Seventh Harmony-Hear, His music

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Song : Peace sign
Artist : Kenshi Yonezu

A/N

Kan ada scene Shiro nyanyi, anggap aja lagu yg di mulmed suara Shiro wkawkawka.

Btw peace sign is my favorite song :D

Happy reading guys!

☆¤☆¤☆¤☆¤☆¤☆¤☆¤☆

Udara pagi yang menggelitik sekujur tubuhku dan memanjakannya untuk bergelung di dalam selimut hangat untuk sepanjang hari.

Ini weekend, jadi rencanaku untuk hari ini adalah liburan di kamar dengan ranjang empuk bersama selimut lembut.

Yah, setidaknya itu yang kupikirkan beberapa detik yang lalu, jika saja deringan nyaring dari ponsel tidak mengganggu aktivitas tidurku.

Aku menutup kedua telingaku dengan bantal, mencoba mengabaikan deringan ponsel yang tak kunjung mereda.

Setelah beberapa menit ponsel masih berdering menandakan si pemanggil tak patah semangat sedikitpun untuk membuatku mengangkatnya, akhirnya aku menyerah.

Dengan erangan malas, tanganku meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas dan segera menekan tombol hijau di layar sentuh ponselku.

"Selamat pagi Yuki! Hari ini sangat cerah bukan?"

"Hm."

"Karena aku bosan dan tidak punya teman selain dirimu, jadi bagaimana jika kita sedikit Hang Out? Kita bisa pergi ke cafe yang baru― Hey! Kau masih mendengarkan bukan?!"

Nyaris saja ponselku terjun bebas dari tangan dan menghantam ranjangku. "Hm? Ada apa?"

"Astaga! Memangnya kau pikir sekarang jam berapa?!"

"Tidak ada istilah waktu saat hari libur. Saat liburan, semua waktu hanya untuk tidur," balasku, "jadi, jangan ganggu waktu berhargaku!"

"Aih, tidak baik tiduran seperti itu! Kau bisa dianggap orang mati tahu!!"

"Oleh siapa?"

"Keluargamu lah!"

"Mereka tidak di rumah." Rasanya ingin sekali aku tertawa penuh kemenangan.

"Oh, kalau begitu aku datang ke rumahmu ya? Setelah itu kita HangOut bersama, oke?"

Setelah mengatakan itu, panggilan diputuskan secara sepihak oleh Fuyumi, membuatku melempar asal ponselku ke kasur dan kembali melanjutkan tidur.

Fuyumi tidak akan benar-benar ke sini kan? Maksudku, dia bahkan tidak tahu alamatku.

Jadi, kuputuskan untuk kembali tidur.

Tapi tidak bisa! Akh, kenapa aku justru memikirkan Fuyumi? Dia gadis yang ceroboh, bagaimana jika dia salah masuk Apartermen? Bagaimana jika dia nekat membajak dokumen sekolah demi mendapatkan alamatku? Bagaimana jika dia diculik?!

Aku segera menyibakkan selimutku, kemudian menepuk kedua pipiku dengan kedua telapak tanganku. Tidak, aku tidak boleh berpikiran negatif.

Meskipun begitu, tetap saja aku cemas!

Baru saja aku hendak meraih ponsel dan menelepon Fuyumi, suara bel pintu terdengar dari luar.

Eh? Siapa yang berkunjung pagi-pagi begini? Apakah ibu? Atau cleaning service? Ah, tidak mungkin.

Karena penasaran, kuputuskan untuk meninggalkan sarang kesayanganku dan menapakkan kaki menuju pintu utama.

Setelah membuka selot pintu, aku segera memutar kenop dan menarik gagang pintu agar dapat terbuka.

Klek!

Hal pertama yang kudapati adalah gadis berambut hitam sepinggul yang dihiasi dengan bandana merah dan gaun merah muda selutut. Stoking putih panjang yang menyelimuti kakinya juga syal rajut yang mengalungi lehernya menambah kesan manis pada dirinya. Sesaat, aku sedikit terpesona dengan penampilannya, namun hanya berlaku beberapa detik saja hingga gadis itu menyeringai lebar.

"Ketemu, hehe."

Brak!

Aku refleks menutup kembali pintu kamar Apartermenku. Aku tidak tahu mengapa aku melakukannya, tapi yang jelas aku terkejut setengah mati saat mengenali si pemilik wajah gadis manis tadi.

Terdengar ketukan susul menyusul dari luar. "Hee?! Yuki, kenapa ditutup lagi pintunya?!!"

"F-Fuyumi! Kau dapat alamatku dari mana?!"

"Buka dulu dong pintunya!"

Dengan berat hati, aku membuka pintu Apartermenku. "Sudah kan?"

Tanpa basa-basi, Fuyumi langsung menyelinap masuk ke dalam rumahku. Gadis itu melihat-lihat beberapa saat, sebelum akhirnya duduk manis di atas sofa ruang keluarga. "Yuki punya makanan tidak?"

Rasanya ingin sekali aku menghantamkan kepalaku ke tembok rumah, jika saja aku tidak lagi sayang nyawa. Dengan malas, aku kembali menutup pintu dan berlalu ke dapur, kemudian kembali dengan dua gelas ramen instan. "Buat sendiri ya, air panasnya ada di dapur," ujarku sambil mengambil sebuah handuk di salah satu gantungan. "Aku mau mandi dulu."

Setelah itu, aku benar-benar meninggalkan Fuyumi sendirian di ruang keluarga dan beranjak masuk ke dalam kamar mandi. Selesai mandi dan berganti pakaian, aku kembali ke ruang keluarga dan mendapati Fuyumi masih duduk manis di sana dengan dua kemasan ramen instan yang kelihatannya sama sekali belum disentuh.

Aku menaikkan sebelah alisku, menatap gadis itu dengan bingung. "Tidak mau makan?"

"Eh?" Fuyumi menatapku ragu. "Um... kau tidak memberitahuku cara membuatnya."

Keningku berlipat tujuh. Segera, aku meraih segelas ramen instan dan menunjukkan deretan tulisan yang tertulis di label kemasan. "Tertulis di sini. Lagipula, memangnya kau tidak pernah makan ramen instan?"

Dengan polosnya Fuyumi menggeleng, membuat dahiku semakin berkerut.

"Hah? Serius?"

Gadis itu menggaruk pelan tengkuknya dengan ragu, "eng... aku tidak pernah makan makanan instan sebelumnya. Ayahku selalu memintaku untuk makan sayur dan menghindari makanan instan."

Aku hanya ber-oh ria mendengarnya. "Mau makan ke luar?"

"Eh, sungguh?"

"Kan kamu yang mengajakku." Aku memutar bola mataku. "Ayo?"

Dengan senyum berseri, gadis itu melompat dari duduknya dan langsung menggandeng tanganku. "Ayo!"

***

"Kita mau ke mana?"

Dengan semangat, Fuyumi menjawab, "Spring Cafe!"

Aku hanya mengiyakan dan mengekorinya dari belakang. Rambutnya yang tergerai bebas diterpa angin pagi yang sangat menggigilkan. Aku merapatkan syalku, menatap keramaian sekitar yang terlihat tenteram.

Warna-warni terlihat di pandanganku. Banyak suara yang terdengar berarti banyak warna yang terlihat. Tapi tentu saja, warna hitam yang paling terlihat kontras di sini, menandakan sebagian besar orang sedang mengatakan sebuah kebohongan.

Aku menghela napas, ini mengapa aku malas pergi ke luar saat weekend kecuali untuk membeli makanan.

"Yuki, ayo sini!" Fuyumi menarikku memasuki sebuah cafe yang terlihat sangat klasik dan modern. Ada sedikit banyak pengunjung yang sedang makan dan berbincang di sini, menghabiskan waktu ditemani alunan lagu merdu.

Aku sangat menikmati suasana di kafe ini, hingga rasa itu seketika pudar saat aku mendapati sebuah warna di penglihatanku.

Biru limau.

Aku refleks menahan napasku. Warna ini... bagaimana mungkin?!

Mataku menjelajah seisi kafe, dan tertumbuk pada seorang lelaki yang sedang bernyanyi di atas panggung mini dengan gitar di tangannya. Suaranya sangat lembut sampai-sampai memanjakan siapapun untuk mendengarnya lebih lama.

Hingga dia selesai membawakan lagu, aku masih menatapnya.

Dan kamipun bertemu pandang.

***TBC***

A/N

Uhhhh, konflik kapan mulai sehh?? Lama banget ya? Dari kemarin vara pengen munculin konflik tapi malah kebanyakan basa basi :(

Ayo kalian, timpuk vara

Yaudah, liat aja nanti kapan konfliknya muncul

Tapi vara gabisa janji loh ya kalo konfliknya mulai besok hehe

Yaudah, babay! See you next time!!

Big Luv, Vara
🐣🐤🐥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro