Tujuh: Charles namanya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Senja hari yang mendung, awan gelap tampak memenuhi langit Bandung, menjatuhkan butiran-butiran kecil hujan.

Pemuda itu lebih senang diam-diam menghabiskan waktunya bersama seorang jongos kecil yang bekerja di markas daripada berinteraksi dengan sesama rekan tentaranya. Charles terkadang memberikan kudapan kecil kepada bocah itu, mengingat makanan yang selalu diberi kepada para pekerja terlihat menyedihkan, jadi ia sesekali menyempatkan dirinya untuk membeli sesuatu sepulang berpatroli. Charles bahkan pernah membagikan sedikit gulden kepadanya.

Di kalangan tentara lainnya, bocah itu memang sering berkeliaran di sekitar markas. Mengambil seragam atau sepatu-sepatu yang kotor, lalu mengembalikannya dalam keadaan bersih. Namun, sepertinya tidak ada yang mengganggap bocah itu lebih dari seorang jongos kecil, kecuali Charles. Ia bahkan tidak lama ini mengenalkan tiap ruangan-ruangan di dalam markas.

Karena dari bocah itu, ia teringat akan seseorang di tujuh tahun yang lalu.

"A' Tentara, ini Ajang ambil, ya, bajunya." Charles yang terduduk di atas kasur menoleh ke arah pintu. Bocah itu datang mengambil seragamnya dan juga seragam tentara lain. Kamar tidur kini hanya diisi oleh mereka.

"Iya, terima kasih." Bocah itu lantas keluar, Charles lanjut melakukan aktivitasnya.

Pemuda itu kini mulai mengurus luka tembak di lengannya yang masih memberikan rasa nyeri yang hebat bekas pertempuran terakhir kali. Charles akan menambahkan lilitan perban baru di situ. Kata bagian palang merah, harus rajin diganti agar luka tidak semakin parah.

"Dammit." Charles berusaha menahan nyeri, arah pandangannya berpindah ke radio di sudut barak. Mungkin dengan itu ia bisa melupakan rasa sakit di lengannya. Jadi Charles menyalakan benda kotak itu, sebagian besar beritanya hanya berisi propaganda-propaganda yang dilakukan Sekutu, agar penduduk Indonesia menganggap Sekutu sebagai Pasukan Perdamaian.

Sesuatu seperti meyakinkan bahwa aspirasi gerakan nasionalis di Indonesia hanya bisa diterima dalam kerangka rencana Belanda, bukan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.

Bahkan terdapat surat kabar Sekutu yang terbit di Batavia, mengilustrasikan Sekutu dalam pertempurannya dengan Ekstremis Indonesia, sebagai gerakan patriotis, usaha penyelamatan perempuan serta anak-anak, dan lain sebagainya.

Sedikit informasi, kenapa Charles menjadi tentara, dia memang terjun ke dunia kemiliteran untuk turut berperan dalam Perang Pasifik, tidak tahu kalau ternyata akan ditugaskan juga untuk membantu NICA duduk kembali di Indonesia. Ya ... jika bukan karena pendidikan kedua orang tuanya dan pengalaman 15 tahun hidup di negeri ini, mungkin Charles hanya menjadi sebatas Tentara Inggris yang termakan doktrin atasannya.

Alis Charles seketika mengerut, berita terbaru yang disiarkan radio kali ini menarik minatnya. Berita tentang Sungai Cikapundung yang meluap.

...

Desingan beberapa mobil berlapis baja mengiringi jadwal patroli kali ini. Sekitar satu kompi, yang terdapat Charles di dalamnya, memutari daerah di sekitar markas. Cuacanya masih gerimis, tangan Charles yang tidak memegang senapan mengeratkan posisi topinya. Bandung yang dingin.

Berita banjir tadi sepertinya cukup gawat. Ya, lokasi markas di dekat sungai memang, tetapi puji tuhan tidak terkena arus air bah. Selain ratusan rumah yang tenggelam, sebagian besar korban dikabarkan terdiri dari perempuan dan anak-anak.

Tetesan hujan jatuh tepat di pipi Charles, menyadarkan pria 23 tahun itu dari lamunannya.

"Zie de inboorlingen daar!!!"

(Lihat pribumi di sana!!!)

Mobil pun berhenti di dekat suatu perkampungan rakyat, semua tentara di atasnya lantas melihat ke arah yang dituju. Sekelompok pribumi, ada juga yang terlihat bersenjata, berbondong-bondong berjalan di ke arah markas. Jumlahnya sangat banyak, sampai-sampai---

"Het is een extremistische groep!!" (Itu adalah kelompok Ekstremis!!) ucapan sang komandan kompi membuat semua anak buahnya melakukan posisi siaga. Mereka turun dari atas mobil, mengarahkan tiap moncong senapan yang mereka ke arah kelompok besar itu, membentuk barisan, menunggu komando setelahnya, termasuk Charles.

"Klaar, klaar, SCHIET!"

Di saat itulah, di antara kerumunan yang mulai panik melihat sejumlah Tentara Sekutu menembakkan senjatanya ke arah mereka, Charles menyadari sesuatu, dan ia menyesali perbuatannya.

...

Setelah penembakan tersebut, pertarungan antara Ektremis Indonesia dan Pasukan Sekutu terjadi silih berganti. Markas sempat diserang, yang membuat Panglima Sekutu marah besar hingga mengeluarkan sebuah ultimatum kepada Bandung.

Tak lama setelah ultimatum itu keluar, terjadi perundingan antara pihak Sekutu dengan Menteri Pertahanan Indonesia, sepakat bahwa hanya pasukan-pasukan bersenjata saja yang harus keluar dari Bandung Utara. Perundingan keduanya juga. Perang akan dilakukan Sekutu ketika mereka kuat, dan diplomasi bila keadaan terdesak. Agar mendapat kesempatan untuk memperbaiki keadaan.

Dan benar saja, peletakkan Pasukan Sekutu terjadi hari itu juga, melalui udara maupun darat. Kegiatan lewat udara berlangsung lancar, sekitar empat pesawat selama dua hari melakukan 12 kali angkut, dan di sekitar tempat landasan sudah dijaga ketat oleh Tentara Inggris.

Sedangkan lewat darat, sejumlah 1 batalion Pasukan Sekutu yang bergerak dari Batavia ke Bandung menerima perlawanan yang menyebabkan kerugian dan keterlambatan sampai tujuan. Lalu, saat kekuatan sudah tersusun kembali, Sekutu membalas penghadangan yang dilakukan rakyat terhadap konvoi waktu itu. Pertempuran sekali lagi kembali berkobar di Bandung.

...

Pagi yang indah. Langit pagi yang dihiasi oleh awan dan rona merah matahari. Keadaan sejuk Kota Bandung dengan orang-orangnya yang siap memulai aktivitas hari ini. Ya ... semuanya itu mungkin terjadi jika saja Sekutu tidak melancarkan serangan fajar untuk membebaskan tawanan kamp interniran yang berada di sekitar Ciateul dan Lengkong Tengah.

Muntahan peluru telah banyak mendarat di area target, aksi saling tembak terjadi antara para Ekstremis Indonesia dan Pasukan Sekutu. Tiga tank Pasukan Sekutu maju, dengan unggul merobohkan tiap rintangan di depannya. Serangan dari udara juga direncanakan akan didatangkan. Kini Sekutu akan mendatangi daerah Lengkong Besar.

Charles termasuk dari tentara yang maju dengan kakinya. Ia kini bersembunyi di balik sebuah gedung kosong, sedikit jauh dari area pertempuran utama, mengisi kembali peluru senapannya. Darah juga bercucuran turun dari dahinya. Jika saja ia tadi lebih fokus, sebuah bongkahan batu kasar tidak akan mendarat tepat di atas matanya. Sekarang salah satu penglihatannya terganggu.

Apakah Charles sudah menembaki para Ekstremis? Ya, tentu saja. Lalu rasa penyesalan yang saat itu? Dia tidak bisa berbuat banyak. Sebagai tentara, mematuhi komando atasan adalah prinsip dasar. Bahkan orang yang awam pun tahu.

Topi yang melindungi kepalanya terlepas. Begitu sebuah peluru—yang sepertinya meleset—disadarinya, Charles otomatis merunduk, lalu memasuki gedung kosong di sampingnya. Tidak sempat melihat penembaknya.

Napas tersengal, hatinya diliputi rasa panik. Tidak masalah jika kaki atau tangannya tertembak, tetapi ketika menyangkut tentang penglihatan, maka semua hal tentang rela mati demi Sekutu akan menguap begitu saja. Akh, persetan dengan pertempuran ini, yang menjadi prioritasnya sekarang adalah nyawanya sendiri.

Saat tengah membalut luka di dahinya, sebuah langkah terdengar dari balik tempat Charles bersender. Pria itu lantas menahan napas, membiarkan perban yang belum sepenuhnya rapih melilit, langsung memasang posisi siaga dengan pistol dari pinggangnya. Langkah itu semakin jelas terdengar.

'DOR!'

Dengan insting yang cepat, pemilik langkah kaki itu memiringkan kepalanya. Charles hendak mengeluarkan tembakan kedua namun pistolnya terlempar, pemuda pribumi di depannya melayangkan senapannya mengenai lengan Charles. Dengan respon yang cepat pula, Charles menepis moncong senjata yang terarah kepadanya. Sepersekian detik setelahnya tembakan sia-sia mengenai atap bangunan.

Charles lantas memeluk badan pemuda itu dan membantingnya dengan mudah. Senapan di genggamannya terlepas. Sebelum ia sempat meraihnya kembali, sepatu Charles sudah menginjak salah satu pergelangan tangannya dengan kuat, lalu ia menarik sebilah pisau lipat dari pinggangnya, mengarahkan langsung ujungnya ke tenggorokan pemuda di bawahnya.

Terjadi adu tahan-tahanan antara kedua pihak, namun, sepertinya akan dimenangkan oleh Charles. Wajah Ekstremis ini penuh keringat, matanya menatap marah ke arah Charles, kedua tangan kurusnya mati-matian menahan dorongan pisau ke arah lehernya. Lalu, seakan mendapat jentikan di depan wajah, alis Charles terangkat.

"Tatang?"

Waktu terasa berhenti, keduanya terdiam dengan masing-masing keterkejutan. Tetapi salah satu pihak lebih cepat mendapakan kembali fokusnya. Pemuda itu meludah, tepat mengenai mata Charles yang masih bisa melihat jelas. Kegoyahan ini lantas dimanfaatkan sang ekstremis untuk membalikkan keadaan.

Dia mencakar wajah Charles lalu mendorong badannya dengan kakinya hingga terhempas ke belakang. Tangannya menyambar cepat senapan di sampingnya, dan pada saat itu, Charles pasti akan tertembak.

".... Hah?!"

Rasa nyeri yang siap ia terima tidak muncul. Charles membuka kedua matanya, terpampang raut kebingungan dari pemuda di depannya, menyadari senapan yang ada di tangannya kehabisan peluru. Kesempatan emas ini dipakai Charles untuk mengeluarkan granatnya. Daripada mengambil pistolnya kembali, mengancam akan menggunakan granat dirasa lebih berguna, dan lebih cepat. Pemuda itu memang tidak sekuat Charles, tetapi gerakannya sangat gesit.

"Laat je wapen vallen of ik blaas deze plek op. Ci-cicing wae!" (Jatuhkan senjatamu atau aku akan meledakkan tempat ini. Di-diam saja!) ucap Charles mengangkat granat di tangannya. Pemuda di hadapannya terdiam, alisnya mengerut bingung sampai pada akhirnya ia mengeluarkan suara.

"Kang Menir?"

...

Keadaan di area utama pertempuran utama semakin memanas. Di balik kendaraan lapis baja, Pasukan Sekutu yang diisi oleh Gurkha dan Inggirs sempat kesulitan menangani tambahan pejuang yang diterima oleh pihak Ekstremis. Ketika mereka mulai terdesak, datanglah pesawat terbang memuntahkan peluru dan bom yang menghujani mereka.

Keadaan pun mulai berbalik. Pasukan Sekutu akhirnya berhasil memasuki daerah Lengkong Besar, Tengah, dan sekitar Jalan Ciateul untuk membebaskan para tawanan kamp interniran, mereka akan dibawa ke markas yang selanjutnya dikirim menuju tempat yang aman.

"Tiring day, right?"

Permukaan perban yang menyentuh luka di atas matanya membuat Charles meringis pelan. Pertempuran berakhir saat petang hari, semua pasukan kembali ke markas dengan berbagai macam keadaan. Ada yang hanya cedera ringan, terluka fatal, dan—Charles menggelengkan kepalanya, menolak untuk mengingat gambaran tentara lainnya yang tidak selamat.

Ia hanya balas mengangguk, rekan tentara di depannya lalu lanjut melilit perban di kepala Charles. Suasana barak terlihat padat dipenuhi bagian palang merah juga tentara-tentara yang terluka.

"Yeah, we finally returned their attacks last time."



























tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro