Don't know?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Manik crimson itu membelalak. Kenapa ia baru sadar sekarang? Ia merutuki ketidak pekaannya sendiri. Padahal itu sudah jelas nampak semenjak tadi.

Penampilannya yang kacau, langkah Tenn yang sempat terhuyung dan wajahnya yang pucat. Bahkan dapat Riku rasakan deru nafas Tenn yang tidak seperti biasanya serta suhu tubuh kakaknya yang tinggi. Dirinya juga tidak mendapatkan respon ataupun reaksi dari sang kakak.

"Tenn-nii!"

.
.

Treausure In My Life
By: MonMonicaF

.
.
Happy Reading

"Jangan gunakan nada tinggi padaku!" tegur si surai baby pink karena ia merasa terganggu dan tidak menyukai apabila Riku berucap nada tinggi kepadanya.

"Tenn-nii kenapa malah berkeliaran malam-malam begini? Liatlah Tenn-nii demam," ucap Riku khawatir.

"Jangan mengomel padaku dan seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu," balas Tenn berusaha mengumpulkan energi untuk berdiri dengan benar.

"Aku tidak bisa berdebat terlalu lama denganmu saat ini," ucapnya dengan menjadikan pagar pembatas sebagai sandaran, sembari ia mengeluarkan dan mengutak-atik ponselnya sebentar.

Setelah selesai ia menyimpan ponselnya kembali lantas meraih tangan adiknya dan menariknya untuk segera pergi dari sana. "Kenapa kau tidak kembali sejak kemarin?" tanyanya.

Membiarkan dirinya dituntun pergi oleh sang kakak, Riku hanya membisu dengan menatap sosok Tenn dari belakang. Karena tujuan Riku sebenarnya adalah untuk pergi dengan sendirinya tanpa menunggu waktu yang lebih lama. Namun ia sendiri merasa takut untuk melakukannya, rasa takut meninggalkan orang yang disayanginya.

"Kau keterlaluan, aku benar-benar marah padamu," ujar Tenn tanpa menolehkan kepala sedikitpun pada Riku yang berjalan di belakangnya.

"Tapi aku harus melakukannya," balas Riku tetap pada pendiriannya.

"..."

"Aku harus pergi Tenn-nii!" tegasnya memberhentikan langkah kaki.

Ikut berhenti karena yang ditariknya berhenti di tempat, Tenn melepaskan tangan adiknya dengan kasar. Dibalikkan tubuhnya menghadap pada Riku dengan mengerutkan alisnya sehingga tercipta kerutan di dahinya. Namun bukan tatapan marah yang disiratkan tetapi tatapan mata yang berkesan sedih dan penuh kekecewaan. "Baiklah. Pergilah!"

Ia berniat meraih tangan kakaknya tapi niat itu dibatalkannya. Ia merasa sakit di hatinya ketika melihat wajah Tenn yang nampak sendu meskipun perkataan yang dikeluarkan bernada tinggi. "...Tenn-nii..."

"Jika kau ingin membuatku hancur sepenuhnya maka pergilah! Jangan pernah muncul lagi di hadapanku!" ujar Tenn membalik badannya sehingga posisinya membelakangi Riku.

Manik crimson itu terbelalak ketika mendengar penuturan tersebut. Perasaannya menjadi hancur seketika dan rasa sakit menyelubungi hatinya. Ia hanya mematung di tempat tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

Sementara yang mengatakan kalimat itu sendiri juga diam seribu bahasa. Perkataan itu keluar tanpa sadar dari mulutnya. Kalimat yang bahkan ia sendiri tak ingin untuk mengucapkannya. Mengepalkan erat kedua telapak tangannya ia mulai berjalan kembali, berusaha untuk tidak menolehkan kepala ke belakang. Tenn merasa bersalah karena telah mengatakannya. Namun sejujurnya ia sangat marah ketika mengetahui Riku memiliki niat untuk pergi selamanya. Tetapi bila Riku mengatakan ingin pergi Tenn tidak punya pilihan selain membiarkannya. Oleh sebab itu dia tidak akan berbalik atau mencari Riku kembali. Karena mungkin ia akan benar-benar hancur jika melihat sendiri kepergian adiknya.

Masih termenung di tempatnya, Riku menatap kepergian Tenn dalam diam. Membiarkan kembarannya terus melangkah hingga jarak semakin memisahkan keduanya. 'Tidak... jangan... jangan tinggalkan aku seperti dulu....,' melihat Tenn dari belakang seperti itu membuatnya mengingat kembali saat di mana Tenn pergi meninggalkannya.

Kini si surai merah mulai berpikir keras, otaknya berpikiran seperti itu namun hatinya berkata lain. Dia merasa bimbang dengan keputusannya saat ini. Alam bawah sadarnya tau jika ini pilihan yang salah namun Riku lebih memilih kata hatinya. Setidaknya dia berpikiran untuk melindungi kakaknya mulai saat ini dan menjauhkannya dari bahaya. Melindungi satu orang tidak terlalu berat bukan? Jika hanya satu...

Membiarkan setetes demi setetes air mata mengalir melalui kedua pipinya, lagi-lagi ia melanggar niatnya sendiri. Mengelakkan fakta bahwa kehadirannya bisa membawa malapetaka bagi yang lain, Riku lebih takut jika ditinggalkan untuk kedua kalinya. Jujur saja ia sangat bingung dengan keputusan apa yang harus diambilnya. Dia sedang berada pada posisi  yang memgharuskannya untuk memilih mana yang tepat dan mana yang salah.

Mungkin tidak apa jika menetap lebih lama...

""Jangan""

""Tidak masalah, selama aku bisa melindungi Tenn-nii""

""Jangan""

""Ini salah. Jangan!""

""...Aku tidak peduli! Jika aku melindunginya maka semua akan baik-baik saja""

""...""

Meremas kuat ujung baju yang dipakainya, Riku bergerak dari posisinya untuk segera mengejar kakaknya yang kini berada jauh di depan. 'Aku akan mengabaikan ini untuk sementara. Tidak akan terjadi apapun, aku harus percaya dengan itu'

....

Mengusap noda merah di bibir bawahnya, Tenn telah memberi kabar pada dua member Trigger lainnya jika ia akan kembali ke apartemen dan tidak perlu mencemaskannya. Juga ia memberitau jika sudah menemukan Riku di Zero Arena. 'Apakah aku sungguh tidak masalah membiarkan Riku menghilang dari dunia ini? Apakah aku akan baik-baik saja?'

Mendengar suara langkah kaki mendekat, Tenn hendak menolehkan kepala. Tapi ternyata tindakan seseorang yang tidak lain adalah Riku membuatnya hampir terjungkal ke depan. Dari belakang Riku menerjang tubuhnya dengan pelukan.

"Biarkan aku tetap berada di dekatmu Tenn-nii, onegai...," pintanya menyembunyikan wajahnya pada punggung kakaknya.

"..."

"Dasar... merepotkan saja," celetuk Tenn.

"Aku tidak akan merepotkan!! Huweeee!!!" balasnya merengek keras.

"Ssstttt! Bagaimana jika ada yang melihat?!" desis Tenn panik, disertai celingukan kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang mengawasi. Lantas ia menghela nafas kecil. "Hah... aku tidak bermaksut mengatakan hal tadi... jadi lupakan saja"

"Beneran? Tenn-nii gak boleh marah sama Riku lagi ya?" tanyanya.

"Iya-iya," Tenn–

Melepaskan pelukannya Riku menyiratkan senyum puas di wajahnya. "Kalau begitu, ayo kita pulang!" ujarnya ceria.

-_-"

"Oh? Apa perlu aku menggendong Tenn-nii seperti putri?" tanya Riku dengan wajah tampang polos.

"Hah?! Apa?! Untuk apa?! Tidak usah!" jawabnya sekaligus bertanya maksut pertanyaan Riku.

"Kan Tenn-nii sedang sakit," Riku–

"Aku hanya sedikit lelah, hanya itu!" Tenn–

────── {.⋅ ♫ ⋅.} ─────

Sejam telah berlalu, kini saudara kembar tersebut sudah berada di apartemen. Melakukan aktivitas seperti membersihkan diri lalu mandi, keduanya sudah selesai melakukannya. Tetapi mereka hanya saling diam dan tidak membicarakan apapun lagi.

Hingga Tenn pun mulai membuka suara. "Riku," panggilnya.

Adiknya yang hendak pergi ke toilet lantas menghentikan kehendaknya ketika sang kakak memanggil. "Ya Tenn-nii?"

Tenn melangkahkan kakinya mendekati Riku yang berada di ambang pintu. "Apa yang kau lakukan selama seharian? Kau kemarin tidak pulang kan? Kau membuatku mencarimu ke mana-mana dan kini kau hanya diam saja?"

"A-ah... i-itu...," Riku nampak bingung harus memberikan jawaban seperti apa. Terlebih Tenn menatap langsung dengan tajam, membuatnya merasa takut.

Karena posisi Riku dekat dengan dinding, si surai baby pink itu menaruh tangannya ke dinding, membuat adiknya terpojok dan mempersingkat jarak diantara keduanya dan akhirnya Tenn malah mengkabedon Riku di sana. Sorot tatapan tajam yang terlihat membuat Riku hanya bisa meneguk liur, siap menerima amarah dari kakaknya.

Tenn menatap Riku dengan lekat langsung pada kedua manik crimson milik adiknya. Ia tidak memberikan celah bagi Riku untuk mengelak atau pun kabur begitu saja tanpa memberikan penjelasan.
"Apa kau tau? Aku sangat marah dan khawatir. Terlebih perkataanmu saat di Zero Arena, membuatku menjadi sakit hati"

Sc : pinterest


Manik crimson itu bergerak tidak menentu ketika ia sadar tidak bisa lepas dari tatapan sang kakak. Ia takut jika Tenn akan marah besar padanya.

"Bukan hanya kau saja yang bisa memutuskan untuk pergi seenaknya. Jika mau, aku juga bisa pergi meninggalkanmu," ujar Tenn membuat Riku tersentak.

Ia pun menghela nafas panjang sembari mengalihkan tangan yang awalnya menempel di dinding menuju sebelah pundak adiknya, dengan menaruh kepalanya pada pundak Riku yang satunya. "Aku memang berucap seperti itu tapi nyatanya aku tidak bisa melakukannya"

"Kondisi tubuhku saat ini tidak memungkinkanku untuk marah-marah, bahkan aku tidak memiliki cukup energi untuk itu," ucapnya pelan.

"Maafkan aku, Tenn-nii," ujar si surai merah merasa bersalah dan hanya dibalas dengan dehuman oleh sang kakak.

Kini ia sedikit membebankan berat badannya pada Riku dan meminta satu hal pada adiknya, "Satu hal lagi... berjanjilah untuk memberitauku jika kau ingin melakukan sesuatu atau kau ingin pergi ke mana pun itu, mengerti?"

Riku mengangguk sebagai jawaban. "Ya, aku mengerti Tenn-nii"

"Anak pintar," balas Tenn yang nada suaranya mulai terdengar melemah.

Tanpa membuang waktu lebih lama, yang mungkin bisa membuat sang kakak semakin lelah. Riku pun mengusulkan untuk pergi ke kamar dan tidur, terlebih jam telah menunjukkan pukul 1 pagi, terlebih keduanya belum istirahat semenjak tadi.

────── {.⋅ ♫ ⋅.} ─────

Tidur nyenyak pemuda itu terusik ketika telinganya menangkap samar-samar gumaman suara dari orang yang tidur di sebelahnya. Membuka kelopak matanya secara paksa, sembari mengumpulkan kesadarannya.

"Riku, jangan berisik dan tidurlah—" ucapnya berniat menegur, sebelum ia membisu seketika saat mendapati wajah kembarannya yang dipenuhi air mata.

Sc: pinterest

Riku yang sedang dalam kondisi tidur bergumam tidak jelas dengan air mata yang perlahan mengalir keluar dengan deras. Deru nafasnya menjadi tidak teratur, menandakan asmanya akan kambuh jika diteruskan. Tak lama si surai merah menggumamkan nama kakaknya.

'Riku bermimpi buruk lagi?' benaknya setelah sekian kalinya mendapati adiknya meracau tidak jelas, kadang berteriak dan malam ini adiknya menangis dalam tidur. Tenn membangunkan tubuhnya dengan posisi menyamping dan sikutnya yang bertumpu di atas kasur. Tangannya yang bebas digunakannya untuk mengusap bulir-bulir air mata adiknya. Namun air yang dihapuskan itu tergantikan dengan bulir-bulir lain yang keluar dari matanya.

Mendengar deru nafasnya yang semakin sesak, Tenn pun menggoyangkan tubuh adiknya untuk membangunkan. "Riku. Riku bangunlah sebentar"

Kelopak matanya terbuka separuh, menampilkan warna merah yang indah. Maniknya langsung bertatapan dengan manik amaranth pink milik Tenn. Disertai air mata yang masih mengalir keluar.

"Berhentilah menangis. Asmamu bisa kambuh nanti," peringat Tenn kembali mengusap air mata di pipi adiknya.

Sementara Riku memandang kakaknya dengan tatapan yang nampak sendu. "Tenn-nii tidak akan meninggalkan Riku sendirian kan?" tanyanya dengan suara bergetar dan satu tangannya meremas kain sprei di dekatnya.

Aktivitas Tenn terhenti saat mendengar pertanyaan adiknya yang bernada lirih. Tangannya beralih mengelus lembut kepala adiknya dengan senyum yang tersirat. "Jangan khawatir, Tenn-nii tidak akan membiarkan Riku sendirian lagi"

"Tidurlah Riku," suruhnya mendekatkan diri dan memeluk adiknya.

Riku yang dipeluk dengan hangat, menduselkan kepalanya pada dada bidang Tenn dengan senyum manis yang terpampang di wajahnya.

"Maafkan Riku. Riku tidak bisa menjajikan hal yang sama," gumamnya sebelum kesadarannya berpindah ke alam mimpi.

────── {.⋅ ♫ ⋅.} ─────

"Tenn-nii!" panggilnya memasuki ruang tengah apartemen untuk mencari sosok sang kakak. Dia baru saja sampai di apartemen sehabis mampir sebentar ke dorm Idolish7.

"Tenn-nii—" panggilannya terputus ketika ia mendapati sang kakak yang sepertinya tertidur di atas sofa.

Perlahan ia melangkahkan kaki tanpa bersuara, mendekati sofa tempat kakaknya berbaring. Ia menatap kakaknya yang terlihat sedang memejamkan mata.

'Tenn-nii tertidur ya? Maklum sih soalnya Tenn-nii sedang sakit dan  butuh banyak istirahat'  batinnya membungkukan badan.

Karena iseng, Riku memainkan surai baby pink milik kakaknya. "Padahal katanya akan mengawasiku dengan ketat"

"Kalau lengah begini , aku bisa dengan mudah pergi loh," ujarnya—

Riku sontak menghentikan gerak jemarinya yang memainkan surai baby pink itu ketika melihat sang kakak membuka sedikit kelopak matanya.

Si surai baby pink mengangkat kepalanya hingga akhirnya wajahnya hanya berkisar beberapa centi dari wajah Riku. Dengan menaruh tangannya di punggung Riku, ia menyunggingkan senyum."Itu sangat curang jika kau memanfaatkan kelengahanku  saat sedang sakit untuk kabur Riku"

Terlunjak kaget karena tiba-tiba Tenn terbangun. Riku terjatuh duduk di lantai dan tergagap, "Te-te-tenn-nii"

Tenn kembali menyandarkan kepalanya pada sofa  dan tertawa kecil melihat ekspresi terkejut riku yang membuatnya menjadi gemas.

Riku yang kelabakan karena Tenn tiba-tiba bangun pun hanya bisa tersenyum kikuk. Ia duduk di bawah dekat sofa tempat Tenn berbaring menyamping. Memandang wajah pucat kakaknya yang terlihat jelas, membuatnya menjadi sedih sekaligus khawatir. "Apa kita tidak perlu pergi ke dokter Tenn-nii?"

"Tidak perlu. Aku akan baik-baik saja setelah istirahat. Jadi Riku, jangan membuat ulah dan biarkan aku tidur dengan nyenyak, ya?" balas Tenn. Satu tangannya menggapai pucuk kepala Riku dan mengusapnya.

"Gomen," balas Riku merasa bersalah karena ia menyebabkan Tenn tidak bisa beristirahat dengan benar.

"..."

"Jadilah bantalku Riku," pinta Tenn mengisyaratkan adiknya untuk duduk di sofa dan menggunakan paha kakinya sebagai bantal.

"Eeehhhh???????" Meski begitu Riku menuruti permintaannya dan membiarkan Tenn menjadikan kakinya sebagai bantal.

Tenn memiringkan posisi tidurnya menjadi menghadap pada perut adiknya. Ia perlahan mulai memejamkan mata, "Bangunkan aku saat jam makan siang, aku akan tidur sebentar"

"Uhm," dehum Riku sebagai jawaban.

Tak perlu waktu lama akhirnya si surai baby pink itu tertidur. Riku dapat melihat tubuh kakaknya yang naik turun menandakan proses pernafasannya. Dengan senyum yang terpampang, Dengan hati-hati ia mengusap surai lembut milik kembarannya.

'Kemarin aku memimpikan apa ya?

Kenapa aku merasa tidak tenang seperti ini?'

.
.

- To be continued -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro