Dalapan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Negara jajahan mereka kala itu mulai melakukan gerakan-gerakan memperjuangkan kemerdekaannya, ditambah memanasnya Perang Pasifik, memaksa keluarga Helord untuk kembali ke negara asalnya. Bagi Charles Helord, berat rasanya untuk meninggalkan tanah tempatnya lahir. Selain itu, ia cukup antusias mempelajari kehidupan rakyat pribumi, terutama dari sebuah keluarga pribumi yang bekerja kepada mereka di rumah.

Selain bahasa Belanda dan Inggris, dari mereka, Charles cukup mahir berbahasa Sunda dan Indonesia, ia juga mempunyai beberapa teman pribumi lainnya, mengingat sekolah Belanda saat itu diisi oleh anak-anak yang berlagak berkuasa dan Charles tidak nyaman dengan itu. Salah satu kawan terdekatnya adalah Tatang, anak dari keluarga pribumi yang bekerja untuknya.

Dan setelah tujuh tahun lamanya, ia bertemu kambali.

"Kang Menir?"

Charles terkejut kawannya dulu masih mengenalnya, ia bernapas lega. Tetapi, tangannya masih terangkat memegang granat, untuk jaga-jaga. Pemuda di depannya juga belum menurunkan senapannya, padahal pelurunya sudah habis.

"Keneh kenal abdi?" (Masih kenal saya?) Tentara Sekutu itu berpikir keras memikirkan kosakata Bahasa Sunda yang masih diingat. Pasalnya, tujuh tahun tidak menerapkan bahasa itu membuat pengucapannya sekarang terbelit. Semoga saja Tatang mengerti apa yang dia ucapkan.

"Ini, teh, Kang Menir asli?" Charles mengangguk. Tatang masih menatap tidak percaya ke arahnya. Sepertinya perubahan yang cukup besar terjadi di antara mereka. Kendati demikian, Charles masih mengingat bekas luka khas yang dimiliki Tatang di mulutnya. Itu yang membuat Charles yakin pemuda di depannya adalah pemuda yang sama tujuh tahun lalu.

Rasa nyeri di atas mata kembali muncul. Charles, dengan satu tangan masih memegang granat, mencoba merapihkan perban yang hampir terlepas dari kepalanya. Dia belum bisa mengambil resiko untuk mengembalikan granatnya. Maksudnya, mereka kini berada di dua kubu yang saling bermusuhan.

"Ka—"

Suara rentetan tembakan menginterupsi percakapan mereka. Keduanya refleks menoleh ke arah luar. Pesawat bantuan untuk Tentara AFNEI tiba, bisingnya mesin burung besi itu mengawali berbaliknya keadaan pertempuran, membuat Ekstremis Indonesia terdesak hebat.

Tatang beranjak pergi dari tempatnya, setelah ia ... mengisi peluru senapannya? Charles pikir ia benar-benar kehabisan amunisi sebelumnya. Bisa saja Tatang menembaknya sewaktu-waktu ada kesempatan barusan.

"Abdi mios tiheula."

(Saya pergi dulu.)

...

Seingat Charles, sejak kedatangan mereka September akhir tahun lalu, Allied Forces Netherlands East Indies sejatinya bertujuan untuk melucuti senjata perang Tentara Nippon, dan membebaskan warga-warga asing yang ditahan di dalam kamp interniran oleh Nippon. Terutama di daerah Bandung.

Sekarang dirinya terbaring di atas kasurnya. Menatap langit-langit barak dalam kesunyian. Bulan sudah naik tinggi, seharusnya Charles segera tidur, jika saja rasa nyeri di dahinya tidak membuatnya terjaga. Markasnya ini pernah diserang juga oleh para Ekstremis. Tidak sampai hancur lebur memang, hanya porak-poranda di sebagian besar ruangan. Penyerangan itu tentu saja sebagai salah satu bentuk ketidakterimaan kedatangan Tentara Sekutu di Indonesia.

Malam itu suara gaduh dari depan markas membuat suasana barak yang sunyi menjadi ramai seketika.

"Wat is er gebeurd?" (Apa yang terjadi?) Charles, dan juga Tentara lain terbangun dari tidurnya.

"Een groep extremisten viel de basis aan!" (Sekelompok Ekstremis menyerang markas!) Lalu mereka serentak memakai seragam dan membawa senjata masing-masing menuju area yang diserang. Suara tembakan saling bersahut-sahutan, juga dinamit yang dilemparkan para ekstremis membuat keadaan Tentara Sekutu terdesak. Sialnya, tank dan mobil lapis baja saat itu sedang dipakai pasukan lain untuk pertempuran di tempat berbeda.

Sekitar tiga jam berselang, akhirnya pihak Indonesia berangsur-angsur mundur ketika bala bantuan datang dari markas Sekutu lainnya. Tentara yang terluka segera diurus oleh bagian palang merah. Bagian bangunan yang rusak direnovasi. Charles sendiri, beruntungnya, tidak mengalami luka fatal.

...

Minggu demi minggu berlalu, begitu juga peristiwa yang mengiringinya. Sudah memasuki tahun 1946, tetapi panasnya pihak Sekutu dan Indonesia tak kunjung selesai. Seperti, pengeboman markas pejuang di Cicadas, serangan gedung Radio Republik Indonesia di Tegallega, juga bombardemen antara kedua pihak setelahnya, yang mana melahirkan ultimatum kedua dari pihak Sekutu.

Sekali lagi, beruntungnya setelah melewati peristiwa menegangkan itu, tuhan masih memberikan Charles kesempatan hidup.

Pria itu, dan juga sekelompok Tentara Inggris lainnya, ditugaskan berjaga di sini, di gudang mesiu milik Sekutu. Mengingat penyerangan pendudukan Sekutu dan asrama-asrama militer oleh pihak Indonesia, gudang yang menjadi salah satu tempat penting jangan sampai ikut diserang oleh mereka.

Bulan belum sepenuhnya naik, suasana di sekitar terasa tegang. Charles sekarang melakukan patroli di sekitar gudang. Matanya menangkap rona merah yang perlahan menaiki langit malam, juga dentuman samar entah dari mana. Jika ia bisa mengulang waktu, maka Charles memilih untuk tetap tinggal di negeri asalnya. Melanjutkan pendidikan politiknya daripada bergabung dengan kemiliteran.

Maksudnya, Charles tentu saja tidak mau mati. Bahkan dengan embel-embel imbalan beribu-ribu gulden, dan penghormatan besar sebagai pembela bangsanya. Apa artinya semua itu ketika tubuhnya sudah berlubang di sana sini? Atau ketika anggota tubuhnya sudah berceceran di tanah dan tergantung di pohon? Ya, kesia-siaan.

Ah, waktu berpatroli Charles sudah habis. Saatnya ia untuk kembali berjaga di pos penjagaan. Jadi pria itu berjalan menuju tempat kecil di bagian atas gudang ketika suara tembakan, dari arah luar terdengar. Ia segera berlari menuju asal suara, bersembunyi di balik dinding yang ada. Tampaknya sekelompok pejuang menyerang tempatnya berjaga.

'DOR! DOR!'

"Beveilig ook de achterste schuur!!!"

(Amankan gudang bagian belakang juga!!!)

"Kijk uit aan de linkerkant—Akh!"
(Awas di bagian sana—Akh!)

Tembakan saling bersahut-sahutan, diiringi dengan peluru yang berjatuhan. Semua tentara tengah berkutat dengan serangan pejuang dari depan gudang. Paha Charles tertembak, beruntung tidak tepat di bagian fatal sepertinya. Kini ia bergerak menuju gudang bagian belakang lewat jalur luar, karena area gudang bagian belakang nampaknya terlupakan, juga menemukan tempat untuk menahan lukanya. Ia meraskaan bahwa keberuntungan hidupnya akan habis.

Kakinya bergerak sedikit pincang, tangannya selalu memegang erat senapan, dan deru napasnya yang tidak beraturan. Karena saking banyaknya yang Charles pikirkan saat ini membuat kepalanya pusing. Ia tidak tahu strategi apa yang akan dilakukan setelahnya, atau persentase peluang yang dimilikinya saat ini. Yang jelas, ia hanya ingin menghindari area pertempuran sejauh mungkin.

"HFF??!"

























tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro