06. D A Y S I X

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


🌾 ༉‧₊˚.; Fake Love
﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋

Selaras

feat. Shinonome Akito, Shiraishi An

Sesungguhnya Bumi yang kita pijak ini hanyalah panggung sandiwara yang dibuat oleh Tuhan, dan kita, manusia, tercipta sebagai sebuah boneka golek yang diberkahi  beranekaragam ekspresi, emosi, serta perasaan.

Tawa, tangis, amarah, dan kehampaan.

Suka, benci, atau cinta.

Merasa euforia yang luar biasa, maupun sakit atas luka mendalam.

Komponen-komponen itulah yang melengkapi diri kita--para boneka milik Tuhan--yang akan bersandiwara dalam potongan-potongan skenario sandiwara Bumi bernama Takdir

Perumpaan ini sebenarnya telah kupikirkan sejak duduk di bangku sekolah dasar, ketika separuh waktuku kuhabiskan dengan menyelam ke dalam dunia-dunia fantasi, aku menjadi berpikir apa yang terjadi apabila Bumi ini pun sama saja seperti buku dongeng dan kitalah tokoh-tokoh dalam dongeng tersebut.

Jika memang seperti itu, lantas hidup yang kita jalani selama ini adalah kepalsuaan?

Apakah segala perasaan yang tercipta dalam diri kita  ini adalah rekayasa belaka?

Apa betul kita ini hanya seorang aktor yang dimanfaatkan oleh Tuhan?

Entahlah, hanya saja pemikiran semacam itu sedari kecil begitu menghantuiku, sampai-sampai tanpa sadar, aku benar-benar memposisikan diriku sebagai aktor yang handal untuk bersandiwara dalam hal apapun. Baik itu ketika aku besandiwara di atas panggung, maupun tatkala bersandiwara di atas bumi yang menjengkelkan ini.

Tujuh belas tahun aku jatuh-bangun melalui lika-liku kehidupan membuatku tersadar, bahwa menampakaan perasaan sebenarnya sama saja dengan bunuh diri. Apalagi ketika kamu menunjukkan rasa sedihmu atau menunjukkan amarah yang bisa saja mengundang orang lain untuk membenci, mencela, dan berakhir mencabik-cabik dirimu hingga tiada lagi tersisa.

Mempercayai orang lain pun sama saja seperti menggali lubang kubur sendiri. Sebab hati manusia itu sungguh dipenuhi rahasia yang sangat tersembunyi, mencoba mengoreknya dengan mata telanjang pun hanya akan berakhir mustahil. Dengan hal tabu seperti itu bisa jadi mereka yang kau percaya itu hanya akan memanfaatkanmu lalu kau pun akan dibuang secara tak terhormat seperti sampah yang sama sekali tidak memiliki makna.

Oleh karena itulah aku tidak pernah sekalipun mencoba untuk membuka diriku yang sebenarnya kepada siapapun, aku tidak pernah berbagi kisah tentang perasaanku lagi, bahkan jika yang kurasakan itu adalah perasaan positif seperti bahagia. 

Aku juga tidak ingin berekspresi terlalu berlebihan sebab aku tidak ingin mengambil resiko-resiko yang kusebutkan tadi. Cukup mengukir senyum setiap saat, melakukan apa yang orang lain suka, dan menjadi sosok sempurna sebagai topeng paling ampuh untuk bertahan hidup.

Dengan begitu tiada lagi orang-orang yang bisa merendahkan diriku, Shinonome Akito.

Menjadi anak yang baik di rumah, seorang pegawai teladan, siswa berbudi luhur, sosok musisi perfeksionis, dan menjadi kekasih idaman sekalipun bukanlah hal sulit bagiku jika aku tetap dapat mempertahankan kepalsuan ini.

Yah ... walau aku tahu, segala hal tidak mungkin akan selalu berjalan mulus, termasuk sandiwaraku.

"Aku ingin kita putus."

Suatu malam, tatkala kami berjalan pulang setelah kencan seharian, tiba-tiba saja pacarku--Shiraishi An--mengutarakan keinginannya yang terkesan sangat mendadak tersebut. Dia melepas genggaman tangan kami, mengambil jarak, dan menatapku dalam-dalam.

"Mengapa?" tanyaku heran. Kukira selama kencan tadi aku masih memerankan sosok kekasih yang sempurna bagi An. Seharusnya tiada masalah yang timbul, dia juga selama kencan tadi ceria-ceria saja.

An menghela napas gusar. " Sebetulnya aku sudah tahu bahwa kau menerima perasaanku sewaktu itu hanya karena terpaksa, hanya karena ingin  kau menjaga imej dirimu di mataku saja, bukan? Kau tidak pernah benar-benar mencintaiku."

"Lalu?"

"Ya, makanya itu aku ingin semua cukup disudahi sampai di sini. Aku memang masih mencintaimu tetapi entah mengapa di sisi lain aku merasa ... apa yang kucintai ini bukanlah dirimu sebenarnya. Aku menjadi merasa bahwa aku hanya membelenggumu dengan perasaanku."

An kemudian meletakkan tangannya tepat di dada kiriku, dan tak lama kemudian sebuah senyum miris terbit pada wajahnya. 

"Lihat? Bahkan ritme jantung kita tidak selaras  yang membuatku semakin yakin bahwa pemikiranku itu benar. Kalau begini, lantas apa yang perlu dipertahankan lagi, Akito?"

࣪˚.𓂅 ˓ .𖤣𖥧˚.𓂅 ˓ ࣪.𖤣𖥧˚.𓂅 ˓ ࣪.𖤣𖥧˚.𓂅 ˓


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro