22: Merebut dinding Maria |S3 (Revisi)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Happy reading ❤️

***

Dunia ini memang selalu penuh dengan kejutan dan [Name] mengakui hal tersebut. Dirinya sering menerima berbagai kejutan yang selalu ia anggap gila. Itu pun jika membahayakan keselamatan dirinya dan orang-orang berharganya.

Malam ini seluruh prajurit Pasukan Pengintai akan makan malam bersama sebelum menjalani misi besar mereka besok.

Waktu terus berlalu dan tak terasa waktu untuk menyelesaikan misi besar telah tiba. 2 minggu yang lalu usai insiden titan Rod Reiss dan pengangkatan Historia menjadi Ratu, [Name] bersama teman-temannya pergi menuju ke kediaman Keith Shadis.

Eren mengatakan kalau ia melihat ingatan masa lalu ayahnya ketika Historia dan Rod Reiss menyentuh pundaknya. Eren melihat berbagai hal yang mampu membuat [Name] terkejut bukan main. Selama ini, kekuatan titan yang Eren miliki berasal dari ayahnya. Dengan kata lain Eren telah memakan ayahnya dalam wujud titannya sehingga mendapatkan kekuatan yang ia miliki saat ini.

[Name] tidak tahu dari mana Grisha bisa mendapatkan kekuatan tersebut. Namun, dari penjelasan Keith Shadis, pria berkepala plontos tersebut menjelaskan kalau ia hanya menemukan Grisha di luar dinding lalu membawanya ke dalam dinding. Keith Shadis juga menjelaskan kalau Grisha hanya mengingat nama dan profesinya sebagai seorang dokter.

"Mikasa! [Name]! Ayo cepat!"

[Name] beralih merapatkan cardingan rajutnya yang berwarna merah maroon lalu menatap Sash dengan malas. Seperti biasa, gadis ini tidak akan pernah sabar jika sudah menyangkut makanan. Bahkan saat ini Sasha sudah mendahului dirinya dan Mikasa yang tetap berjalan dengan santai.

"Kudengar, banyak prajurit seangkatan kita yang bergabung dengan Pasukan Pengintai."

[Name] menoleh, menatap Mikasa yang berbicara lalu mengangkat kedua bahunya tidak peduli. "Masa bodoh, yang terpenting misi merebut dinding Maria berhasil itu adalah hal yang patut dipikirkan," sahut [Name].

Mikasa hanya terkekeh. Kemudian [Name], Mikasa dan Shasa memasuki ruang makan dan duduk bersama Eren, Jean, Connie, Armin dan ... prajurit bernama Marlowe.

"Kenapa kalian lama sekali?" Eren yang duduk di hadapan Mikasa bertanya.

[Name] berdecak lalu menopang dagunya dan memejamkan matanya. "Mikasa sempat lupa menaruh di mana syalnya dan kami harus membantunya mencari. Untung saja ketemu," jawab [Name] dengan nada bicaranya yang malas.

Eren tampak menatap Mikasa lalu mengalihkan perhatiannya ke arah lain. Suasana di ruang makan terlihat ricuh kemudian menjadi senyap ketika salah satu senior di Pasukan Pengintai berdiri dan bersuara.

"Ini mungkin adalah malam yang spesial, tetapi jangan sampai publik mengetahuinya! Bersikaplah seperti prajurit tanpa menyebabkan keributan!" Sang senior berseru dan tak lama satu persatu nampan daging panggang disajikan. Membuat prajurit membelakkan kedua mata mereka.

"Eh? Daging? Apa? Apa ini daging ... sungguhan?!" Connie yang duduk di hadapan [Name] bertanya dengan tatapan tidak percayanya. Pemuda berkepala plontos itu tampak mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Apa aku sedang bermimpi?!" Shasa yang duduk di sebelah Connie tampak histeris sendiri ketika melihat seonggok daging disajikan.

"Ini adalah malam sebelum kita merebut dinding Maria! Semuanya, bersulang!"

[Name] menghela nafasnya sejenak. Suara ricuh mulai terdengar tak kala para prajurit mendapatkan izin untuk makan. Keramaian. [Name] benci keramaian.

Lantas ketika [Name] hendak memotong daging, secara tiba-tiba Shasa menarik daging tersebut dan menggigitnya dan membuat Jean yang duduk di sebelah [Name] bangkit dan merebut daging tersebut. Connie pun langsung dengan sigap berusaha menjauhkan Shasa dari daging karena pemuda satu ini tidak ikhlas jika tidak mendapatkan bagian sama sekali.

"Jangan dimakan semua dasar Gadis Kentang! Kau pikir apa yang kau lakukan?!" Jean berteriak berusaha mengambil kembali daging dari cengkraman Shasa.

"Hentikan, Shasa! Aku tidak mau membunuhmu!" seru Connie sembari terus berusaha memisahkan Shasa dari daging yang seharusnya bisa dinikmati bersama.

"Jangan memakannya sendirian!" Jean kembali berteriak dan pada akhirnya ia berhasil mengambil daging dari cengkraman Shasa. Namun, tak lama Shasa malah mengigit tangannya dan membuat daging tersebut terjatuh ke atas piring. "Kau memakanku! Kau memakanku! Lepaskan aku hei!"

Menatap adegan dramatis di meja makannya membuat [Name] menghela nafas panjang. Ia menarik piring yang sudah terisi daging mendekat ke arahnya lalu memperhatikan daging tersebut dengan saksama. Wajar saja keadaannya seperti ini.

Saat ini daging adalah makanan yang susah didapat. Karena semenjak dinding Maria di jebol, banyak peternak yang kehilangan tanah mereka.

"Connie, bisakah kau buat Shasa pingsan?" Mikasa bertanya, ketika Shasa meninju dadanya secara tidak sadar.

"Aku sedang berusaha! Seharusnya dia sudah tak sadarkan diri, tetapi dia masih bergerak! Gadis ini gila astaga!" Connie sudah terlihat kewalahan ketika menangani Shasa dan hal tersebut membuat [Name] terkekeh serta menopang dagunya sembari memperhatikan Shasa dan Connie.

Shasa memang gila. Padahal 4 bulan yang lalu ketika mereka tengah membersihkan meriam bersama, Shasa bilang dia akan membagi daging curiannya untuk di makan bersama. Tak terasa sudah 4 bulan berlalu sejak insiden penjebolan dinding distrik Trots.

Pada akhirnya ketika Connie berhasil membuat Shasa tak sadarkan diri, Connie dengan segera membawa Shasa pergi menjauh dengan bantuan Eren. Gadis kentang ini akan diikat agar tidak melakukan hal yang sama kembali.

***

Makanan sudah selesai [Name] santap, tetapi, ia dan teman-temannya belum memiliki niatan untuk beranjak dari tempat duduk mereka masing-masing. Gadis itu menghela nafas, menopang dagunya menggunakan kedua tangannya dan memejamkan matanya. Ia mengantuk karena pembicaraan teman-temannya yang membosankan.

"Sudah kubilang kau ada di baris belakang karena tidak punya pengalaman." Jean yang duduk di sisi kiri [Name] berseru kepada Marlowe yang duduk di samping Mikasa.

"Aku memang lemah, tapi ... bukankah prajurit di bagian belakang harus punya kemampuan membaca pergerakan musuh?" ujar Marlowe.

"Apa? Mau berlagak sok hebat ya?"

Langsung saja [Name] memberi satu tendangan kecil pada tulang kering Jean ketika pemuda berambut moca tersebut menjadi sombong.

"Tapi, jika tidak begitu kita tidak efektif bekerja sebagai sebuah unit," sahut Marlowe kalem.

"Dengar, semua orang berawal dari seorang pemula. Jika kami mengirim para pemula ke medan pertempuran, mereka semua bisa mati. Karena itu, sudah tugasmu untuk melihat dan mempelajari pergerakan kami agar kau bisa pulang hidup-hidup," jelas Jean tegas dan disertai wajahnya angkuhnya.

[Name] menghela nafas. "Bisakah kalian diam?" tanya [Name] dengan tatapan tidak bersahabatnya.

"Kau mau nambah, [Name]?" [Name] berdecak kala Connie melemparkan pertanyaan yang tidak sesuai dengan keadaan [Name].

"Tapi, prajurit yang paling bodoh adalah maniak yang hanya tahu caranya menyerang!" Jean berujar, mendempetkan tubuhnya pada tubuh [Name] sehingga tubuh [Name] menjadi berdempetan dengan Eren. "Benarkan?"

[Name] menghela nafas lalu melindungi kepalanya menggunakan kedua tangannya dan menundukkan kepalanya. Ia sudah salah pilih tempat duduk. Duduk diantara Jean dan Eren adalah sebuah kesalahan.

Eren yang sadar dirinya disindir oleh Jean menoleh, menatap pemuda tersebut dengan tajam. "Jean, siapa maksudmu?"  tanya Eren.

"Siapa lagi? Tentu saja dirimu," jawab Jean.

Eren berdiri, membuat Jean juga ikut berdiri dan saling melemparkan tatapan tajam.

"Akhir-akhir ini aku mengetahui sesuatu. Sebenarnya aku ini orang biasa, kau tahu? Jadi, jika kau berkata begitu padaku, kau sama saja dengan seorang pengecut, Jean." Eren berujar dengan nada bicaranya yang meremehkan, membuat Jean mendengkus dan emosi.

"Kau ingin berkelahi?! Dasar cecunguk!"

"Kau yang mulai duluan! Dasar muka kuda!"

Perkelahian terjadi. Menimbulkan sorak ricuh yang menggangu ketenangan. Lantas [Name] berdecak, meletakkan kepalanya di atas meja dan menutup kedua telinganya.

"Hei, jangan pukul-pukulan." Connie bersuara dengan sendok yang masih berada di mulutnya. Pemuda tersebut menatap perkelahian Jean dan Eren dengan wajah bodohnya.

[Name] berdecak, beralih menopang dagunya dan menatap Mikasa. "Kau tidak menghentikannya?"

Mikasa menggeleng pelan. "Biarkan saja." Dan setelah itu Mikasa terlihat tersenyum menyaksikan perkelahian Eren dan Jean.

Gadis berambut hitam sebahu yang kali ini sengaja digerainya menghela nafas dan menatap perkelahian Eren dan Jean. Ternyata cukup menghibur. Pantas saja Mikasa tidak mau menghentikannya.

Perkelahian terus berlanjut hingga Eren dan Jean terlihat lelah. Tidak ada yang memisahkan sama sekali. Justru semakin dipanas-panasi hingga perkelahian berlanjut. Namun, perkelahian tersebut berakhir ketika sosok Levi muncul.

Pria undercut tersebut langsung menendang Eren dan Jean. Levi memisahkan mereka. Namun, tubuh Eren tidak sengaja menabrak meja yang di tempati oleh [Name] dan teman-temannya sehingga air di dalam gelas dan piring yang terdapat sisa makanan milik [Name] tumpah hingga mengotori rok yang ia pakai.

Gadis itu berdecak, beralih berdiri dan terlihat mengibas-ngibaskan roknya pelan. Armin menghampiri Eren, Connie menghampiri Jean dan Mikasa menghampiri dirinya.

"Rokmu kotor?" Mikasa bertanya.

Spontan [Name] menunduk, memperhatikan rok nya lalu menghela nafas. "Hanya hal kecil."

***

Armin membopong Eren keluar dari ruang makan. [Name] dan Mikasa berjalan beriringan di belakang kedua pemuda tersebut lalu mereka berempat duduk diantara anak tangga jalanan markas. [Name] duduk di samping Armin sementara Mikasa duduk disebelah Eren.

[Name] sedikit merenggangkan otot-otot tubuhnya lalu meluruskan kedua kakinya. Kali ini suasananya sudah terlihat tenang.

"Aneh sekali saat aku mengatakannya, tapi ... mengapa kalian hanya menonton saja?" Eren bersungut-sungut lantaran tubuhnya masih terasa nyeri berkat perkelahiannya dengan Jean barusan.

"Habisnya, jika kau terluka, kau bisa sembuh dengan sendirinya," sahut Armin.

"Jahat sekali."

Gadis itu memejamkan matanya dan membiarkan ketiga sahabatnya bercerita serta asik sendiri. [Name] ingin menenangkan dirinya usai berkecimpung dengan keramaian.

Ketiga sahabatnya tengah membahas tentang pertemuan mereka dengan Keith Shadis di mana hal tersebut membuat Eren sedikit bersemangat untuk menjalani misi besar besok malam.

Malam ini mereka berisitirahat dan besok malam mereka akan berangkat. Tepatnya sebelum hari sepenuhnya menjadi gelap

5 tahun sudah berlalu sejak [Name] meninggalkan tanah kelahirannya dan besok ia akan kembali ke sana usai meninggalkannya. Terlalu banyak kenangan yang ia habiskan selama 10 tahun di sana. Mulai dari ibunya, James, Ellie dan titik awal mengenal Eren, Mikasa dan Armin.

5 tahun yang lalu pula adalah awal [Name] merasa dunia ini penuh dengan kejutan.

[Name] kembali membuka matanya. Namun, ia sempat terpaku pada posisinya ketika kedua matanya melihat seorang pria dengan perawakan Hannes lewat di depan sana. [Name], Eren, Mikasa dan Armin sempat mengira pria tersebut adalah Hannes sebelum pada akhirnya mereka tersadar akan kenyataan. Hannes sudah mati.

"Jadi, Hannes-san sudah mati ya?" Pertanyaan absurd tersebut terlontar begitu saja bersamaan dengan kepala yang kembali menunduk dan perhatian yang tertuju padanya.

"Setelah kita merebut kembali dinding Maria ... dan mengalahkan musuh yang ada ... apa hal itu akan kembali? Hari-hari yang indah apakah akan kembali?" Mikasa bertanya, membuat [Name], Eren dan Armin menatapnya.

"Kita akan mengembalikannya. Tapi, ada hal yang tidak bisa dikembalikan. Kita akan membuat mereka membayar untuk itu," sahut Eren.

Mereka kembali terdiam. Memang ada hal yang bisa dikembalikan dan ada hal yang tidak bisa dikembalikan sama sekali.

"Tapi, ada yang lebih penting dari itu! Lautan ... sekumpulan air garam yang luas sampai-sampai pedagang tidak bisa mengumpulkan garamnya seumur hidup." Armin berujar, memecahkan keheningan yang tersemat dengan nada bicaranya yang terdengar antusias.

Lautan? Itu salah satu mimpi Ellie yang harus [Name] penuhi. Ia sudah berjanji sudah kewajibannya untuk memenuhi janji yang terucap.

"Bukan hanya titan saja yang ada di luar dinding. Perairan yang luas, tanah yang dipenuhi es, padang pasir ... aku bergabung dengan Pasukan Pengintai untuk melihat itu semua!" lanjut Armin. Lalu pemuda tersebut memperhatikan wajah dari ketiga sahabatnya yang terlihat ragu tentang perkataannya.

[Name] pun tidak yakin apa yang Armin katakan itu benar adanya atau tidak. Hanya saja, dunia ini sebenarnya begitu luas. Bahkan tidak ada bandingannya dengan dinding yang ia tinggali saat ini.

"Kau membuatku teringat dengan Ellie, Armin," ujar [Name] lirih.

Armin menoleh, menatap gadis yang menunduk dengan nanar di matanya. Kemudian, sebuah senyuman tercetak jelas di wajah Armin. Pria berambut pirang tersebut berdiri dari duduknya. "Karena itu ... pertama-tama mari kita lihat lautan dulu! Eren masih ragu kalau itu benar-benar ada bukan? Mikasa dan [Name] juga kan? Maka dari itu ayo kita sama-sama melihat lautan yang luas!"

[Name] mengusap wajahnya. Armin menaruh harapan besar pada mimpinya.

"Yah ... tidak ada salahnya mencoba," sahut Eren mencoba meyakinkan dirinya.

"Bagus! Kalau begitu kita akan pergi bersama-sama! Kalian janji ya?!" Armin berseru. Membuat [Name], Eren dan Mikasa saling bertukar pandangan. Tak lama mereka bertiga kompak mengangguk.

"Janji," sahut mereka kompak.

Malam itu, keempat sahabat berjanji kalau mereka akan melihat lautan bersama-sama.

***

Hari itu tiba. Hari di mana misi besar akan dilaksanakan tiba. Merebut dinding Maria akan segera dilakukan dan semua prajurit akan segera berangkat di penghujung hari.

[Name] menarik nafasnya sejenak lalu tak lama ia tiba di atas dinding. Dirinya berbalik, menatap satu persatu warga yang sudah berkumpul untuk mengantar kepergian Pasukan Pengintai. Mereka semua akan segera pergi.

[Name] menatap setiap warga yang berkerumun dengan tatapan sayunya. Mereka semua terlihat benar-benar menaruh harapan pada keberhasilan Pasukan Pengintai. Dan hal tersebut membuat [Name] menunduk dan memperhatikan kedua telapak tangannya. Ia mengepalkan tangannya dengan mata yang menajam. [Name] yakin mereka bisa. [Name] yakin dinding Maria dan dinding distrik Shiganshina bisa mereka rebut dan dengan begitu, [Name] bisa mencapai rumahnya serta mencari jawaban dari pertanyaan.

Sebentar lagi semuanya akan terjawab.

"KAK [NAME]! SEMANGAT LAH!"

[Name] dengan segera mendongak dan membelakkan kedua matanya ketika ia melihat 2 orang anak kecil yang meneriaki namanya. Kedua anak kecil tersebut adalah anak yang sempat dirinya selamatkan bersama Ellie ketika insiden distrik Trots 4 bulan yang lalu.

"BERJUANGLAH!" Anak kecil laki-laki tersebut berteriak, membuat [Name] tersentak.

Kedua anak kecil tersebut tidak melupakan dirinya ternyata. Lantas [Name] mengulas senyumannya dan melambaikan tangannya sebagai jawaban dari teriakan mereka.

Tak lama warga-warga tampak berteriak menyoraki kata semangat dan harapan kepada para pejuang.

"KAPTEN LEVI! TERIMAKASIH SUDAH MENYELAMATKAN TANAH AIR KAMI!"

"HANGE-SAN! BERJUANGLAH!"

"KALIAN SEMUA SEMANGAT! KAMI MENUNGGU KALIAN PULANG DENGAN SELAMAT!"

Sesaat seluruh prajurit terdiam di posisi mereka. Kapan terakhir kali mereka mendapatkan hal seperti ini? [Name] rasa tidak pernah.

"TERIMAKASIH SEMUA!"

"KAMI YAKIN KAMI BISA!"

"TERIMAKASIHHHHH!"

Semua perhatian tertuju kepada Shasa, Connie dan Jean yang berteriak, membuat sorakan semangat dari para warga semakin menggema.

Erwin selaku komandan ikut berteriak. Membuat suasana semakin bercampur aduk.

[Name] menghela nafas, lalu berbalik dengan senyuman tipis yang terpatri. Sudah tiba saatnya. [Name] bersama rekan seperjuangannya akan merebut dinding Maria dan kembali mendapatkan tanah mereka yang sudah direbut oleh titan.

Dan jika itu semua berhasil, maka jawaban dari pertanyaannya akan segera ia dapat.

***

Oke kalem, cuman tinggal beberapa part lagi otw S4 dan di sana puncaknya wkwkwk.

[Vote dan komen ditunggu ya!]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro