Terlalu Banyak, Sangat Sedikit

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kau... Ringo yang itu?"

"Yang mana?"

"Yang-- oke, tidak ada gunanya membahas ini sekarang. Apa rencanamu?" Valen benar-benar mencoba untuk terdengar serius. Tapi suaranya yang melengking melewati batas wajar membuat beberapa pasang mata menatapnya seolah ia baru saja tersedak angin. Termasuk Ringo.

Valen harus menahan tangannya sekuat tenaga agar dia tidak langsung log out.

Untung saja Ringo menjawabnya. "Rencanaku?" ucapnya sembari menyeringai.

"A-apa?!" Semua orang, kecuali Ringo, mengalihkan pandangannya ke arah Thanatos. Lima naga sihir dan ratusan pisau mengitarinya dari tiap arah, dan Sahaquiel sendiri sudah mempersiapkan Skyclad Shimmer miliknya.

"Sudah dimulai."

...

Sahaquiel hampir tidak mengerti apa yang terjadi.

Dari awal pertarungan mereka, dia dan Thanatos saling membalas serangan. Sabit bertemu pedang, tinju membalas cakar, cacian dibalas tatapan. Awalnya, pertarungan mereka seimbang. Tiap serangan tepat menyerang titik lemah, tiap tangkisan melindungi seluruh tubuh dari ujung kepala sampai ujung kaki (atau ujung dagu, Thanatos tak punya kaki), dan tiap elakan membuka celah bagi kedua belah pihak untuk membalas. Namun, semakin lama mereka berdansa, semakin yakin juga Sahaquiel tentang kekuatan Thanatos.

Sang dewa kematian lebih lemah darinya.

Tidak, lebih tepatnya Summoner si dewa kematian bukan apa-apa dibandingkan Eleanor. Membandingkan seorang pendeta tolol yang sok hebat dengan seorang pemain yang sudah mencapai Level yang sangat tinggi untuk seorang pemain tidaklah adil. Sudah menjadi hukum umum di dunia ini kalau para Summon hanyalah sekian persen dari kekuatan aslinya, dan semakin kuat Summoner mereka semakin dekat para Summon dengan kemampuan mereka yang sesungguhnya. Apalagi mereka sedang bertarung di atas udara, di dalam domainnya.

Hasilnya? Hilang sudah senyum Thanatos dari wajahnya, digantikan raut yang menunjukkan kebingungan.

Tapi ekspresi yang sama juga dia pasang ketika ia melihat Thanatos membeku. Bukan hanya sang dewa kematian, semua hal disekitarnya terhenti. Eleanor dan teman-temannya, mahkluk-mahkluk yang tak ia kenal, bahkan api yang membara dan asap yang mengepul.  Semuanya berhenti seolah-olah waktu sendiri berhenti.

Waktu?

"Ini kan--"

"Time Lock. Waktu telah terhenti. Tapi entah mengapa kau masih bisa bergerak." Sahaquiel mengalihkan pandangannya menuju satu-satunya suara yang masih terdengar. Seorang pria dengan sebuah trisula berada dibawahnya, menatapnya dengan wajah datar.

"Aku adalah seorang Archangel. Aku hidup di Surga dimana waktu tidak lebih dari sekedar mainan. Tapi aku tidak menyangka bisa terlepas dari kendalinya ketika dipanggil ke dunia ini." Pria itu terlihat tidak peduli dengan penjelasan Sahaquiel dan hanya mengambil sebuah pisau dari Inventory-nya. Ia lalu melemparkannya kearah Thanatos. Pisau itu membeku tepat didekat sang dewa kematian yang tidak sadar apa yang sedang terjadi.

"[Time Line]." Ia menempelkan kelima pasang jari tangannya lalu mengarahkannya ke pisau tadi. Kemudian, ia melepaskan jarinya perlahan, dan Sahaquiel jelas melihat kalau semacam benang yang menyambungkan tiap jari yang berpasangan terbentuk. Bersamaan dengan itu, pisau yang tadinya hanya satu, memecah menjadi lima pisau yang sama.

"[Time Line]. [Time Line]. [Time Line]. [Time Line]. "

Dari 5 menjadi 25, 25 menjadi 125, dan 125 menjadi 625. Dan posisi yang tadinya hanya pada satu titik menjadi semua titik yang mungkin menyerang Thanatos. Sahaquiel menaikkan alisnya. Kemampuan mengendalikan waktu dimiliki seorang manusia? Dia sudah bertemu banyak pemain yang eksentrik dan kuat, tapi mengendalikan waktu adalah hal yang baru. Pria ini... menarik.

"[Force of Dragon]!" Setelah minum sebuah potion penambah SP, kali ini ia mengeluarkan sebuah naga sihir dengan trisulanya. Skill Ancient, yang berarti pria ini awalnya adalah seorang Wanderer biasa. Tapi tetap saja, darimana ia mendapatkan Skill pengendali waktu itu? Siapa di dunia ini yang memiliki kendali atas waktu dan bisa dicuri? Bagaimana mungkin dia bisa mencuri--

Oh.

Oh.

"Hei, kau,"

"Ya? [Time Line]."

"Apa Skill pengendali waktumu ini dari Garnet Mansion?"

"Yopeks." Sahaquiel tidak tahu kalau bahasa yang digunakannya barusan termasuk bahasa manusia atau bukan, tapi dia akan menganggapnya sebagai 'ya'. Yang berarti seorang manusia berhasil mencuri harta paling berharga vampir laknat itu.

Ha. Sariel pasti tidak terima kalah taruhan dengannya.

"Woi, malaikat. Udah enak kuhentikan waktu, bukannya siap-siap menyerang malah nengok-nengok. Naksir ya?"

Owen mendapatkan sebuah laser raksasa ke wajahnya.

...

"Waktu pun berjalan kembali." Owen menjentikkan jarinya, membuat semua pisau dan naga yang mengitari Thanatos melesat menyerangnya. Berbeda dengan tadi, kali ini dia tidak bisa menghentikan serangan Owen. Pisau-pisau itu memang hanya menembus tubuhnya yang tak terlihat, tapi naga yang terselip diantara pisau-pisau itu berhasil menggigiti tubuhnya, yang sebenarnya adalah sihir itu sendiri.

Hanya dengan Skill Owen, Thanatos sudah merasa kewalahan. Memang, faktor dirinya yang kalah melawan Sahaquiel membuat pikirannya kacau. Dan kemunculan pisau dan naga lebih cepat daripada kedipan mata adalah hal yang akan membuat siapapun terkejut.

Namun ada satu orang yang tidak terkejut selain mereka yang bisa bergerak di dunia waktu yang terhenti.

"Ayah, sekarang!" Teriak Ringo. Ayah awalnya kebingungan, tapi tak butuh lebih dari satu detik baginya untuk langsung mengikuti perintah sang White Dictator.

[EX Skill: Astral Mode]!" Suatu kabut hitam legam mengitari Ayah dan kemudian ia menghilang. Di belakang Thanatos, muncul sebuah figur yang dikenal Ringo. Bukan, bukan karena figur itu memang betulan kenalannya, tapi ia pernah melihatnya. Tubuh dari kain hitam, tangan berwarna violet, dan sebuah sabit raksasa.

Astral Phantasmagoria Shiori.

"Jadi semua Skill yang namanya ada Astral memanggil kang begal, ya?" Pikir Ringo. Mahkluk itu mengangkat sabitnya tinggi, lalu mengayunkannya dengan sekuat tenaga kearah Thanatos. Kali ini sang dewa kematian berhasil melindungi dirinya dengan sabit miliknya, tapi sayang sekali. Skill Astral tidak hanya menyerang raga.

[-25.737]

"Tch!" Kedua tangan Thanatos melepaskan sabitnya dan membiarkannya jatuh. Mahkluk panggilan Ayah pun menghilang, digantikan dengan sang pemimpin Barong Garuda sendiri yang sudah memundurkan tangannya sampai ke punggungnya. Dan dia bahkan sudah menggunakan Knuckle beracunnya.

"[Detonation]!" Tiba-tiba saja tangan Ayah menjadi berapi dan dia mengayunkan tinjunya yang membara ke wajah si dewa kematian. Tentu saja Thanatos menghindar dengan mudah, tapi seringaian Ayah membuatnya menyadari apa yang sedang terjadi. Belum sempat Thanatos bergerak, tangan Ayah mengeluarkan sebuah ledakan yang akan menerbangkan manusia manapun sejauh beberapa mil dalam kondisi mengenaskan. Tapi Thanatos bukanlah manusia, dan serangan itu hanya membuatnya tersentak.

[-1.537!]

"Beraninya kau--"

"[EX Skill: Ventus Blast]!"

"[EX Skill: Phoenix Dive]!" Trash dan Valen mengeluarkan Skill terkuat mereka kepada Thanatos. Sebuah laser besar yang tercipta dari kedua tangan Trash, sedangkan panah Valen berubah menjadi burung berapi yang terbang ke sebuah target yang sedang teralihkan. Hasilnya sudah jelas, sebuah ledakan tercipta dimana Thanatos berada.

[-2.078]
[-1.973]
[-1.980]
...
...
...

"DPS-nya gak ngotak." Ringo benar-benar bersyukur sekaligus ketakutan melihat angka yang tertera. EX Skill Ayah memiliki Damage 25 ribu lebih dalam sekali tebas, sedangkan Ventus Blast dan Phoenix Dive adalah Skill DPS yang membakar target sebanyak dua ribuan per detik. Itupun Damage-nya setelah menghitung pertahanan Thanatos, seorang Summon. Kalau dia yang terkena, yah...

Nyawanya bakal melayang puluhan kali. Untung saja dia tidak berada pada 'daftar sampah' mereka.

Dari dalam kepulan asap ledakan barusan, Thanatos terjatuh dari langit dan menabrak tanah dengan suara yang amat kuat. Peti-peti yang tersambung dengannya juga terlepas dari jubahnya. Tapi, tak butuh waktu lama baginya untuk berdiri kembali. Ringo harus jujur, dia tidak pernah melihat Summon sekuat ini ketika pemanggilnya pingsan. Thanatos harus diberi penghargaan, tapi sayang sekali ia berurusan dengan sang White Dictator.

Hasilnya tidak bakalan cantik.

"Kalian pikir... ini sanggup... mengalahkanku?!"

"Oh ya, tentu saja," kata Ringo santai sambil bergerak mendekati sang dewa kematian. Padahal, dia sendiri benar-benar tahu kalau melakukan hal ini adalah resiko yang luar biasa besar.

"Damage yang kami berikan padamu ada pada kisaran seribu plus-plus hampir dua ribu, sedangkan HP-mu ada 444.444. Mungkin agak lama, tapi serangan yang seperti ini sanggup mengalahkanmu." Thanatos mendesis pada Ringo dan dengan cepat ia bergerak kearahnya untuk menyerangnya. Tapi sang White Dictator menjentikkan jarinya, lalu menunjuk ke langit. Kebingungan, sang dewa kematian mengikuti arah yang ditunjuk, dan wajahnya langsung berubah pasrah. Dia hanya mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.

"Saha, sekarang!" Teriakan Eleanor adalah tanda kalau rencananya berhasil.

"[Skyclad Shimmer]!"

Jika laser Trash dikatakan besar, maka laser yang dikeluarkan Sahaquiel adalah laser para laser.

[-639.720!]

Ringo tersenyum puas. Ia tidak perlu melihat jumlah HP yang disembuhkan sang malaikat baginya. Ia hanya memerlukan Damage yang mengenai Thanatos dan jumlahnya lebih dari sangat cukup untuk membantai sang dewa kematian.

Pfft. Dewa kematian dibantai. Kalimat yang unik.

...

"Laser apa itu?!"

"Mengapa Dorno menyerang kita?!"

"Apa yang dilakukan Major Lindbeck disaat seperti ini?!"

Mesa harus menahan pening yang semakin kuat semakin lama dia berada di dekat warga kota Lindbeck. Dia tahu kalau Yellow Sect menyerang, tapi dia tidak tahu apa pikiran Ayah ketika sebuah pesan singkat dikirimnya kepada Guild.

'Evakuasi warga. Jangan lawan Dorno.'

Tentu saja banyak pemain yang protes. Ini adalah Chapter One dari Main Story! Ini kesempatan kita jadi pahlawan! Menyelamatkan warga bukan prioritas kami! Begitulah isi pesan yang membalas Ayah. Tidak banyak anggota Barong Garuda yang benar-benar menghargai pemimpin mereka. Mereka kebanyakan hanya masuk demi embel-embel 'Guild yang akan mengalahkan Banehollow'. Sudah berapa kali Mesa ingin menghentikan hubungan Ayah dengan ular bernama Elric Thohir itu. Tapi jawaban Ayah selalu sama, jawaban yang membuat ubannya selalu semakin banyak.

"Tenang saja, Mesa. Amannya ini."

Aman dengkulmu!

"Mesa, kau tidak apa-apa?" Tanya Rachel khawatir. Mesa hanya mengangguk lemas, membuktikan jawaban yang paling tepat sebenarnya adalah menggeleng mantap. Rachel juga mengangguk, tapi karena dia menghargai pilihan Mesa untuk tidak memberitahukan masalahnya.

Padahal mereka sudah punya banyak masalah disini.

Untung saja ada seorang pria yang membantu mereka. Meski jujur dia tidak suka pria itu.

"Zehehehe... Kalian cepat bantu mereka! Yang paling rajin dapat makanan restoran bintang lima!"

Seorang penjual budak. Membantu rakyat evakuasi. Dengan menggunakan budaknya.

Mesa tidak tahu apa otaknya masih sanggup menerima hal-hal aneh yang bakalan terjadi di dunia ini.

...

"Woi, brengsek. Bangun."

"..."

"Woi, bangun, kubilang!" Sebuah tamparan keras. Pria yang ditampar akhirnya terbangun. Matanya langsung menilik seluruh ruangan yang ditempatinya sekarang. Sebuah kamar kayu kosong yang hanya diisi sebuah toilet dan kasur. Dengan tangan yang diborgol. Tentu saja pria itu langsung meronta ketakutan melihat dua pria lain dihadapannya.

"Baiklah, Dorno Doblaine. Aku tahu kau Priest dari Yellow Sect. Aku juga tahu kalau kau cukup dipandang disana. Tapi aku tidak tahu kalau kau terlalu bodoh untuk menyerang di siang bolong ke markasku. Jawab aku, anjing dewa bodoh, siapa yang mengirimmu?" Pria yang satu lagi bertanya. Dorno, pria yang diborgol, menggeleng cepat. Bibirnya yang tak ditutup apapun menempel satu sama lain dengan cukup kuat. Kedua pria dihadapannya menghela napas bersama.

"Dengar, aku tidak peduli kepada siapa kau bersumpah. Mau kepada Sang Dewa Genesis atau raja iblis aku tetap tidak peduli. Siapa. Yang. Mengirimmu?" Dorno masih saja menggeleng. Pria yang menamparnya kali ini memunculkan sebuah pisau entah dari mana. Dorno mengenal pisau itu. Sacred Ritual Knife, pisau yang bisa digunakan untuk menyerang di dalam kota yang aman. Tapi rencananya untuk memanfaatkannya langsung kacau ketika kota berubah menjadi zona perang. Padahal Major Lindbeck sudah berjanji!

"Woi, kepala botol, dengarkan aku baik-baik pakai telingamu yang suci itu. Berikan kami jawaban yang ingin kami dengarkan, atau aku akan mengulitimu dan menggunakan hasilnya sebagai kondom anjingku. Kuberi kau satu detik untuk mengumpulkan napas."

...

"Satu. Bicara!"

...

"Major Lindbeck, aku tidak tahu apa yang kau pikirkan ketika mengubah kota Lindbeck menjadi zona merah. Bisa berikan kami penjelasan?" Valen dan Ringo kini sedang berada di sebuah mansion berlantai tiga dengan dekorasi ala Victoria yang sangat kental. Ringo masih tidak mengerti apakah pihak ZetaVirus sangat mencintai rumah abad Victoria atau bagaimana. Dia tidak bisa menyalahkan mereka sebenarnya, karena tiap ruangannya diisi sebuah meja diamond dengan emas sebagai taplak mejanya dan sebuah kandelar besar seperti yang ada di film-film kerajaan yang terbuat dari, menurut Major Lindbeck, orichalcum.

Sungguh sebuah cara untuk mendekor ruangan.

"Kau adalah anggota dari Guild yang mencoba menghentikan Benzenea, benar? Aku cukup terkejut kalian masih memiliki kekuatan tempur yang memadai." Seorang pria paruh baya dengan wajah yang sangat kaku menjawab. Rambutnya dipenuhi uban, tapi matanya memancarkan keteguhan yang tak tergoyahkan. Jasnya yang tidak disetrika menunjukkan betapa terburu-burunya dia ketika mereka berdua datang secara tak resmi ke kediamannya. Lucu, mengingat dia yang membuat Lindbeck dalam kondisi perang.

"Ya, benar. Aku adalah anggota Guild itu. Tapi kau tidak menjawab pertanyaanku."

"Panggil aku Major, wanita."

"Aku tidak punya alasan memanggil seorang pria yang membahayakan warganya dengan gelar indah seperti itu." Major Lindbeck mengangguk pelan. Melihat kondisinya yang seperti ini, dia tidak dalam posisi untuk menegaskan dominasi gelarnya.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan memberitahu kalian alasanku. Ekonomi kota Lindbeck terlalu melesat jauh dibanding kota lain."

Itu... alasan terbodoh yang pernah Ringo dengar selama hidupnya untuk membahayakan rakyat.

"Perjelas."

"Begini, sebagai seorang Major, sudah menjadi keharusan untuk menghadiri rapat yang dibuat oleh pihak Kekaisaran. Mereka yang memiliki kota berpenghasilan tinggi akan diangkat menjadi Baron dan dipindahtugaskan. Aku, kawan, terlalu mencintai kota ini."

"Dan aku, kawan, menganggap alasanmu terlalu sampah untuk membahayakan seluruh rakyatmu," kata Ringo. Valen mengangguk setuju dengan orang yang mendampinginya, membuat si Major hanya mengangguk lelah.

"Itu salah satu alasanku. Satu lagi adalah sebuah fakta yang aku sendiri tidak bisa percaya ketika mendengarnya." Kali ini Ringo merasa tidak nyaman. Pria ini sudah tua. Berarti ada banyak hal yang sudah dia dengar di dunia sihir gila ini. Jika dia berani membahayakan rakyatnya hanya demi sebuah hal yang dia sendiri tidak percaya, maka kemungkinannya hanya pria tua ini sudah pikun atau hal yang tidak dipercayainya ini terlalu berbahaya.

Dengan adanya Main Story Chapter One, dia lebih percaya yang kedua.

"Apa itu?"

"Seven Star Spirits sudah bangkit karena The Black Sect."

...

[Main Story Part 1: Chapter One, Purgation of the Black

Deskripsi:

Di seluruh dunia, semua cabang The Yellow Sect menyerang kota yang memiliki jejak-jejak The Black Sect! Mereka menyerang yang tua dan yang muda, pria dan wanita, sakit maupun sehat, tanpa ada ampun! Sementara itu, The Black Sect sendiri sedang merencanakan suatu hal yang misterius. Tidak ada yang tahu apa rencana mereka. Setiap pemain diberikan waktu 24 jam dari sekarang untuk mengubah Sect-nya, dan akan diberikan misi sesuai Sect yang dipilih.]

"Jadi ini misi yang diterima para petualang pemain, ya." Seseorang yang terlihat seperti gadis dalam masa pubertas berkata dari dalam bathtub-nya. Dia berada di sebuah kamar mandi sederhana; sebuah ruangan yang cukup kecil dan hanya berisi bathtub yang digunakannya, sebuah toilet, dan juga wastafel dengan cermin. Dihadapannya, ada sebuah notifikasi yang cukup familiar. Orang itu pun bersiul, lalu menceburkan tubuhnya.

"Buah!!! Puas banget~~" Dia tersenyum lebar bagai merasakan surga. Ketika dia ingin melanjutkan proses higienitasnya, pintu ruangan itu, yang tepat menghadap bathtub, terbuka lebar. Seorang pria dengan wajah 'cantik' dan rambut emo terlihat tanpa busana, menunjukkan tubuhnya yang cukup berotot lengkap dengan perut yang tercetak. Jika biasanya wanita akan berteriak apabila pria masuk ketika mereka sedang mandi seperti itu, gadis ini malah tersenyum lebar.

"Bangsat. Kau sedang mandi rupanya."

"Ah, kak Thanatos! Sini mandi bareng, yuk!"

"B-bego! Mana mungkin!" Thanatos langsung menutup pintu kamar mandi itu. Si gadis, yang ternyata jelas bukan manusia dari caranya memanggil Thanatos, hanya tertawa lepas. Tidak biasanya kak Thanatos mandi, jadi enak sekali menggodanya seperti itu.

"Hei," panggil Thanatos dari balik pintu.

"Iya, kak?"

"Panggil Star Spirit yang lain. Aku punya tugas untuk kalian."

"Eh~~ Tapi aku sedang mandi~~"

"A-aku akan mandi bersamamu."

"Oke! Aku langsung berangkat!"

...

AN: 10k pembaca. Padahal aku tidak tahu apakah ceritaku layak dibaca atau tidak. Tapi tetap saja, HAPPY 10K READER BOI!

Oke, aku ada pertanyaan. Sejauh cerita ini berjalan, sedikit sekali hal yang menegaskan kalau mereka ini sedang bermain game, seperti Damage, HP, dan semacamnya. Berbeda dengan beberapa cerita MMO lain yang kubaca (contohnya, Heretic Chef). Jadi, apakah aku harus menambah Damage Indicator ketika bertarung atau tidak? Well, iya atau tidak, bakalan tetap jalan, kok.

Jangan lupa vote, comment, dan krisarnya ya. Let your heart burn your way in Wyburn Online.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro