dia bukan manusia yang memiliki hati lembut terhadap semua makhluk. Shaka hanya bersikap baik pada orang baik. Kaili jelas tidak termasuk dalam katagori yang harus membuat Shaka memperlakukannya dengan baik. Perempuan itu sudah mencuri bunganya yang telah Shaka jaga bertahun-tahun lamanya.

"Lata! Cepat bawa perempuan ini ke tempat eksekusi!" Seruan Shaka mendatangkan seorang laki-laki berjubah hitam dengan pedang besar di tangannya.

***

Kaili baru saja merasa lega saat rasa sakit di bagian dadanya berangsur menghilang. Namun, dia kembali di landa ketakutan saat mendengar seruan laki-laki di hadapannya yang meminta seseorang untuk membawa Kaili ke ruang eksekusi.

Tidak, Kaili tidal ingin mati.

Perempuan itu menggeleng kuat sembari beringsut mundur. Tubuhnya bergetar, sementara air matanya mengalir deras membasahi pipi. Kaili tidak mau mati. Dia bahkan belum genap satu hari berada di dunia ini. Perjalanannya masih panjang, dia tidak boleh gugur padahal belum melakukan apa pun.

"Tolong jangan bunuh aku ...." Kaili mengutarakan permohonan. Namun, mereka mana mau mendengarkan.

Tangan kekar laki-laki yang dipanggil Lata itu mengambil salah satu kaki Kaili, lantas tanpa merasa kesulitan yang berarti, dia menyeret tubuh Kaili, membiarkan perempuan itu terlentang hingga punggungnya bergesekan dengan lantai batu yang kasar.

"Lepasin! Lepasin! Sakit! Tolong lepasin!" Kaili meronta, kepalanya terus terbentur, sementara punggungnya terasa begitu perih dan panas seperti terbakar. Gesekan kasar permukaan lantai membuat tubuh Kaili terluka, hingga bau anyir darah membaui indra penciumannya.

Darah. Benar, darahnya mengandung racun mematikan. Jika Kaili bisa mengenai darahnya ke tubuh laki-laki itu, ada kemungkinan besar dia akan selamat. Setidaknya untuk hari ini Kaili tidak langsung dieksekusi.

Dengan sisa tenaga yang dia miliki, Kaili mengeluarkan pisau kecilnya. Perempuan itu meringis kala dia mengiris telapak tangannya hingga banyak mengeluarkan darah. Susah payah Kaili meraih tangan Lata sampai akhirnya dia berhasil menyentuh pergelangan laki-laki itu, membiarkan darahnya masuk melalui pori-pori di kulit Lata. Melihat apa yang dilakukan Kaili, Lata hanya mengerutkan keningnya tanpa memedulikan.

Dua sudut bibir Kaili tertarik ke atas. Dia tersenyum saat darahnya mulai memberikan reaksi pada Lata. Laki-laki yang semula bersemangat kini mulai melemah. Napasnya terdengar pendek-pendek, pun wajahnya mulai memucat.

Rupanya Shaka menyadari sesuatu terjadi pada pengawalnya. Dia lantas berlari menghampiri Lata yang kini terduduk lemas di lantai. Kaili mengambil kesempatan ini untuk kabur. Namun, pergerakannya terbatas. Kaili tidak bisa langsung berlari sebab rasa sakit yang diterima oleh tubuhnya membuat dia kesulitan untuk bangkit.

Di tengah usahanya untuk berdiri, Shaka tiba-tiba saja mencekik lehernya. Mata laki-laki itu memerah, urat-urat di tangan serta leher pun mengencang. Nampak sekali kalau amarahnya sedang berada di puncak.

"Apa yang kamu kasih pada Lata? Kenapa dia bisa keracunan? SIAPA KAMU SEBENARNYA!" teriak Shaka yang hanya bisa dijawab Kaili dengan gelengan kepalanya.

Cekikan Shaka sangat kuat. Kaili tentu saja tidak bisa mengeluarkan suara untuk menjawab pertanyaannya. Bahkan untuk bernapas pun Kaili begitu kesulitan.

Shaka mengangkat tubuh Kaili, lalu menghempaskannya ke lantai hingga lagi-lagi kepalanya terbentur. Telinga Kaili berdengung, kepalanya pusing. Pun kesadarannya kian menipis. Dari ekor matanya, perempuan itu melihat Shaka berjalan sambil menyeret pedangnya.

"Percaya atau tidak, saya akan membunuh kamu kalau Lata kehilangan nyawanya."

***

Selesai ditulis tanggal 06 September 2024.

Napas dulu. Huhhhhh. Nulis bab ini lumayan, ya. Jujurrrrr aku kesulitan membangun feel. Nggak tau, bener nggak tau feelnya nyampe di kalian atau kececer di tengah jalan.

Dag dig dug banget.

Btw, ini visual Kaili.





Ini visual Shaka. Gimana Kaili nggak ketar ketir coba?

See u aja deh, yaaa.

Luv, Zea❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro