Sedikit Tenang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sayang," panggil Rey.

Dia melangkahkan kaki mendekat dengan membawa sebuah nampan berisi dua gelas orange juice dan sepiring kue bolu. Andrea tersenyum dia duduk di pinggiran ranjang dan menerima segelas orange juice dari Rey.

"Minum dulu, kamu pasti haus. Ada kue bolu bikinan Mama juga." Rey duduk di samping Andrea sembari menyeruput orange juice dan memakan sepotong kue bolu.

Andrea ikut serta minum orange juice itu lalu matanya menatap ke arah foto tiga anak kecil yang ia lihat. Rasa penasaran yang bercokol di hatinya membuat Andrea memberanikan diri untuk bertanya.

"Foto itu, siapa anak kecil yang duduk di sofa itu, Kak?" tanyanya lembut.

Pandangan Rey menuju ke arah yang ditunjuk oleh Andrea. "Oh iya lupa cerita, aku punya dua saudara. Satu perempuan dan yang paling kecil laki-laki. Namanya Ann, dia sedang studi di luar negeri. Mungkin libur semester depan akan pulang. Aku akan mengenalkannya padamu nanti."

Obrolan tentang adik laki-laki Rey terhenti sampai di sana saja, setelahnya mereka berdua turun ke lantai bawah untuk bergabung dengan keluarga lainnya.

Rey dan kedua orang tuanya secara resmi memperkenalkan Andrea sebagai anggota baru di keluarga mereka. Banyak yang mendukung hubungan keduanya, tetapi tak sedikit juga yang kurang suka kepada Andrea dan keberatan jika Andrea lah yang menjadi istri Rey.

Beruntungnya Andrea tidak terlalu memperdulikan ucapan atau cibiran yang ditujukan kepadanya. Dia sudah terbiasa dengan itu sebelumnya dan mengabaikannya saja.

Saat malam hari sebelum keduanya tertidur, Arum mengetuk kamar Rey. Saat Rey  membuka pintu kamar, Arum meminta izin untuk berbicara dengan Andrea, Rey dengan santun mempersilahkan Arum masuk ke dalam.

"Mama, ada apa?" tanya Andrea dengan suara lembut. Dia bangkit dari tidurnya dan menghampiri sang mertua.

Arum tersenyum, dia mengulurkan tangannya meraih pipi Andrea dan berkata. "Kamu pasti terluka dengan ucapan-ucapan keluarga kita yang lain, tapi mengapa kamu tidak mengatakan apapun untuk membela dirimu, Sayang?"

"Maafkan mereka ya, Sayang. Jangan diambil hati perkataan mereka. Kami tetap menyayangi sebagai menantu kami. Dan kami tidak mempermasalahkan keadaanmu sekarang."

Air mata Andrea menetes begitu saja, ia tersentuh dengan apa yang diucapkan Arum kepadanya, bisa dia rasakan betapa tulus Arum menyayanginya. Andrea meraih tangan Arum, memeluk tubuh wanita paruh baya itu dengan penuh sayang. "Terima kasih atas sayang yang Mama berikan untuk Andrea. Itu sudah cukup untuk Andrea, Ma. Andrea tidak memperdulikan apapun yang orang katakan, yang terpenting bagi Andrea Kak Rey, Mama dan Papa sudah menerima Andrea dengan tulus.

Arum lega mendengarnya, setidaknya apa yang ia pikirkan salah. Andrea tidak sedih ataupun tertekan dengan ucapan-ucapan yang tidak mengenakkan tentangnya. 

***

Keesokan harinya, Rey berpamitan kepada kedua orang tua serta adik dan adik iparnya. Ia mengatakan jika dia harus pulang sekarang, dia akan berkunjung lagi di lain waktu.

" Jaga Andrea baik-baik ya? Jangan sampai cucu dan menantu Mama kenapa-kenapa." 

"Pasti, Ma."

Rey dan Andrea menggunakan jalur udara seperti hari keberangkatannya, tetapi kali ini mereka memakan waktu lebih lama untuk sampai di Yogyakarta karena ada delay kedatangan pesawat yang akan mereka tumpangi.

Hampir dua jam, akhirnya pesawat yang mereka tumpangi  mendarat dengan selamat di kota tujuan. Sebelum pulang, Andrea mengajak sang suami mampir ke sebuah supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan dan kebutuhan dapur yang telah menipis.

"Kamu beneran mau mampir, Sayang? Gak pulang dulu istirahat?" 

"Enggak lah, Kak. Mumpung kita lewat, sekalian saja daripada menunda-nunda."

Rey membelokkan mobilnya ke pelataran sebuah swalayan, dia juga turut turun dari sana menemani sang istri berbelanja. Setelahnya, mereka mampir ke kedai ice cream yang tak jauh dari jalan menuju rumah mereka.

"Sudah lama gak makan ice kayak gini," tutur Andrea sembari menyendok ice cream dari dalam cupnya.

Rey mengusap lembut pucuk kepala Andrea dengan gemas. "Memangnya kamu gak pernah beli?" 

"Nggak, jarang banget, Kak. Dulu aku sedikit menghindarinya, tapi sejak hamil aku mulai mencobanya lagi."

Begitu mobil berhenti tepat di depan rumah, Rey segera berlari ke sisi pintu mobil, membantu Andrea untuk turun dari mobil secara hati-hati dan membimbingnya hingga masuk ke dalam rumah. Sedangkan dirinya kembali ke arah mobil, membuka mobil untuk mengeluarkan tiga kantong belanjaan mereka, meletakkan di meja dapur.

Sekitar satu jam setelah kedatangan mereka telepon Rey berdering. Dia mendapatkan panggilan dari nomor baru, khawatir jika itu penting Rey segera menerima panggilannya.

"Ya?"

"Pak Dokter Rey ya?"

"Iya betul, siapa ya?"

"Maaf, Pak. Saya Asih, saudaranya Bu Tina yang bekerja di kantin rumah sakit."

Rey mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia baru mengingat jika dua hari lalu meminta tolong kepada Bu Tina untuk mencarikan pembantu. "Oh ya. Bu Asih langsung saja ke rumah. Saya sudah dirumah sekarang."

"Baik, Pak."

Rey meletakkan kembali ponselnya, melangkahkan kaki turun ke lantai bawah mencari keberadaan sang istri yang ternyata sedang merapikan barang belanjaan mereka. Dia pun bergerak mendekat dan turut serta membantunya.

"Sayang, nanti bakal ada yang datang. Namanya Bu Asih, dia orang yang bakal temenin dan bantuin kamu."

"Cepat banget dapatnya, Kak? Kapan carinya?" Andrea menolehkan kepalanya, menatap sang suami dengan heran. Pasalnya, sang suami tidak pernah mengatakan jika dia telah mencari pembantu. 

"Aku minta tolong Bu Tina, penjual di kantin rumah sakit yang kebetulan aku kenal."

Benar saja,  saat mereka sedang makan malam ada seseorang datang dan mengetuk pintu rumah. Rey segera bergegas membuka pintunya dan melihat siapa gerangan yang datang.

"Selamat malam, Pak. Benar ini rumahnya Pak Dokter Rey?"

Rey menganggukkan kepalanya dan tersenyum, ia mempersilahkan calon pembantunya masuk ke dalam rumah. Rey meminta Bu Asih duduk di ruang tamu, dia menjelaskan beberapa peraturan dan pekerjaan yang akan Bu Asih lakukan lalu memanggil Andrea.

"Sayang, ini Mbak yang akan bantuin dan temenin kamu mulai sekarang."

Andrea mengamatinya sejenak, melempar senyuman lalu menyodorkan tangan kanannya untuk bersalaman. "Saya Andrea, Bu."

"Asih," balasnya santun.

Rey meraih bahu Andrea dan merangkulnya. "Nah, Bu Asih. Ini Andrea istri saya. Tugas Bu Asih adalah menemani dan membantu Andrea di rumah ini seperti yang sudah saya katakan tadi."

Setelah perkenalan dan berbicara tentang beberapa hal termasuk gaji. Bu Asih mulai malam itu diperkenankan menginap dan bekerja di rumah Rey. Dia memberikan salah satu kamar tamu di lantai bawah untuk digunakan sebagai kamar pembantu.

Rey sudah merasa sedikit tenang sekarang, ia tak lagi cemas harus meninggalkan Andrea untuk dinas malam. Setidaknya Andrea sudah ada yang menemani dan tidak sendirian.







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro