Bab 27

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Park Jisung, orang yang mengaku sebagai kakaknya Jinyoung—mantan kekasih Sohyun—rupanya juga seorang reinkarnasi, sama sepertiku. Memang awalnya aku berpikir cuma aku yang mengalami kejadian aneh ini. Tapi, Park Jisung bilang, proses penghidupan kembali roh-roh yang sudah mati telah menjadi sebuah siklus yang berjalan selama manusia ada. Dan entah, kami reinkarnasi yang ke berapa.

Namun, tak semua roh bisa dihidupkan kembali. Tuhan lah yang memilih, siapa yang layak diberi kesempatan untuk hidup. Jisung menyebutnya sebagai "Hukum Barter". Hanya saja, bukan barang yang ditukarkan, melainkan nyawa. Ada dua kondisi di mana hukum ini bisa terjadi. Pertama, ada pihak A yang selanjutnya disebut dengan "sinner",  terdiri dari orang-orang yang meninggal dalam keadaan berdosa, yang secara batin telah menjalin kontrak dengan Tuhan untuk menukarkan nyawanya dengan pembalasan atas ketidakadilan yang mereka dapatkan di dunia. Kedua, ada pihak B, yang selanjutnya disebut dengan "suffer", terdiri dari orang-orang yang meninggal dalam keadaan menderita, terkhianati, dan menperoleh takdir buruk. Mereka adalah golongan roh yang layak untuk dihidupkan kembali. Dengan begitu—dalam kasus ini—aku adalah pihak B sementara Kim Sohyun adalah pihak A.

Kim Sohyun meninggal karena ia bunuh diri. Meskipun didorong oleh hasutan Jisoo, namun tetap saja, Sohyun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan loncat dari lantai lima. Di saat bersamaan, aku meninggal setelah dikhianati oleh calon suamiku—Seokjin. Hal yang sama menimpa Park Jisung. Pria itu memperoleh takdir buruk setelah menyelamatkan seorang anak kecil yang hampir tewas kecelakaan. Di saat bersamaan, Park Jimin, yang kala itu merupakan murid sekolah menengah atas meninggal bunuh diri atas kasus perundungan dan korban kekerasan orang tua. Para suffer dihidupkan dengan tujuan utama untuk menyelesaikan masalah dari sinner. Sebagai imbalan, maka mereka akan mendapatkan kehidupan dan nyawa dari orang-orang yang tubuhnya mereka tempati. Dengan begitu, tugasku adalah mendapatkan keadilan untuk Sohyun dan tugas Jisung adalah mendapatkan keadilan untuk Jimin.

Lalu, bagaimana apabila tugas yang kami emban terselesaikan? Jisung, merupakan satu-satunya orang yang aku ketahui telah berhasil menyelesaikan tugasnya. Ia sendiri yang menceritakan segalanya, mulai dari pertama kali ia dibangkitkan di tubuh Jimin hingga terselesaikannya urusan yang menyangkut kasus perundungan dan kekerasan yang Jimin alami.

"Sebenarnya, aku tidak boleh mengungkap siapa identitas asliku. Karena, itulah salah satu persyaratan kontrak yang harus diikuti. Jika aku melanggar, maka akan ada sanksi berat yang aku dapatkan."

Penjelasan Jisung saat itu berhasil membuatku gemetar ketakutan. Bukankah Jisung telah memberitahukan masa lalunya padaku? Lalu, apa yang akan terjadi padanya nanti? Ini salahku! Aku mengusik kepentingan Jisung, aku yang secara tidak langsung memaksanya untuk menguak identitas lamanya.

"Kau tidak salah. Aku lah yang mendekatimu lebih dulu. Aku yang ikut campur dalam kepentinganmu. Maaf, karena sejak mengetahui kematian adikku, aku tak bisa tinggal diam begitu saja. Setelah urusanku dengan masalah Jimin selesai, aku berniat untuk membalaskan dendam Jinyoung. Aku ingin menghukum seseorang yang menjadi penyebab kematiannya.

Akhirnya, setelah mengumpulkan semua persiapan, aku menciptakan identitas palsu sebagai dokter kejiwaan. Kudengar, seseorang bernama Kim Sohyun adalah alasan di balik kematian adikku. Selama bertahun-tahun pula, aku mengamatimu. Mencari cara untuk lebih dekat denganmu. Hingga suatu ketika, aku memperkenalkan diri pada wanita itu. Dengan dalih ingin menyembuhkan mentalmu yang katanya terganggu gara-gara kematian Jinyoung, aku menawarkan diri untuk menjadi psikiater pribadimu.

Namun, semua semakin janggal ketika Jisoo memintaku untuk memanipulasi ingatanmu. Menanamkan pemikiran bahwa Jisoo adalah sosok kakak yang baik. Membuatmu terus mengingat penyesalan dan kesedihan yang kau alami di masa lalu hingga rasanya kau tertekan dan kehilangan logika. Tanpa sadar, aku telah membuat depresimu semakin parah. Itu terjadi sebelum kau ditemukan kritis setelah mencoba untuk bunuh diri.

Beberapa bulan berlalu, Jisoo menghubungiku lagi. Ia bilang, ia butuh bantuanku. Kali ini, untuk menghapus semua ingatanmu dengan alasan agar kau terbebas dari penderitaan dan kenangan buruk dari masa lalu. Tetapi, aku sadar. Aku menjadi dokter spesialis kejiwaan bukan tanpa alasan. Aku tahu, ada yang tidak beres dengan Kim Jisoo. Jelas-jelas, wanita itu menyembunyikan sesuatu. Ia ingin menghapus ingatan terpenting dari kepalamu, yang aku yakin. Itu ada sangkut pautnya dengan kematian Jinyoung. Dengan tanda dan gejala yang aku amati darinya, aku yakin, wanita itu mengalami Histrionic personality disorder (HPD). Suatu kondisi di mana seseorang selalu ingin menjadi pusat perhatian, melakukan berbagai cara untuk mendapatkan simpati orang lian, dan ditandai dengan sifatnya yang manipulatif. Ia mungkin terlihat baik di mata publik, karena ia menciptakan image yang demikian. Tetapi bagiku, yang sudah ahli dalam hal medis kejiwaan, itu sama sekali tidak normal.

Maka, untuk memperbaiki kesalahanku, aku sengaja menggunggah kembali ingatan masa lalumu. Itulah yang menyebabkanmu selalu bermimpi buruk. Aku sengaja melakukannya untuk memancing kembali ingatanmu yang sempat terhapus. Hingga kemudian, kau—Yooseul—secara tak sengaja mengungkap cerita hidupmu yang dulu."

Penjelasan Jisung yang panjang lebar, terngiang-ngiang di kepalaku. Aku tidak bisa tidur dibuatnya. Semuanya begitu rumit dan perlu dicerna satu-satu sampai aku paham. Tetapi kurang-lebih aku dapat menangkap intinya. Ya, selama ini Jisung muncul dalam wujud Jimin ke kehidupan Sohyun adalah semata-mata untuk membalas dendam atas kematian adiknya—Park Jinyoung. Ia pikir, Sohyun lah penyebab kematian Jinyoung. Namun kemudian, ia menyadari keanehan dalam diri Jisoo dan itu membuatnya menarik kesimpulan yang baru. Bahwa Jisoo lah dalang di balik kematian Jinyoung.

Sebenarnya bukan salah Jisoo sampai-sampai ia harus melakukan trik-trik manipulatifnya selama ini. Tetapi, lingkungan keluarga dan sosial Jisoo yang mendiskriminasinya lah yang membuatnya bertindak sejauh ini, bahkan sampai mencelakakan orang lain demi menjatuhkan Sohyun—sosok adik yang ia pandang sebagai musuh. Bagaimana caraku menyelesaikan masalah ini?

"Sayang, kau belum tidur? Apa yang kau pikirkan?"

"Hm?"

Mendengar Taehyung memanggilku dengan nama itu, aku semakin merasa bersalah. Jelas-jelas aku Yoon Yooseul, bukan Kim Sohyun. Lalu, sebenarnya mana wanita yang ia sukai? Pertanyaan itu giliran berputar di kepalaku.

"Kau yakin dengan pernikahan ulang kita?"

"Kenapa kau menanyakan itu lagi? Kau tidak suka rencanaku? Kau mau hidup sembunyi-sembunyi seperti ini terus? Aku kan juga mau kita mesra-mesraan di depan orang lain."

Taehyung merangkul tubuhku, memelukku dari belakang. Malam semakin larut, tapi otakku panas memikirkan banyak hal. Termasuk, masa depanku sebagai Yooseul.

"Katakan, apa yang kau sukai dariku, Taehyung?"

"Hm, apa ya?"

"Apa dari awal kita menikah, kau menyukaiku?"

"Em ... mungkin?"

Mungkin? Cukup dengan satu kata itu, pendirianku hancur. Kalau begini aku tidak sanggup hidup bersamanya. Jika Taehyung menyukai Sohyun sejak awal, maka sama saja aku menyakiti perasaannya. Mengkhianati pria itu karena yang akan ia nikahi ulang bukanlah Sohyun yang asli, melainkan aku, si palsu. Kenyataan bahwa aku tak diizinkan dan pantang menyebutkan identitas asliku semakin membuatku tertekan. Aku memang ingin hidup, tapi apa gunanya jika aku hidup dan melanjutkan kehidupan orang lain? Sementara, aku punya duniaku sendiri yang sesungguhnya masih bisa kujalani. Aku merasa benar-benar jahat pada Taehyung.

Tuhan, mengapa harus aku yang berada di tubuh ini? Jika saja kau menghidupkanku di tubuh anak yatim piatu, aku dengan senang hati menerimanya. Karena aku terbiasa hidup mandiri dan tanpa orang tua. Meskipun harus dalam keadaan susah, itu lebih baik daripada mendapatkan hidup orang lain yang memiliki kekayaan dan juga cinta. Aku merasa berdosa telah merenggut segalanya dari Sohyun.

***

Dokumen untuk mengadopsi Hamin hampir selesai disiapkan. Setelah itu berhasil kudapatkan, maka Hamin resmi menjadi putraku. Tentu saja aku senang. Aku dapat tinggal bersama adik sepupuku yang selalu ingin kujaga. Membahagiakannya, memberinya hidup yang layak. Bahkan, kini ia mendapatkan sosok ayah yang sangat menyayanginya dengan tulus. Aku menyerah memikirkan bagaimana nasibku sebagai Yooseul ke depannya. Semua terlalu datang tiba-tiba. Aku yang tidak tahu apa-apa, mengalami kejadiaan di luar nalar yang selama ini masih belum cukup kumengerti.

Sepulangnya dari pengadilan, tiba-tiba aku mendapat pesan dari Kak Jisoo. Membaca pesan itu, membuat tanganku lemas. Entah mengapa, aku curiga ada sesuatu di baliknya. Ia menyuruhku datang ke apartemennya malam ini!

Haruskah aku datang?

Setelah melalui pertimbangan panjang, aku memutuskan untuk memenuhi undangannya untuk datang ke apartemen. Apsan Hill Apartement, kamar nomor 108. Jantungku berhenti berdetak kala mengetahui nomor kamar milik Kak Jisoo. Tolong katakan, ini hanya mimpi! Tidak mungkin! Bukankah apartemen itu adalah apartemen di mana Seokjin berselingkuh dengan wanita lain?

Apa jangan-jangan, Jisoo adalah wanita yang bersama Jin malam itu?

Jika iya, takdirku memanglah buruk. Bagaimana semua hal yang menimpaku berhubungan dengan wanita ini?

Aku menekan bel apartemen Kak Jisoo dengan tangan yang tremor. Aku sampai berbohong kepada Taehyung kalau malam ini aku menginap di rumah Nyonya Dalhee bersama Hamin. Sebab aku tahu, jika aku bilang datang ke mari, ia akan mencegahku dan melarangku mati-matian.

Tepat setelah bel ketiga kubunyikan, pintu apartemen itu terbuka. Penampakan Kak Jisoo yang tersenyum misterius langsung menyambutku. Sungguh, kejadian ini membuatku flashback pada hari di mana aku memergoki Jin berselingkuh. Hatiku terasa nyeri.

"Sudah sampai? Masuklah. Aku ingin memberimu sesuatu."

"B–baik."

Peletakkan barang-barang—meja dan kursi—di tempat ini jelas-jelas sama persis seperti yang kulihat terakhir kali. Mengingatnya, membuat kebencianku semakin membara. Jika benar wanita ini, maka, aku tidak akan tinggal diam membiarkannya hidup di atas penderitaan orang lain. Baik itu di atas penderitaanku, maupun Sohyun. Dasar wanita tidak punya hati!

"Ada apa Kakak ingin bertemu denganku?" tanyaku dengan nada datar. Aku sudah berusaha menahan kemarahanku, aku mencoba tersenyum tapi tidak bisa.

Kak Jisoo menyeringai. Sementara aku duduk, ia tetap berdiri. Melangkahkan kakinya mengitari tubuhku. Lalu, berhenti tepat di belakangku. Ia mengulurkan tangannya, dan di telapak tangan itu terdapat sesuatu.

"Ini apa, Adikku?" tanyanya retorik. "Kau mencoba memata-matai kakakmu selama ini?" bisiknya dengan suara yang sangat menyeramkan dengan sebelah tangannya merangkul pundakku.

Perasaanku tidak enak.

***

Tbc

Alasan kenapa aku pake visual Jisoo di sini:

Pertama, dia wajahnya polos banget. Kedua, dia cantik. Jadi, kalo digabungin, sesuai sama karakter kakaknya Sohyun yang manipulatif. Orang-orang mikir dia lemah lembut dan innocent di luar, tapi di dalam, sebenarnya dia lebih kejam dari apa yang mereka bayangkan.

Jadi, Jisoo memanfaatkan wajahnya yang kelihatan polos untuk mengelabuhi orang-orang. Mendapatkan perhatian dan pujian dari mereka. Dengan begitu, Jisoo akan lebih mudah menyetir stigma orang-orang terdekatnya terhadap Sohyun. Dan ia yang akan menggantikan posisi Sohyun, yang dikenal baik dan berbakat di lingkungan keluarga serta sosialnya.

Demikian, the end :)

Kalau diliat-liat, kayaknya nggak butuh lama-lama lagi, cerita ini bakal end. Stay tuned ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro