Dunia Ini Memang Berbeda

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Di hutan bagian utara, kamu akan menemui kabut tebal. Sentuh pohon besar yang akarnya berputar mengelilingi pohon tersebut. Sentuh dahannya agar pintu masuk ke dunia itu terbuka. Ingat, jika kamu sudah berhasil melakukan misi, ajak semua orang untuk menemukan jalan keluar. Namun, jalan keluar itu akan berbeda dengan pintu masuk.

"Tidak ada tanda seperti pohon atau kabut. Jalan keluar di sana hanya ada satu, ada di dalam goa batu dan untuk membuka segel, harus memakai darah kamu. Bawa pisau kecil ini. Ini akan berguna nantinya."

Wejangan yang diberikan oleh guru kembali terngiang di telinga Kaili saat perempuan itu tiba di hutan bagian utara, tepatnya di dekat pohon besar yang memiliki akar unik serta kabut tebal. Masuk ke dunia itu sangatlah mudah, Kaili hanya perlu menyentuh dahan pohon saja dan dunianya langsung terbuka. Namun, untuk keluar dari sana, dia harus memakai darahnya agar segel pintu keluar dunia itu terbuka.

Entah berapa banyak hal mengerikan yang terjadi di dunia itu hingga guru mengirimnya ke dimensi lain. Dunia yang memiliki banyak perbedaan dengan dunia yang dia tempati saat ini.

Tangan Kaili terangkat, ingin menyentuh dahan pohon agar dia bisa masuk ke dunia itu. Namun, rasa sakit di dadanya kembali menggerogoti. Rasanya seperti hati Kaili ditusuk-tusuk oleh belati, lalu diremas dengan kuat hingga dadanya terasa sesak.

Tidak boleh. Kaili tidak boleh pingsan di sini. Dia harus segera masuk ke dunia itu dan menemukan mawar hitam untuk penawar racun sementara di tubuhnya. Tangan Kaili yang bergetar berusaha menyentuh dahan pohon, matanya terbelalak tidak percaya ketika kabut tebal itu terbelah, menampilkan jalan setapak yang dikelilingi cahaya keungu-unguan.

Perlahan Kaili berjalan masuk ke dunia itu. Dunia yang kata gurunya penuh dengan energi jahat. Namun, baru tiga langkah kakinya berjalan memasuki pintu masuk, rasa sakit pada bagian hatinya tidak bisa ditoleransi lagi. Perempuan itu batuk berkali-kali, darah di hidung, mulut, dan telinganya kembali keluar.

Pandangan Kaili mengabur. Aneh. Tidak biasanya Kaili merasa begitu lemah. Dia merasa tempat ini seolah menyerap seluruh energi dalam tubuhnya. Tangan Kaili bertopang pada salah satu batu besar di sana, tidak lama iris kecokelatannya melihat seseorang yang memacu kuda, mendekat ke arah Kaili. Namun, belum sempat Kaili melihat wajah orang itu, tubuhnya sudah lebih dulu kehilangan keseimbangan hingga jatuh tidak sadarkan diri.

"Dia pingsan ketua." Laki-laki yang mengenakan pakaian serba hitam itu memberi tahu usai memeriksa keadaan perempuan yang tergeletak di atas tanah. "Denyut nadinya tidak stabil. Sepertinya dia keracunan."

"Bawa dia ke kediaman." Usai memberikan instruksi pada bawahannya, Shaka, ketua dari pemimpin pasukan bayangan, kembali memacu kudanya untuk kembali kekediaman.

***

"Aku di mana?"

Perempuan itu menyapukan pandangan ke seluruh ruangan. Tempat ini sangat gelap. Bahkan tidak ada seberkas cahaya yang menyelinap masuk untuk memberi penerangan. Rasa sakit sempat dia rasa saat memasuki dunia ini sudah menghilang. Bahkan dia merasa menjadi sangat sehat seperti tiga bulan yang lalu, sebelum penyakit aneh itu menyerang.

Perlahan Kaili bangkit dari posisi yang berbaring di atas tempat tidur yang hanya dilapisi dengan busa tipis serta bantal yang cukup keras untuk dijadikan alas kepala. Kaki telanjangnya menginjak lantai yang terbuat dari kayu. Dengan hati-hati dia berjalan, sembari memasang kewaspadaan terhadap sekitarnya.

"Tempat ini gelap banget. Aku—" Suara Kaili terpotong ketika anak panah tiba-tiba menerobos masuk lalu menancap tepat di atas tempat tidurnya.

"Si-siapa?" Tubuh Kaili bergetar, keringat sebesar biji jagung berkumpul di sekitar pelipisnya. Dengan tangan yang gemetar, perempuan itu mengeluarkan pisau kecil dari dalam bajunya, mengacungkan ke depan, berjaga agar dia tidak diserang secara tiba-tiba.

"Dari mana kamu berasal?" Suara yang begitu dekat dengan telinganya berhasil membuat Kaili terperanjat kaget. Secara spontanitas, dia mengayunkan pisau kecilnya ke belakang tubuh hingga nyaris mengenai seseorang yang tidak terlihat jelas wajahnya.

Kaili berjanji akan melindungi dirinya sendiri bagaimanapun caranya. Dia berjanji pada guru akan pulang selamat. Jadi, tidak peduli siapa pun itu, selagi dia menjadi ancaman untuknya, Kaili siap bertarung.

Lagi pula, dia memiliki darah yang bisa membuat seseorang mati keracunan. Kata gurunya, darah Kaili cukup istimewa. Selain bisa menghancurkan mantra yang menyegel dunia ini, darah Kaili juga bisa menjadi racun mematikan.

"Kamu siapa? Tolong biarin aku pergi. Aku ... aku juga nggak tau kenapa ada di sini," ujar Kaili sembari melempar tatapan takut pada laki-laki itu.

"Untuk apa kamu datang ke sini." Seolah tidak mendengar apa yang baru saja Kaili katakan, laki-laki itu malah kembali bertanya.

"Aku nggak tau! Aku juga nggak tau aku ada di mana!" Kaili hampir menangis. Matanya sudah berkaca-kaca. Dia takut. Di tempat ini, Kaili sendiri. Dia tidak memiliki kerabat seperti gurunya yang bisa diajak bertukar pendapat.

Kaili menjerit saat tangannya dicengkram lalu ditarik dengan kuat. Kepalanya membentur dada bidang laki-laki di hadapannya, kemudian disusul dengan suara tancapan anak panah yang lagi-lagi menusuk di tempat tidurnya.

Mata perempuan itu melotot. Sepertinya dia ditargetkan. Anak panah panah itu sudah dua kali masuk dan menusuk tempat tidurnya. Andai saja dia masih terbaring di sana, nyawa Kaili mungkin tidak bisa terselamatkan.

"Ikut saya." Tanpa aba-aba, tubuh Kaili langsung digendong dan dalam sekejap dia sudah berada di tempat yang berbeda. Langkahnya begitu cepat dan ringan seperti bayangan.

Dia menurunkan Kaili dari gendongan, satu tangannya lantas mendorong tubuh Kaili menjauh sebelum laki-laki itu mengacungkan pedang panjang ke arahnya.

"Katakan! Apa tujuan kamu ke sini?" Mata tajamnya berkilat penuh amarah. Rahangnya mengeras, salah satu tangannya yang bebas terkepal kuat di samping tubuh, sementara satunya memegangi pedang yang nampak berkilat.

Kaili meneguk air ludah susah payah. Sedikit saja dia salah melempar jawab, sudah dipastikan ujung pedang itu akan menusuk ke jantungnya. Tidak bisa. Kaili tidak boleh mati bahkan sebelum melakukan misi.

Dia adalah orang asing. Kaili tidak boleh mengatakan apa pun tentang dia dan tujuannya berada di dunia ini. Lantas perempuan itu menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, iris cokelatnya terus melempar pandangan waspada, sementara otaknya berusaha berpikir cepat untuk menemukan jawaban yang tepat.

"Tadi aku lagi jalan-jalan ke hutan, tiba-tiba ... aku melihat jalan setapak yang dikelilingi cahaya gelap. Setelahnya aku pingsan dan nggak tau apa-apa." Hanya takdir baik yang bisa menyelamatkan hidup Kaili dari pedang laki-laki ini. "Jadi ... bisa jauhin pedang kamu? Aku takut."

Ekspresi laki-laki di hadapannya perlahan melunak. Dia menurunkan pedang yang membuat Kaili menahan napas sejak tadi karena terlalu gugup dan takut, menyimpannya kembali di pinggang.

"Gawat, ketua! Ratu mulai curiga karena banyak rakyat yang menghilang." Seseorang dengan jubah hitam berlutut sembari memberi laporan pada laki-laki yang dia panggil ketua.

"Jaga dia. Jangan sampai kabur sebelum saya kembali." Laki-laki itu mengenakan topeng yang bergantung pada pakaiannya, lalu secepat kilat menghilang dari hadapan Kaili. Pun dengan laki-laki yang tadi melapor juga menghilang entah ke mana.

Pandangan Kaili mengedar. Ruangan kali ini berbeda. Banyak penerangan berupa obor yang diletakkan di banyak tempat, hingga Kaili bisa melihat dengan jelas ruangan seperti apa yang dia tempati. Dibandingkan ruangan sebelumnya yang terbuat dari kayu serta dinding yang hanya dilapis dengan kertas hingga tidak aman dijadikan tempat bernaung, ruangan ini nampak seperti goa batu. Dindingnya, lantainya, langit-langitnya, hingga tempat tidurnya adalah batu.

Kaili membawa langkah untuk duduk di atas tempat tidur. Matanya masih mengedar ke setiap sudut ruangan hingga tanpa sengaja dia mendapati tanaman mawar hitam. Gegas Kaili berjalan menghampirinya. Namun, ketika tangan perempuan itu ingin memetik bunga, sebuah jarum yang ditembakkan nyaris saja mengenai tangannya jika refleks Kaili tidak cepat.

"Lancang! Siapa yang memberi kamu keberanian untuk memetik bunga saya?"

***

Selesai ditulis tanggal 2 September 2024.

Kalian kebayang nggak sih sama tempatnya? 😭😭😭 otakku ini penuh dengan tempat-tempat yang biasa ada di drama China klosal, padahal latarnya di Indonesia aja. Makanya bahasanya kubuat begitu. Nggak kaku-kaku amat kayak bahasa novel terjemahan.

Btw, ada yang kepo sama visual Kaili nggak? Wkwkwkkww.

See u aja, deh, ya.

Luv, Zea❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro