21: Serpihan masa lalu |S3 (Revisi)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Happy reading

***

[Name] melangkahkan kedua kakinya dengan santai. Kedua matanya memperhatikan kondisi sekitarnya saat ini dengan saksama. Dengan berbekal senapan panjang [Name] terus mengecek lokasi bekas insiden hancurnya ruang bawah tanah gereja keluarga Reiss.

Saat ini ia bersama Levi tengah mengecek lokasi ruang bawah tanah gereja keluarga Reiss. Levi memberi perintah untuk mengecek bagian atas dan pria tersebut akan mengecek bagian bawah.

Suasana sore kala itu terlihat sunyi usai hari yang panjang berakhir. [Name] sedikit menyibak jubah Pasukan Pengintai dan menyimpan senapan di belakang punggungnya. Sudah lama ia tidak mengenakan jubah Pasukan Pengintainya sejak insiden pembekuan resimen Pasukan Pengintai.

[Name] melangkahkan kedua kakinya sembari merapikan ikatan rambutnya yang ia ikat rendah. Poninya yang menggangu sesekali ia selipkan ke belakang daun telinga dan mata sayu tersebut masih terus mengawasi dengan waspada.

Namun, langkah [Name] terhenti ketika ia melihat sosok Kenny yang terduduk di bawah pohon dengan kondisi yang sekarat. Lantas [Name] dengan segera mengambil senapannya dan segera meninggalkan Kenny menuju lokasi Levi.

Gadis itu berlari dan melompat untuk sampai ke bawah hingga bertemu dengan Levi.

"Kapten Levi!" panggil [Name] dari kejauhan sehingga membuat pria itu berbalik menatapnya.

"Ada apa?"

"Aku menemukan Kenny Ackerman!" seru [Name].

Sontak Levi membelakkan kedua matanya dan dengan segera pria tersebut meminta [Name] untuk mengantarnya ke lokasi Kenny berada saat ini.

***

[Name] dan Levi tiba tepat di hadapan Kenny yang terduduk tak berdaya dengan luka bakar dan luka robek di perut. Kedua mata pria tersebut juga terpejam menandakan ketidak berdayaannya.

"Kenny!" [Name] memanggil nama pria tersebut dan menodongkan senapannya hingga membuat Kenny memperlihatkan senyuman tipisnya dengan kedua mata yang terpejam.

"Kau ... suara itu mengingatkanku kepada Merie."

[Name] terkejut, gadis itu berjongkok kemudian memegang pundak kanan Kenny. "Maksudmu?!" Dengan tegas dia bertanya. Nada bicaranya terdengar meminta sebuah penjelasan dengan keterkejutan di dalamnya.

Kenny tidak menjawab, pria tersebut malah terkekeh dengan darah yang keluar dari sudut bibirnya.

"Luka bakar dan pendarahan itu, kau sudah tidak bisa diselamatkan lagi," ucap Levi membuat [Name] mendongak dan menatap pria tersebut.

"Tidak." Kenny menepis lemah sembari menyingkirkan tangan [Name] yang memegang pundaknya. "Apa benar begitu? Aku mencuri satu kotak ini dari tasnya Rod. Sepertinya dengan menyuntikkan ini aku bisa berubah menjadi titan meskipun titan tolol sekalipun. Tapi, setidaknya aku bisa hidup lebih lama," lanjut pria tersebut sembari memperlihatkan sebuah kotak berisikan suntikan yang berisi cairan yang dapat merubah orang biasa menjadi titan kepada Levi dan [Name].

[Name] kembali berdiri di sisi Levi dan menodongkan senapannya. "Dibandingkan sekarang, harusnya tadi kau memiliki waktu dan tenaga untuk melakukan itu. Tapi, kenapa kau tak melakukannya?" tanya [Name].

Hal tersebut membuat Kenny membuka kedua matanya dan menatap [Name] serta Levi secara bergantian. Tangannya memegang perutnya yang berdarah kemudian kekehan kembali terdengar. "Kau ... putri kandungnya Merie, kan?"

Pertanyaan Kenny sontak membuat [Name] tersentak. "Ada hubungan apa kau dengan ibuku?" Pertanyaan mengintimidasi tersebut keluar dari bibir yang selalu melengkung ke bawah.

"Kau mirip sekali dengannya. Wajahmu, auramu- tidak, aura Merie tidak sehampa ini. Aku mengingatnya dengan sangat jelas meski sudah bertahun-tahun lamanya kami tidak berjumpa. Oh ya, di mana Merie sekarang?"

[Name] tak bergeming ketika mendengar pertanyaan yang selalu mengingatkannya akan trauma masa kecil tentang kematian ibunya.

Kedua matanya menyendu. "Dia sudah mati, menjadi salah satu korban distrik Shiganshina 5 tahun yang lalu," jawab [Name] sekenanya.

Ada satu kebingungan yang [Name] pikirkan saat ini. Yaitu, bagaimana bisa Kenny mengenal dan mengetahui ibunya. Apa pria ini memiliki hubungan dengan ibunya?

"Katakan, kau siapanya ibuku?"

Kenny kembali menunduk dan terkekeh. "Kau mirip dengan Merie, hanya saja warna rambutmu membuatku seakan-akan kembali mati rasa meski sebentar lagi aku akan mati dan mungkin aku bisa bertemu si bodoh itu di alam sana."

"Kau tak mungkin hanya duduk saja sambil menunggu kematian. Apa kau tak punya alasan yang lebih bagus untuk mati?" Levi melontarkan pertanyaannya dan menatap Kenny dengan tajam.

"Aku tak ingin mati dan menginginkan kekuatan. Namun ... begitu ya. Sekarang aku jadi mengerti maksud dari apa yang dibilangnya waktu itu." Kenny tertawa. Pria yang sudah sekarat itu mengingat sosok sahabatnya, Uri Reiss. "Semua orang yang kulihat pasti seperti itu. Mau itu bir, wanita, pria, atau bahkan kepada dewa, keluarga, raja, impian, anak bahkan kekuatan. Manusia kalau tak dimabuk oleh sesuatu takkan bisa bertahan hidup di dunia ini. Manusia itu pasti diperbudak oleh sesuatu. Dia pun begitu. Lalu, kau itu apa hah, Levi? Pahlawan?" Kenny melemparkan pertanyaan kepada Levi sehingga membuat pria tersebut terpaku pada posisinya.

"Dan untukmu bocah kesayangan Merie, kau dimabukkan oleh apa sehingga kau bisa di sini? Berada dekat dengan si cebol ini pula." Di saat-saat seperti ini Kenny masih sempat-sempatnya menghina Levi tentang tinggi pria tersebut yang tidak semampai sehingga membuat Levi berdecih.

[Name] yang mendengar pertanyaan Kenny barusan lantas menunduk dan menggenggam erat senapannya. Perkataan Kenny ada benarnya. Selama ini pun dari semua orang yang [Name] temukan pasti selalu dimabukkan oleh sesuatu termasuk dirinya. [Name] dimabukkan oleh mimpi dan tujuannya.

"Kau siapa ibuku?" Dia tidak menjawab, melainkan kembali melontarkan pertanyaannya yang sama. [Name] berharap pertanyaannya kali ini bisa dijawab oleh Kenny. "Apa kau tahu tentang ayahku?"

"Cih, jangan tanya hal itu. Itu membuat aku sedih-"

Perkataan Kenny terpotong karena Levi langsung memukul perut Kenny menggunakan senapannya dan berjongkok. Pria bermata tajam tersebut memegang kedua pundak Kenny dan berbicara dengan intonasi tinggi. "Kenny! Ceritakan semua yang kau tahu kepadaku! Kenapa raja pertama tak ingin umat manusia selamat?!"

Kasihan sekali pria tua ini, dicerca oleh banyak pertanyaan dari mereka dua manusia kejam.

Kenny kembali mendongak, menatap [Name] dengan nanar mata lemahnya. "Aku tidak tahu. Tapi, itu adalah alasan kenapa Ackerman seperti kita ... menentang keluarga kerajaan. Termasuk kau bocah kesayangan Merie." Kenny terbatuk hingga memuntahkan darah dari dalam mulutnya dan mengenai wajah Levi.

[Name] membulatkan kedua matanya, begitu juga dengan Levi. Kening [Name] tampak berkerut dengan alis yang bertautan.

"Aku ... Ackerman?" [Name] bertanya lirih. Membuat Kenny tersenyum tipis dan kembali terkekeh.

"Sepertinya nama keluargaku juga Ackerman, ya? Kau itu sebenarnya siapa ibuku?" tanya Levi mengintimidasi.

"Bodoh! Aku hanyalah kakaknya!" ujar Kenny dengan ketus.

Lagi, [Name] dan Levi membulatkan kedua matanya saat mendengar penjelasan Kenny barusan. Jika Kenny adalah kakak dari ibunya Levi, maka Kenny adalah paman Levi. Namun, Kenny siapanya ibunya sehingga mengatakan kalau [Name] adalah seorang Ackerman?

Bahkan selama ini [Name] tidak mengetahui bagaimana asal usul ibunya dan juga ayahnya.

"Kenny, sebelum itu ... katakan padaku kau siapanya ibuku? Apa kau tahu sesuatu tentang ayahku?!" [Name] ikut berjongkok dan menatap Kenny yang menatapnya penuh harapan.

"Merie ... dia menarik dan jangan tanya hal tersebut padaku. Kau membuatku semakin sekarat bocah," jawab Kenny.

"Kenny, saat itu kenapa kau meninggalkanku begitu saja?" Levi melemparkan pertanyaannya ketika mengingat masa lalunya bersama Kenny ketika berada di kota bawah tanah.

"Aku ...." Kenny menutup kotak yang ia curi dari Rod Reiss lalu bergerak menyerahkannya kepada Levi. "Tak bisa menjadi orang tua bagimu."

Angin berhembus menerpa ketiga manusia yang bergeming di posisi masing-masing. Beralih mengecek nadi Kenny dan tak lama gadis tersebut memejamkan matanya.

"Kenny telah meninggal dunia," ujarnya pelan.

[Name] membuka kedua matanya, menatap Levi yang tampak terkejut. [Name] tidak tahu apakah Levi merasa terpukul dengan kematian Kenny hanya saja tatapan kedua mata tajam tersebut menjelaskan tentang kesedihan yang tak bisa diungkapkan dengan perkataan, tingkah laku dan ekspresi.

[Name] menyentuh pundak sang kapten dan mengusapnya pelan. "Aku akan memanggil beberapa prajurit untuk membantu mengurus mayat Kenny."

[Name] bangkit dari posisi jongkoknya dan berjalan meninggalkan Levi menuju kudanya. Kenny Ackerman, pria itu mengatakan beberapa hal dari serpihan masa lalu yang kini menyisahkan tanda tanya bagi [Name].

Sepertinya hanya buku harian ibunyalah yang dapat menjawab pertanyaan sederhananya.

***

Historia telah resmi diangkat menjadi ratu. Kini pun gadis tersebut sudah membuka sebuah panti asuhan untuk menampung anak-anak kota bawah tanah yang tidak memiliki tempat tinggal dengan disongkong oleh persetujuan Levi.

[Name] bersama Mikasa mengangkat beberapa karung gandum dan meletakkannya di dalam gudang penyimpanan. Saat ini [Name] bersama teman-temannya tengah berada di panti asuhan yang Historia dirikan.

Ia memutuskan untuk kembali beraktivitas usai pikirannya sempat berantakan lantaran perkataan Kenny yang masih menjadi momok bagi dirinya sendiri.

"Jadi, Kenny menjelaskan kalau kau juga Ackerman?"

[Name] menoleh, menatap Mikasa dan mengangkat kedua bahunya tidak tahu. Gadis tersebut tampak mendudukkan dirinya di atas tumpukan karung yang setinggi pinggangnya dan menautkan kedua tangannya di atas paha. "Aku tidak tahu pasti, hanya saja Kenny berkata seperti itu."

"Apa Ackerman itu dari ibumu atau ayahmu?" Mikasa menyandarkan pinggangnya pada tumpukan karung dan menyatukan kedua tangannya di depan tubuhnya.

Kedua gadis remaja tersebut tampak menatap lurus. Memperhatikan Sasha dan Connie yang harus kewalahan mengurus anak-anak kecil.

"Selama ini aku tidak terlalu mengetahui masa lalu Ibuku, terlebih ayahku. Mereka berdua sangat misterius bagiku bahkan sampai detik ini. Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah buku harian ibuku," jelas [Name].

Mikasa menoleh, menatap [Name] lalu kembali menoleh ke depan. "Lalu, setelah kau mengetahui semuanya, apa yang akan kau lakukan?"

"Lihat nanti." [Name] kembali beranjak dari duduknya lalu merapikan baju lengan panjang yang ia pakai dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Saat ini aku hanya bisa berharap, Mikasa."

Mikasa bergeming di posisinya, lalu gadis itu tampak melangkah meninggalkan [Name].

"Kau mau kemana?" tanya [Name] sembari menyamakan langkahnya dengan Mikasa.

"Menemui Eren," jawab gadis itu.

Sejenak ide usil muncul dibenak [Name]. "Waw, kau ingin menemui pacarmu, ya? Ya sudah sana." Ujaran [Name] berhasil membuat wajah Mikasa merona dan terlihat salah tingkah.

"D-dia keluargaku!" tepis Mikasa. Mendadak gadis berwajah datar tersebut merona kemudian berlalu meninggalkan [Name] seorang diri.

Sesaat [Name] terpaku ketika mendengar jawaban Mikasa. Jika [Name] menyinggung status Eren pada Mikasa, Mikasa selalu menganggap Eren adalah keluarganya meski [Name] sudah bisa menilai jika Mikasa memiliki rasa cinta kepada Eren.

[Name] penasaran, seperti apa rasa jatuh cinta. Karena sejauh ini [Name] belum pernah menyukai lawan jenisnya sedikit pun. Tertarik pun tidak dan [Name] harap dirinya masih normal serta baik-baik saja.

Namun, jika diingat-ingat lagi ...[Name] ingat kalau dirinya pernah hampir menyukai seseorang. Yeah hampir. Karena orang yang hampir ia sukai telah tiada saat ini. Atau memang ia sudah menyukai orang itu?

"Jika diingat-ingat kau selalu tersenyum kepada siapapun, ya, Marco."

***

Malam hari telah tiba. [Name] menutup pintu gudang penyimpanan yang sudah tertata rapi dan mengunci pintu tersebut. Sejenak gadis berwajah muram tersebut menghela nafas dan menyimpan kunci yang ia bawa ke dalam saku celananya.

"[Name]! Kemarilah!"

[Name] menoleh dan mendapati Armin memanggilnya. Di lapangan luas terlihat teman-temannya duduk mengelilingi api unggun bersama. [Name] menganguk kecil, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan berjalan menghampiri teman-temannya.

Setibanya, [Name] langsung mendudukkan dirinya diantara Armin dan Jean. Teman-temannya terlihat asik tengah membakar jagung sembari bercanda ria. Gadis itu tampak meluruskan kaki kirinya lalu menekukkan kaki kanannya. Ia letakkan tangan kanannya di atas lutut kanannya dan menjadikan tangan kiri untuk menopang tubuhnya.

"Apa kita masih lama lagi di sini? Dan di mana Historia?" tanya [Name] dengan malasnya.

Mikasa yang tengah membakar jagung bersama Eren dan Connie di dekat pemanggang tampak mendongak dan menatap [Name] dengan tatapan matanya yang datar. "Dia ada di dalam mengurus anak-anak kecil tadi," jawab gadis berwajah oriental tersebut.

[Name] menghela nafas. "Oi, Connie, tolong bakarkan aku satu jagung juga," seru [Name] sembari membaringkan tubuhnya dan menjadikan kedua tangannya sebagai bantalan.

"Cih pemalas!" Connie tampak bersungut-sungut. Meski begitu, pemuda berkepala botak tersebut tetap melakukan permintaan dari [Name].

[Name] tampak memperhatikan langit malam yang bersinar dengan terang di atas sana dengan taburan bintang di mana-mana. Api unggun memberikan kehangatan dan kebersamaan teman-temannya juga memberikannya kehangatan. Tak lama, seuntas senyuman tipis terbentuk di wajah murung gadis tersebut.

Saat ini ia dan teman-temannya bisa mendapatkan waktu istirahat sebelum menghadapi misi besar yang di mana Levi dan Hange sempat menjelaskan kepada mereka. Misi besar tersebut adalah merebut kembali tanah air mereka yang sudah direnggut oleh titan 5 tahun yang lalu.

"Sasha! Ini punyaku!"

[Name] melirik menggunakan ekor matanya dan mendapati Jean dan Sasha tengah bertengkar mengenai jagung bakar. [Name] mengangkat kedua bahunya tidak peduli dan memejamkan matanya. Menikmati berbagai suara yang memasuki indra pendengarannya.

"Menurut kalian ... bagaimana dengan misi kita yang akan segera merebut dinding Maria?"

[Name] membuka kedua matanya. Menarik dirinya untuk duduk dan menatap Armin yang bertanya. Semua perhatian tertuju pada pemuda tersebut dan setelah itu [Name] tampak terkekeh. Sepertinya, belakangan ini gadis dengan aura yang hampa tersebut mulai kembali berekspresi meski hanya di depan orang terdekatnya.

"Apa kau ragu kita tidak berhasil?" tanya [Name].

Armin tampak menundukkan kepalanya lalu bergeleng kecil. "Aku yakin kita bisa. Aku hanya menanyai pendapat kalian saja."

[Name] menghela nafas. Lalu beralih menatap lurus ke arah api unggun. "Pendapatku adalah kita pasti bisa merebut kembali tanah kelahiran kita dan memberikan kedamaian pada umat manusia. Bukan begitu, Eren?"

Eren yang disebut namanya tampak tersentak dan menundukkan kepalanya. Kedua alis pemuda tersebut tampak saling bertautan dengan tangan yang mengepal. "Kita akan melakukannya bersama-sama dan sampai saat itu kita harus tetap hidup."

[Name], Mikasa, Armin, Jean, Connie dan Sasha tak bergeming di posisinya. Keenam remaja tersebut tampak memperhatikan Eren yang berujar.

"Aku akan melindungi kalian semua," tambah Eren.

"Kenapa? Kenapa kau ingin melindungi kami hah?" Jean bertanya.

Eren mendongak dan menatap teman-temannya. Mereka sudah bersama-sama cukup lama meski belakangan ini jadi semakin dekat usai banyak hal yang dilalui bersama. Eren juga membenarkan perkataan [Name] tentang mereka semua sudah sejauh ini dan jika dirinya menyerah maka semuanya akan sia-sia.

"Karena kalian berharga bagiku," jawab Eren lirih dengan kepalanya yang menunduk.

[Name] dan teman-temannya tampak terdiam di posisi mereka. [Name] menundukkan kepalanya dan memeluk kedua kakinya. Wajahnya merona begitu juga dengan wajah teman-temannya yang lain.

"Bodoh," celetuk Jean sembari berdiri. "Kau sudah seperti [Name] yang selalu ingin melindungi orang yang dia anggap berharga."

Sontak [Name] mendongak dan menatap Jean lalu menatap teman-temannya. Ia berdecak dan mengusap wajahnya. "Dan sekarang kalian semua juga berharga bagiku."

***

Untuk tipe-tipe pria yang disukai [Name] mungkin ya ... kalian bisa nilai sendiri lah.

And yeah, satu-satunya jawaban siapa ayah [Name] ada di buku harian Merie atau ada diantara kalian ada yang masih mengira Kenny adalah ayah [Name]?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro