48

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pagi itu, suasana rumah Laszlo cukup ceria. Mereka kedatangan tamu; orang tua Kaizen. Marie bersama Arden berkunjung setelah mendengar kabar bahwa Laszlo sempat menemui Chrisabella dan Nathan sewaktu jiwanya terjebak di ruang hampa.

"Apa kedua orang tuamu terlihat bahagia, Las?" tanya Marie bersemangat.

Laszlo tersenyum canggung, ia dan Marie memang tak begitu dekat. Namun, ia tahu bahwa Marie dekat dengan Chrisabella. Dulu, keduanya adalah teman dekat. Chrisabella juga sempat bercerita bahwa Marie yang bertanggung jawab untuk melatih para penyihir dari klan Vutoo.

"Mereka berdua terlihat sedang di mabuk cinta," balas Laszlo sembari mengingat wajah kedua orang tuanya. Ia tak berbohong. Bahkan, sampai sekarang ia masih bisa melihat binar-binar cinta yang memancar dari kedua pasang mata orang tuanya. Mereka terlihat saling mencintai dan mengasihi. Ia yakin, tak akan ada satu orang pun yang bisa memisahkan mereka.

Dan sepertinya, hal tersebut terbukti dengan keduanya yang meninggalkan dunia ini dalam waktu yang berdekatan. Seolah mereka memang sepasang jiwa yang tak boleh dipisahkan begitu saja. Laszlo menggelengkan kepala, mengusir sendu yang mulai bergelayut.

Laszlo menatap Marie dan Arden dengan mimik serius. "Bagaimana keadaan di sana?" Dari yang ia dengar, Marie dan Arden-lah yang bertugas untuk menjaga klan saat ini. Mungkin karena itulah Marie dan Arden sering pergi dengan alasan tugas di luar kota dan meninggalkan Kaizen sendirian di rumah. Untuk hal ini, ia merasa bersalah pada Kaizen.

Seisi ruang tamu tersebut tercekat mendengar pertanyaan Laszlo. Laszlo menatap mereka dengan tatapan heran. "Apa itu sesuatu yang tak boleh kuketahui?" tanyanya pelan. "Bukankah sudah tanggung jawabku untuk menjaga kalian semua? Kalian yang mengatakan padaku bahwa aku adalah keturunan satu-satunya dari pemimpin klan Vutoo, 'kan? Jadi, sudah tugasku untuk mengurusi perang ini dan memenangkannya," jelas Laszlo setenang mungkin.

Kaizen menghela napas panjang. Ia menatap seisi ruang tamu itu dengan penuh pertimbangan. "Apa yang dikatakan Laszlo benar. Sudah saatnya dia tahu. Mau sampai kapan kalian menyembunyikan hal ini dari dia?"

Keempat orang dewasa itu saling melirik seolah tengah mempertimbangkan siapa yang akan menyampaikan situasi saat ini. Davin berdeham beberapa kali, lalu maju ke depan. Laszlo pun menegakkan badan dan bersiap untuk menerima informasi-informasi tersebut.

Davin membuka mulut, lalu menutupnya lagi. "Arden, kau saja yang jelaskan situasinya," ucap Davin membuat Laszlo hampir saja terjungkal dari tempat duduknya.

Sementara, Kaizen yang sedang minum pun langsung menyemburkan minumnya hingga membasahi wajah Arden. "Ah! Ayah, maafkan aku. Aku tidak sengaja," ujar Kaizen panik. Ia bahkan melupakan bahwa ia bisa membereskan hal tersebut dengan menggunakan sihir.

Arden mengusap wajahnya, saat tangan yang menutupi wajahnya turun ke bawah. Terlihat dengan jelas wajah jengkelnya. Kaizen meringis takut. "Yah, itu bisa terjadi sesekali. Jadi tidak masalah," balas Arden dengan nada rendah.

Marie menggigit bibir bawahnya agar tawanya tak meluncur keluar. Melihat Kaizen yang panik sekaligus takut, membuat perutnya terasa seperti tergelitik. Ia bisa merasakan kejengkelan Arden sudah mencapai batasnya. Ia pun menggunakan sihirnya dan mengeringkan Arden hingga kejengkelan pria itu sedikit berkurang.

Melihat sihir yang bekerja, Kaizen tersentak. Bisa-bisanya ia melupakan sihir dasar tersebut. Ia mencatat dalam hati agar lain kali tak boleh melupakannya lagi. Diam-diam, ia mengirimkan kode pada sang ibu untuk berterima kasih.

Marie tersenyum tipis sembari mengedipkan sebelah matanya sebagai tanggapan. Kaizen terkekeh pelan melihatnya. Ia melirik Arden sekilas yang terlihat cemburu dengan interaksinya dengan sang ibu. Walau begitu, Kaizen dan Marie hanya berpura-pura tak tahu mengenai hal tersebut.

"Kenapa kau melemparkan hal ini kepadaku, Sialan?" umpat Arden sembari melirik Davin tajam.

Davin hanya mengangkat kedua bahunya tak peduli. "Kau baru saja kembali dari medan perang. Jadi, tentunya kau lebih tahu mengenai kondisi terkini," balasnya acuh tak acuh.

Arden mendengkus sebal. "Kau kan komandan tertingginya! Kau pasti juga sudah menerima semua laporan dari bawahanmu," sungut Arden.

Davin—lagi-lagi—mengangkat bahunya tak peduli. Emily dan Mari memutar bola mata mereka malas. Laszlo dan Kaizen sendiri hanya saling memandang bingung karena tak menyangka bahwa hubungan Davin dan Arden ternyata buruk.

"Tidak usah heran kalau hubungan mereka buruk. Dulu, mereka sering bersaing untuk mendapatkan perhatian dari Nathan. Padahal, Nathan sama sekali tak peduli dengan satu pun di antara mereka karena matanya hanya tertuju pada Chris," jelas Marie malas.

Laszlo dan Kaizen mengangguk tanda mengerti. Sementara, Davin dan Arden terlihat tak terima; wajah keduanya memerah dengan cepat. Keduanya pun membuang buka.

Melihat situasi tak akan teratasi, Laszlo pun memutuskan untuk mengambil tindakan. "Jadi, apa yang harus kuketahui, Paman Arden?" tanyanya tegas.

Arden tersentak mendengar nada berwibawa tersebut. Tanpa ia sadari, ia pun berdiri tegak seolah tengah berada di pangkalan militer. Ia menyampaikan situasi saat ini dengan suara lantang. "Saat ini, kita masih bisa bertahan walau musuh terus mendesak. Pihak musuh sepertinya sudah tak malu-malu lagi untuk mengumumkan bahwa mereka berpihak pada penyihir hitam. Saat ini, kita kekurangan senjata karena pihak musuh selalu menyerang tempat persediaan senjata kita, bahan makanan juga dirampas oleh mereka semua."

Laszlo terdiam selama beberapa saat. Tanpa melihat pun, ia bisa mengetahui bahwa situasi saat ini sangat pelik. Namun, melihat mereka masih bisa bertahan, ia harus memberi penghormatan pada para prajurit yang sibuk berjuang hingga kini. Walau mereka bergerak tanpa pemimpin, mereka masih sanggup bertahan.

Kini, ia menyadari bahwa pengaruh ayahnya begitu hebat. Mungkin, ia tak bisa sehebat ayahnya. Namun, ia tak akan kalah dalam memimpin klan Vutoo. Ia akan menjaga mereka semua dan mengalahkan penyihir hitam itu.

"Baiklah. Aku sudah mendengarnya. Aku akan segera berangkat ke sana untuk melihat keadaan yang sebenarnya," putus Laszlo membuat semua orang yang ada di sana tercekat.

Kaizen menarik Laszlo kasar, memaksa remaja pria itu menghadapnya. "Hei! Kau gila?! Kau bahkan belum pernah melihat medan perang. Tapi apa? Kau ingin segera terjun ke sana? Apa kau sedang menyerahkan nyawamu ke segerombolan serigala lapar itu?" tukas Kaizen.

Laszlo menggeleng pelan. "Tentu saja tidak. Aku ke sana untuk melihat situasi yang sebenarnya. Mendapatkan laporan mengenai perang tentu saja tak sama dengan kondisi di lokasi perang. Aku harus melihat secara nyata kondisi tersebut baru aku bisa membuat keputusan yang lebih baik lagi," jelas Laszlo.

"Bagaimana kalau mereka tahu kalau kau adalah keturunan dari pemimpin? Apa yang akan kau lakukan mengenai hal tersebut?" sergah Kaizen gusar.

Laszlo menghela napas. Sudah ia duga Kaizen akan menentang keputusannya. Bahkan, Yuri, Emily, dan Davin pun terlihat tak senang dengan keputusannya. Walau begitu, ia tak tahu apa yang dipikirkan oleh Marie dan Arden karena ekspresi keduanya tidak terbaca sama sekali.

"Untuk masalah itu ...." Laszlo menatap kelima wajah yang ada di hadapannya dengan mimik seserius mungkin. Kali ini, ia tak ingin idenya dibantah oleh siapapun. Oleh karena itu, ia harus menunjukkan wibawanya.






-------------------
1074.16032022
Kira" apa ya yg bakal dilakukan oleh Las?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro