30

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Jangan bodoh, Kai! Bukan aku yang harus bertanggung jawab atas hidupmu, tapi kamu sendiri," sergah Laszlo geram. Ia tak bisa lagi menerima omong kosong tak masuk akal ini. Ia pasti akan mencari cara untuk melepaskan kutukan gila ini.

Emily menyentuh pundaknya pelan. "Tenanglah, Las," pintanya lembut. "Kaizen terlahir seperti itu karena sumpah dari leluhurnya. Kau boleh menganggap hal ini berkah karena sejatinya penyihir itu merupakan manusia, berbeda dengan klan Vutoo. Penyihir tak bisa hidup lama seperti kita. Mereka akan menua dengan cepat, lalu mati. Tapi, jika jiwa mereka terikat dengan klan Vutoo atau klan lainnya, mereka akan terus hidup bila tuan mereka tetap hidup. Anggap saja ini berkah, Las."

Laszlo mengepalkan tangannya kuat. Berkah? Berkah macam apa yang mengerikan seperti ini? Orang yang nyawanya bukan berada di tangannya sendiri itu dinamakan berkah? Orang yang terlahir untuk melayani orang lain seumur hidupnya juga disebut berkah?

Ia menggeleng kuat. Sampai mana lagi ia harus menoleransi kegilaan ini? Ini benar-benar tidak masuk akal sama sekali. Ia meninggalkan ruang tamu menuju luar. Keluar setelah membanting pintu dengan kuat.

Kaki kanan Kaizen terangkat, hendak mengerjar Laszlo. Namun, Davin menghalanginya. Pria itu menggeleng tegas. "Biarkan saja dulu tuan muda sendiri. Ia pasti butuh waktu untuk menerima semua ini. Semua ini cukup sulit untuk diterimanya yang selama ini mengira dirinya adalah seorang manusia biasa."

Yuri pun mengangguk kecil. Walau khawatir, ia tahu bahwa Laszlo tak akan melakukan hal bodoh. Ia menatap Emily dan senyum tipis muncul di wajah keduanya. Mereka sudah membongkar identitas mereka. Untuk ke depannya, pembicaraan ini pastinya akan lebih mudah walau lebih emosional.

Menjelang malam, Laszlo kembali. Ia terlihat lebih tenang setelah pergi entah ke mana. Kaizen orang pertama yang mendekatinya karena mereka merasa Kaizen-lah yang paling pas untuk mengajak Laszlo bicara sekarang.

"Bagaimana perasaanmu sekarang, Sobat?" tanya Kaizen dengan nada riang seperti biasa.

Laszlo menatap Kaizen selama beberapa sekon sebelum akhirnya menggeleng pelan. "Masih kacau," jujurnya. Ia rasa ia tak perlu menutupinya dari Kaizen karena ia merasa Kaizen pasti akan mengerti.

Benar saja, Kaizen tersenyum tipis. "Bagaimana kalau kita pikirkan soal itu nanti? Bisa saja untuk saat ini kita menyebutnya kutukan, bukan berkah. Tapi, di saat yang lainnya? Siapa yang tahu?" Kaizen mengangkat bahunya acuh tak acuh seolah yang saat ini dibicarakan bukanlah nyawanya melainkan nyawa orang lain.

Melihat kesantaian Kaizen, perasaan Laszlo menjadi sedikit membaik. Senyum tipis terukir di wajahnya. Mungkin benar kata Kaizen, hal ini bisa ia pikirkan nanti. Saat ini, ia harus mendengar keseluruhan cerita karena ia yakin pasti ada sesuatu yang harus dilakukannya sekarang. Dan firasatnya mengatakan bahwa sesuatu itu merupakan kesalahannya.

"Kau sudah pulang? Pasti lapar. Ayo makan dulu." Davin menarik kursi dengan santai seolah memang sudah terbiasa melakukan hal tersebut. Di sebelah Davin, Yuri pun sudah duduk manis sembari menggenggam sendok di kanan dan garpu di kiri. Emily juga tak berbeda. Kaizen mendorongnya menuju meja makan.

Malam itu, mereka melewati makan malam dengan obrolan ringan. Bukan mengenai klan Vutoo, penyihir, atau pun masalah jiwa yang terikat. Obrolan biasa mengenai hubungan percintaan Yuri dan Kaizen dianggap sebagai topik yang paling aman.

Yuri terlihat malu-malu saat mengatakan bahwa resminya hubungan ia dan Kaizen sedikit banyak ada campur tangan Laszlo. Ia membeberkan kesempatan yang diberikan Laszlo secara terang-terangan di meja makan. Dan pada akhirnya, Kaizen harus mengalami malu yang luar biasa hebat akibat tahu bahwa ia sudah mengalami salah paham pada sahabatnya itu.

"Maaf."

Entah sudah berapa kali, Kaizen mengucapkan hal itu. Kini keduanya sedang berbaring di dalam kamar Laszlo karena mereka memutuskan untuk menyudahi pembicaraan mengenai klan untuk hari ini.

"Aku benar-benar minta maaf," sesal Kaizen.

Laszlo menggeram kesal. "Mau berapa kali kau meminta maaf, Kai? Bukankah kubilang tak ada masalah sama sekali? Dan bukankah berkat itu segel dari kekuatanku bisa lepas. Jadi, harusnya ini hal yang menguntungkan, 'kan?" sergah Laszlo risi.

Alih-alih terlihat lega, Kaizen malah terlihat semakin merasa bersalah. "Ini salahku. Gara-gara aku-" Wajah Kaizen mengeras, ia langsung berdiri dan memberi kode pada Laszlo untuk diam sejenak-"sebentar, ada yang harus aku lakukan," pamitnya membuat Laszlo bengong.







----------------
667.29122021
3 Hari menuju tahun baru. Ada yang sudah libur kah? Atau ada yang masih mendem di kantor buat ngurusin kerjaan yang setumpuk? Atau ada yang lagi ngerjain deel tugas dari dosen-dosen kejam?
Apa pun itu, semangat!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro