Leo-Taurus-Libra (part 2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Jadi, jelaskan padaku apa yang terjadi! Tolong!" 

"Oke-oke, aku akan jelaskan. Tapi sebelum itu apa kamu tak mengingatnya atau ...."

"Mer, i hate this situation, okay?  Hei, tunggu-tunggu, apa maksudnya ini? AAAAAAA!"

Merlyn segera memotong tali yang sedari tadi mengikat Raia dengan pisau dapur yang dibawanya. Gadis itu terkekeh pelan melihat sahabatnya kerepotan. Setelah memposisikan diri dengan benar, Merlyn mulai menceritakan kejadian awal yang menimpa dirinya sepeninggal Raia dari sekolah. Merlyn bercerita tentang sebuah penyakit yang tetiba menular ke segala penjuru sekolah. Otak mereka seperti terhipnotis untuk melakukan kejahatan. Pembunuhan, bullying, penganiayaan, semua terjadi setelah sebuah video misterius berdurasi 10 menit tersebar di sekolahnya. Air mata Merlyn mulai berselancar indah. Raia tetap mematung mendengar tiap kalimat yang keluar dari mulut Merlyn. 

"Lalu apa maksud permainan barusan?" Raia berkacak pinggang di hadapan Merlyn. "Kau ingin mengetesku?"

"Kurang lebih begitu. Lagian mayat di depan itu hanya silikon dari laboratorium biologi, dan darah itu juga sudah ada di situ. Aku tak tau siapa pelakunya, yang ku tau hanya ruangan ini menjadi tempat pembunuhan yang sebenarnya." jelas Merlyn yang sesekali menyeka air matanya.

"Ku pikir, kamu bisa membantuku dengan otak berlianmu." lanjut Merlyn menduga-duga.

"Tapi tetap saja, ini tak masuk akal. Video? Kebohongan apa lagi yang ingin kau ungkapkan, Mer?"

"Terserah! Jika kamu ingin membusuk disini, dengan senang hati aku akan pergi sendiri!"

"Kau bahkan tak memberikanku penjelasan lengkap! Kau terus menghindar! Ku tau itu!"

"Kau, kau dan kau! Sejak kapan bahasamu kasar seperti ini, Ra? Aku sudah menahan diri sebisa mungkin, terus kenapa Raia sangat menyombongkan diri seperti ini? Aku sampai rela mencium tanah cuma untuk meminta bantuan darimu. Itu penghinaan, Ra!"

Tanpa mendengar jawaban Raia, gadis itu segera pergi ke ruangan selanjutnya. Raia bangkit dan mengamati detil ruangan yang tadi tak sempat ia tangkap. Tentang ruangan aneh ini, tata letak yang tak biasa, juga opini Merlyn barusan. Begitu dia selesai, Raia mencoba masuk dari arah kemunculan Merlyn yang tiba-tiba, cermin.

Pemandangan yang sudah tak asing bagi Raia terpampang jelas. Ruangan kelas yang dulu dia tempati, kini dipenuhi rintihan-rintihan pelajar yang menunggu ajalnya. Raia terus melangkah menyusuri koridor hingga mencapai aula sekolah.

"Astaga," gumam gadis itu setelah kepalanya menengok ke dalam aula.

Sebuah tragedi terpampang jelas di tengah panggung aula. Seseorang dengan topeng tengah tertawa terbahak-bahak seorang diri. Dikelilingi mayat tak membuatnya gentar sedikitpun. Bercak-bercak akibat cipratan darah mewarnai baju putih yang ia kenakan. Wanita itu mulai menunjuk keberadaan Raia dan mulai mengejarnya. Wanita itu seperti menggumamkan sesuatu, namun karena topeng yang dia kenakan membuatnya terdengar seperti geraman binatang.

Aksi kejar-kejaran berlangsung. Raia berlari setengah mati menjauh dari wanita aneh itu. Koridor demi koridor terlalui dengan penuh kepanikan. Bukan karena Raia takut atau khawatir karena kondisinya yang sudah lemas, melainkan kondisi sekolah yang benar-benar sepi---lebih tepatnya tak ada satu orang pun yang hidup. Mereka sudah tergeletak, anggota tubuh mereka terpencar, bahkan Raia sempat menginjak bola mata yang tak sengaja menggelinding ke arahnya. Namun si wanita masih mengejarnya tanpa henti sambil terus menggeram, bahkan larinya semakin kencang dari sebelumnya.

Napas yang sudah di penghujung batas terasa semakin menyiksa. Dia sudah tak tahu harus berlari kemana. Wanita itu selalu berhasil menggapainya saat mengambil nafas dalam sejenak. Entah sudah berapa kali Raia relakan beberapa bagian jaketnya yang sobek akibat tarikan wanita itu. Kakinya sudah berat tuk diangkat seakan tertelan magnet tanpa batas. Wajahnya memucat akibat asam lambung yang menanjak curam. Ingin sekali dia memuntahkan isi perutnya namun kejaran si wanita membuat Raia kembali menelan apa yang hampir dia keluarkan.

Blluughh!!

Raia akhirnya terjatuh akibat terjangan si wanita bertopeng dengan posisi saling berhadapan. Tak lupa diinjaknya kedua tangan gadis itu supaya dia leluasa bermain-main dengan mangsanya. Suara paraunya segera membuat Raia berteriak bebas. Namun sekejap saja tangan wanita itu mendekap mulut gadis yang dia duduki. Tetesan air liur yang mengalir melalui lubang mulut pada topeng sungguh berhasil mengintimidasi Raia. Cengkeraman tangan kirinya semakin kuat hingga melukai kedua pipi Raia berkat kuku panjangnya. Darah pun berangsur-angsur menggenangi dagu gadis tersebut. Raia benar-benar tak habis pikir tentang wanita di hadapannya, bagaimana dia bisa sebrutal ini padahal Raia tak memiliki kesalahan padanya, bahkan dirinya juga tak mengetahui identitas wanita aneh tersebut.

Segenap tenaga telah dia keluarkan agar terbebas dari si wanita. Namun usahanya sia-sia, wanita itu benar-benar bersahabat dengan bumi. Raia mulai melemaskan dirinya, mengecoh agar si wanita sedikit meringankan bebannya. Seakan mengerti taktik murahan Raia, tangan kirinya yang kala itu mencengkeram gadis di bawahnya tidak melemah sedikitpun. Wanita itu mengambil sebuah besi runcing sepanjang 10 sentimeter yang ada dalam kantong bajunya. Kekehannya yang terdengar melalui celah topeng semakin membuat Raia menjerit keras.

Secara tiba-tiba wanita itu menghentikan tangan kanannya yang hampir menusuk mata kiri Raia. Bukannya dia ragu atau memang benar-benar tak bisa menusuk mata itu, tetapi dia merasakan hawa sebuah tudingan pistol yang mengarah tepat di bagian belakang kepala. Mengerti posisinya dalam keadaan yang tidak menguntungkan pula, dia segera menolehkan kepalanya dan melihat Merlyn dengan wajah marah menudingkan tak hanya sebuah pistol padanya. Wanita itu kembali terkekeh seram sembari beranjak berdiri namun tetap menginjak kedua tangan Raia.

Doorr!! 

Tanpa ragu-ragu Merlyn menembakkan sebuah peluru yang mengarah ke sebelah pijakan kaki kiri wanita itu. Mau tak mau wanita itu pun melepaskan Raia sepenuhnya. 

"Merlyn, kekeke! Apa maumu sekarang? Mau memangsa buruanku juga? Kakaka!" celoteh wanita itu pada Merlyn yang masih menodongkan pistolnya.

"Cih! Jangan samakan aku dengan kotoran seperti dirimu! Wanita yang bahkan lebih kotor dari kotoran anjing." 

"Uuuhhh! Kau benar-benar tau cara menyenangkanku," jawab wanita itu kesenangan. Mungkin kalau topengnya terlepas, wajah wanita itu benar-benar membuat selera makan Merlyn hilang.

"Kau memang tipe murid kesayanganku, Mer! Sungguh sangat menyenangkan bila aku bisa menjilat kakimu yang perfect  itu. Rasanya seperti ingin ku potong lalu diberi formalin dan ku pajang di atas meja kesayanganku," lanjut wanita itu penuh semangat. 

Suara deburan jantung si wanita yang menggebu-gebu layaknya anak kecil, membuat Merlyn menembakkan pelurunya sekali lagi ke sebelah pijakan kaki kanannya yang kembali menginjak tangan Raia. Hampir saja peluru tersebut meleset dan mengenai tangan sahabatnya. Beruntung Raia tak benar-benar tertembak saat itu.

"Bedebah sepertimu tak layak menyentuh Raia. Kelasmu benar-benar rendah. Hahaha! Aku masih sedikit tak mempercayai kenyataan kalau dirimu itu ibu kandungku. Pantas saja ayah mendepakmu keluar dari silsilah keluarga!" ujar Merlyn penuh ejekan pada wanita tersebut.

"Ibu? Keluarga? Mer...." Baru saja Raia ingin bicara namun Merlyn segera memotong pertanyaannya. 
"Akan ku jelaskan nanti, Rai. Sekarang cepat berdiri dan menjauhlah dari jalang itu!"

Raia pun mengikuti apa kata Merlyn mentah-mentah. Darahnya yang terus menetes di kedua pipi segera dia bersihkan dengan kerah jaket miliknya. Kini Raia sudah berdiri di samping Merlyn, tangan kirinya menerima uluran pistol dari Merlyn. Namun tak seperti yang Merlyn kira, sahabatnya yang paling dia sayang kini menodongkan pistol tersebut tepat di kepalanya.

"Astaga, RAIA!!"

"JELASKAN PADAKU SEKARANG ATAU KUTEMBAK KAU!! MERLYN!!"

"INI SEMUA SALAHMU!"

DORR! DORR! CRAAATT!

Raia dan Merlyn berteriak secara bersamaan. Tanpa wanita itu sadari, kedua gadis di depannya telah saling menarik pelatuk dari pistol masing-masing. Mungkin peluru-peluru itu sudah bersarang di kepala masing-masing. Badan mereka pun jatuh, tak ada lagi yang mengontrol, juga darah merembes melalui lubang akibat peluru. Pandangan mereka juga memutih, menemani sang malaikat yang menjemput mereka.

Tak lama berselang suara cekikikan kecil terdengar penuh kemenangan. Di balik giginya yang bergemeletak saking asyiknya, dia siratkan sebuah senyuman yang tak akan mereka lihat lagi. Tatapan tajamnya berubah sendu, segera saja dia lupakan segala bentuk emosinya. Lalu segera mengukir jelas sebuah kalimat di salah satu tangan mayat itu dengan besi runcing sepanjang 10 sentimeter yang dia temukan. Seutas senyum kembali dia lemparkan dia pun meniup kening mayat tersebut.

"Selamat ulang tahun, sayang!"

--- to be continued ---

[Note :]
Hai hai i'm back, eh sekarang udah masuk akhir juli yak? Berarti yang punya leo lagi merayakan kemunduran umurnya dong eh maksudnya bertambah tua, cie cie..
Buat siapapun yang baca ini dan kebetulan zodiak kalian Leo, kuucapkan
Selamat ulang tahun!
Semoga sehat selalu dan diberi jalan yang benar dalam menjalani hidup ecie hahaha dan juga semoga semakin dewasa dalam hal apapun, peace...

Part berikutnya adalah final dari trilogi zodiak ini, jadi stay tune aja di sini, jangan ampe ketinggalan.
See you next game!

Ps : siapakah yang tertawa di akhir? Coba tebak, let me know your intuition kakakaka

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro