05. D A Y F I V E

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

🌾 ༉‧₊˚.; Sacrifices
﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋

Bom Waktu

feat. Kusanagi Nene

*This Chapter may contains extra sensitive contents! (Major Character deaths, bombs, and bruises)

Pernakah kamu menginginkan untuk memutar balikkan waktu? Jika Iya,  dan apa alasan dibalik dirimu ingin memutar waktu tersebut?

Apakah karena ingin mengulang kembali kenangan-kenangan menyenangkan? mencari tahu sebuah rahasia besar yang sempat kau lewatkan? atau ... menghapus kesedihan yang memilukan?

Jikalau kau bertanya soal diriku, maka alasanku dapat disebut ketiga-tiganya. Sebab kini, seluruh kenanganku telah hilang terganti oleh kehampaan. Entahlah mereka pergi dan lenyap  kemana sekarang, hanya saja setelah aku terbangun di kamar rumah sakit ini, segalanya sudah tidaklah lagi sama seperti sedia kala. 

Aku tidak ingat sudah berapa lama aku tertidur pulas di dalam ruangan serba putih itu, bahkan aku sama sekali tidak tahu musim apa sekarang dan musim apa yang sedang berlangsung sekarang. Gorden kamar ini selalu tertutup, sementara itu  kedua kakiku sama sekali tidak dapat digerakan untuk menyibak tirai tersebut.

Tidak hanya kakiku saja yang berubah, namun beberapa bagian lain dari tubuhku pun juga. Tanganku dipenuhi perban untuk menutupi kulitku yang mengerikan karena melepuh dan mengelupas, sebagian wajahku menjadi buruk rupa, dan pandanganku menjadi sedikit buram.

Saat ini penampilanku tiada bedanya dengan seekor monster yang menjijikan  di dalam dunia dongeng, atau sosok mumi yang menyeramkan di film-film bergenre  horror yang sering diputar dalam siaran malam televisi. Aku sendiri bahkan tidak sanggup memandangi diriku di depan cermin.

Namun, walau dengan tampang buruk seperti ini entah mengapa aku tidak pernah sekalipun dicacimaki, justru keluargaku malah memelukku begitu hangat dan erat begitu aku membuka mata untuk pertama kalinya setelah sekian lama terlelap, dan orang-orang berpakaian putih yang mengitariku pada saat itu tiada hentinya berkata bahwa ini adalah "Keajaiban" dengan eskpresi sangat takjub seolah-olah aku ini adalah mahluk yang berasal dari planet lain.

Aku tahu bahwa aku memakai perumpaan yang aneh untuk mendeskripsikan betapa terkejutnya mereka, akan tetapi aku mengatakan kenyataan bahwa mereka itu memang bereaksi terlalu berlebihan yang membuatku agak kesal. 

Sekali lagi, aku menghembuskan napas panjang.

Baiklah Nene, mari kita memejamkan mata, menghembuskan napas, dan rileks. Barangkali jika aku bisa memusatkan seluruh kefokusanku dalam kesunyian ini, ingatan-ingatan itu akan kembali. Aku selalu melakukan ini ketika aku sedang sendirian seperti sekarang, dan ketika aku berhasil untuk fokus, aku pasti akan mengingat sesuatu tentang kejadian hari itu.

Dua hari yang lalu--sebelum ada seorang suster yang menganggu konsentrasiku-- aku berhasil mengingat bahwa hari di mana sebelum aku terlelap, aku sedang berada di Phoenix Wonderland. Aku ingat ada sosok Emu yang memanggilku dengan riang, Tsukasa yang seperti biasa terasa sangat menyebalkan dengan segala keberisikannya dan berdebat denganku dengan masalah sepele, dan Rui yang lebih banyak diam serta sesekali tertawa kecil memperhatikan kelakuan kami.

Aku juga  ingat, waktu itu kami akan melakukan pertunjukkan lagi. Temanya adalah kisah putri duyung dan aku di sana menjadi tokoh utama dalam pertunjukkan tersebut. Yang membuatkanku kostum adalah Tsukasa, dia tampak sangat senang ketika gaun putri duyung itu kukenakan dan tiada henti mengoceh betapa hebatnya gaun buatannya tersebut. Yah, kuakui hasil dari tangannya itu memang pantas dipuji brillian sih, tetapi tentu saja tidak aku utarakan terang-terangan atau dia akan semakin berisik.

Kemudian, apa yang terjadi setelah itu? jawabannya akan kucari hari ini.

Samar-samar dalam bayanganku, kulihat ada Saki, Honami, Ichika, An, Mizuki, dan Kohane menghampiri backstage kami. Mereka semua sangat heboh melihat penampilanku mengenakan gaun buatan Tsukasa itu. Alhasil, baik aku atau Tsukasa, langsung dibanjiri pujian oleh mereka yang lantas membuat kami berdua tersipu--atau hanya aku saja yang merasa malu karena Tsukasa semakin menggebu-ngebu membanggakan dirinya sendiri.

Pada saat itu yang memerankan menjadi pangeran adalah Tsukasa, yang berarti dialah yang menjadi lawan mainku dalam berakting. Mizuki tiada hentinya menggoda kami karena hal tersebut, katanya kostum yang kami kenakan sangat serasi. Tentu saja pipiku semakin memanas mendengarnya, dan Tsukasa secara  cepat menyangkal semua ejekkan Mizuki.

Lima menit sebelum pertunjukkan dimulai, Saki dan kawan-kawan lain sudah keluar dari backstage dan duduk di kursi penonton. Jantungku berdebar tak karuan ketika berdiri di balik tirai panggung yang masih tertutup, rasanya sedikit lagi aku akan meledak, rasanya aku sangat ingin kabur dari kenyataan.

Bagaimana jika aku melakukan kesalahan? bagaimana jika aku melupakan bagianku seperti dulu? semua pikiran negatif itu memenuhi pikiranku.

Tatkala aku berada dalam pikiran kusut, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat menyelimuti telapak tanganku. Itu adalah tangan milik Tsukasa, dan dia hanya mengedipkan sebelah mata serta tersenyum lebar sewaktu aku memandanginya heran.

Tapi aku  langsung paham, dia sedang menyemangatiku walau tidak berbentuk kata-kata.

Dan pada saat itu juga aku langsung meyakini diriku sendiri bahwa aku dapat mengatasi segalanya, sebab aku memiliki teman-teman yang mempercayaiku. Aku pasti bisa!

Tirai pertunjukkan sudah sepenuhnya terbuka. Tepat ketika Rui akan melakukan sambutan, tiba-tiba saja ....

Tiba-tiba saja ... sebuah cahaya menyilaukan menerpa wajahku sehingga aku dibuat buta, suara ledakkan yang teramat besar menyusul tak lama kemudian.

Panas, berisik, aku merasa sakit.

Orang-orang menjerit, menangis, dan berteriak "Teroris!"

Aku memang tidak bisa melihat apa-apa, tetapi aku merasa tubuhku ditarik oleh seseorang ke dalam sebuah dekapan tepat ketika suara ledakkan itu terdengar memekakkan telinga. Wangi sitrus yang segar becampur manis memenuhi indera penciumanku, aku kenal betul bahwa ini adalah bau parfum yang biasa dipakai oleh Tsukasa.

Dan ingatanku ... semua terhenti sampai di sana.

✥✥✥

Srrrk ...

Seorang Wanita muda mengenakan seragam suster masuk ke dalam kamarku dengan membawa troli berisi beberapa obat-obatan dan suntikkan. Dia mendekati ranjang, dan menyunggingkan sebuah senyuman hangat.

"Kusanagi-san, waktunya minum obat---"Tetapi senyuman miliknya itu seketika hilang berganti dengan ekspresi terkejut begitu kami saling bertatapan.

"Kusanagi-san? Mengapa kamu menangis?! Apa ada yang sakit?!"

Pertanyaan paniknya tersebut kubalas dengan gelengan lemah, tanganku yang terbebas dari selang infus menggapai baju perawat tersebut dan meremasnya kuat-kuat.

"Katakan padaku, di mana Tsukasa?"tanyaku penuh putus asa. "Katakan padaku, Suster. Bahwa teman-temanku dalam keadaan baik-baik saja."

Perawat itu tidak memberikanku balasan berupa kata, dia malah memelukku erat-erat menyebabka tangisanku semakin pecah. Aku tidak peduli bahwa di usiaku ini, aku menangis dan meraung seperti bayi. 

Jika Tsukasa tidak menjadikan tubuhnya sebagai tameng waktu itu, akankah saat ini aku tengah tertawa dalam kedamaian bersama mereka di atas sana?

Aku ingin memutar waktu; mengulang euforia hari itu, lalu menyelamatkan mereka, serta menghapus kenangan mengerikan tersebut.

࣪˚.𓂅 ˓ .𖤣𖥧˚.𓂅 ˓ ࣪.𖤣𖥧˚.𓂅 ˓ ࣪.𖤣𖥧˚.𓂅 ˓




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro