"Pagi~ Ayo bangun~"

Aku menggoyang tubuh kecilnya perlahan. Dia menggumamkan sesuatu dan berbalik membelakangiku.

"Haru, ayo cepat bangun. Aku akan meninggalkanmu kalau kau tidak segera bangun."

Aku berhenti menyentuh tubuhnya. Haru sama sekali tidak bergerak, hanya dadanya yang secara teratur naik dan turun. Tanpa sadar aku menarik tubuhnya hingga ia terlentang di hadapanku. Aku bisa melihat wajahnya dengan jelas sekarang.

Kedua permata hitam indahnya yang sekarang tertutup dan juga rambutnya yang berantakan.

"Haru..."

Perlahan ku raih ujung dari surai panjangnya. Wangi manis memenuhi indra penciumanku. Ku tarik lagi nafasku dalam-dalam sebelum aku melepaskan surainya dan terus mengulurkan tanganku ke wajahnya.

"Haru..." Hangat seperti biasanya, "Cepat bangun!"

"Aw aw aw aw!! Onii-chan berhenti! Pipiku sakit!"

Aku tertawa masih mencubit pipi kanannya, "Ini karena kau susah sekali dibangunin. Cepat pergi cuci mukamu sana. Sebentar lagi mereka berdua akan datang."

Masih memegang pipinya, Haru bangkit dari kasur. Sedangkan aku kembali pada masakkan ku. Dibilang masakkan sih sebenarnya sarapan pagi ini tidak terlalu banyak. Hanya semangkuk nasi panas dan ikan bakar.

"Kakak, hari ini kita pergi ke hutan lagi?"

"Iya. Daichi dan Chihiro akan menjemput kita nanti."

Aku menyuapkan nasi ke dalam mulut ku.

"Padahal baru 2 hari yang lalu kita pergi memetik bunga Fuyu..."

"Itu karena banyak yang sakit di desa tahun ini. Mereka perlu banyak bunga Fuyu untuk membuat obat."

"Hmmm... Begitu."

"Haru, ada nasi di wajahmu."

Sebutir nasi menempel di sudut kanan bibir merah Haru.

"Eh? Di mana? Sini?" Ia menyentuh pipi kirinya.

"Di kanan bibirmu."

"Uh sini?" Dia kembali menyentuh daerah yang salah.

Aku menghela nafasku dan mendekat ke arahnya.

"Di sini..." Perlahan ku angkat tanganku menuju bibirnya. Sengaja, aku menelusuri bibirnya dengan jempolku sebelum mengambil nasi yang menempel, "Sudah. Cepat makan. Kita sudah terlambat."

"Okee~"