10: Kelincahan

Mร u nแปn
Font chแปฏ
Font size
Chiแปu cao dรฒng

Happy reading semua๐Ÿฆ„

****

(Y/n) PoV

"Hoi! Woi! Oi! Bangun!"

Aku berdecak, kemudian membangunkan tubuh ku yang tadinya tengah tertidur dengan pulas. Mata ku pun terasa berat untuk dibuka dan tubuh ku gatal-gatal karena habis digigit oleh nyamuk-nyamuk sialan yang ada di sekitar tenda ku. Ini menyebalkan. Serasa seperti aku sedang mengembara saja.

Aku menghela nafas kemudian beralih mengikat rambut sebahu ku. Lalu aku berdiri dan berjalan keluar tenda. Saat tiba di luar, ku lihat Enka bersidekap dada dan menatap ku dengan angkuhnya.

"Apa mau mu?" tanya ku dengan nada ketus.

Hayolah, ini masih terlalu pagi bahkan matahari pun belum terbit sama sekali. Aku menguap kemudian menggaruk kepala ku. Rasanya aku ingin lanjut tidur saja.

"Dasar tukang tidur! Di sini kau wajib bangun sebelum matahari terbit dan sekarang kau cepat bersiap-siap karena ayah ku sudah menunggu mu di bawah air terjun!" Dia berkata dengan tajam nya dan setelah itu pergi meninggalkan ku.

"Dasar monyet!" umpat ku sembari berbalik.

-
-
-

Air sungai yang menjadi air mandi ku sangat dingin ternyata. Aku sudah selesai dengan urusan mandi dan kini aku pun sudah rapi. Aku berjalan keluar tenda dengan katana yang barusan saja selesai aku asah. Dan kemudian aku memutuskan untuk segera ke bawah air terjun.

Tak lama aku sampai, ku lihat kakek tetua Enma tengah duduk bersemedi di bawah air terjun. Dan tubuhnya pun terbalut jubah bewarna coklat.

"Maaf aku telat." Ucapan ku berhasil membuat nya membuka mata dan setelah itu ia berdiri dan berjalan menghampiri ku.

"Lain kali, usahakan bangun lebih awal."

Lebih awal bagaimana? Jika aku tafsir, saat ini pun pasti masih jam lima pagi dan dia menyuruh ku untuk bangun sepagi apa memang nya?! Aku hanya tersenyum tipis kemudian mengangguk kecil.

"Baiklah," sahut ku.

"Oke, hari ini aku akan menjelaskan beberapa hal kepada mu yang wajib kau ketahui. Sekarang aku ingin bertanya pada mu. Saat kau tiba di gerbang lembah ini, apa yang kau lihat?" tanya kakek tetua Enma.

"Aku melihat di setiap sisi gerbang ada tiga patung berwajah monyet," jawab ku. "Memang nya, apa artinya?"

"Bitoku memiliki arti kebajikan atau kebaikan. Sama seperti ketiga kera yang kau lihat itu, mereka adalah tiga kera kebijaksanaan. Dahulu terdapat tiga kera bernama Mizaru, Kikazaru, dan Iwazaru. Mereka bertigalah yang mendirikan tempat ini. Mereka melambangkan dari tiga sikap bijaksana yaitu, Mizaru menutup matanya yang melambangkan jangan melihat kejahatan. Lalu Kakazaru yang menutup telinganya yang melambangkan jangan mendengarkan hal yang jahat. Dan terakhir Iwazaru yang menutup mulutnya yang melambangkan jangan berbicara tentang hal yang jahat," jelas kakek tetua Enma.

Aku terdiam dan mencerna kalimat barusan dan setelah itu mengangguk paham. Baiklah, aku sudah tau latar belakang lembah ini dan sekarang aku akan bertanya tentang metode pelatihan nya.

"Lalu bagaimana dengan metode pelatihan nya?" tanya ku.

"Kau akan berlatih setiap hari. Dari matahari terbit sampai tenggelam itu adalah waktu pelatihan mu. Untuk hari ini, aku menginginkan kau menjadikan Enka sebagai hewan Kuchiyose mu. Dan Enka, akan memberi kau beberapa tantangan dan setelah kau memenangkan tantangan dari Enka maka kau resmi menandatangani kontrak Kuchiyose bersama Enka dengan darah mu."

Kening ku berkerut lalu aku melirik Enka yang berdiri di samping kakek tetua Enma. Dia terlihat sangat angkuh.

"Baiklah, aku hanya akan mengawasi dari jauh dan kini, (Y/n) ku serahkan pada ku Enka."

Setelah itu kakek tetua Enma menghilang. Kini hanya tinggal aku dan Enka. Ku lihat monyet berikat kepala pink ini menghampiri ku dan setelah itu dia menunjuk ku dengan angkuhnya.

"Sebenarnya aku malas melakukan hal ini. Hanya saja ayah ku yang memintanya jadi mau tidak mau aku mengiyakan nya."

Aku menguap sesaat Enka berbicara dan setelah itu aku bersidekap dada dan menatap nya malas. "Apa bisa langsung ke intinya saja?" tanya ku.

Dia menghela nafas. "Kau harus merebut kalung ini dari ku," ucap nya sembari menunjuk kalung yang menggantung di lehernya. "Tetapi, kau harus merebut nya tanpa menggunakan Ninjutsu atau sejenisnya. Kau harus merebut nya menggunakan kelincahan mu dan bela diri yang kau kuasai. Singkatnya kau hanya diizinkan menggunakan Taijutsu."

Kening ku berkerut untuk kesekian kalinya dan hendak protes. Namun, itu semua langsung disela oleh Enka dengan perkataannya. "Jika kau ingin menjadi tuan ku dan menjalin kontrak Kuchiyose seumur hidup dengan ku, maka kau harus lincah dan kuat meski tanpa jutsu-jutsu yang kau pelajari."

Aku menghela nafas. "Apa aku boleh menggunakan senjata?"

"Boleh, bahkan jika kau membuat senjata sekali pun juga boleh."

Baiklah, monyet ini menantang ku dan sebaiknya aku selesai dengan baik.

TRANG!

Sial, Enka menyerang ku dengan kunai yang sudah tersambung dengan kertas peledak. Lantas aku melompat mundur dan ku lihat dia sudah berlari ke arah hutan dengan cepat sekali sehingga aku kehilangan jejaknya.

Dengan cepat aku berlari ke arah hutan untuk mengejar Enka. Hutan di sini terlihat sangat luas dan rimbun. Baiklah, aku harus mengalahkan- tidak, aku hanya perlu merebut kalung yang Enka pakai dan setelah itu semuanya akan selesai.

Saat melihat sesosok monyet tengah melompati setiap dahan pohon aku tersenyum tipis dan berlari ke atas untuk mengejar monyet itu.

SRRGGH!

Aku menghindar dari serangan Enka. Sebuah tongkat hampir mengenai kepala ku.

"Refleks mu boleh juga," puji nya.

Lantas aku tersenyum miring dan mengangkat sebelah alis ku. "Nanti saja jika ingin memuji ku."

Setelah itu aku berlari ke arahnya dan lagi-lagi dia berlari menghindari ku. Sialan monyet itu, mentang-mentang dia yang berkuasa seenaknya membuat peraturan. Jika aku bisa menggunakan jutsu ku, sudah pasti kalung itu dengan mudahnya aku ambil.

Kemudian aku mengambil beberapa shuriken dari dalam tas ninja kecilku dan setelah itu aku melempar kearah nya.

Pas!

Sehelai pakaian Enka berhasil robek ku buat. Setelah itu aku berlari dengan katana yang sudah siap mendorong nya.

TRANG!

"Wow, ternyata kau memakai senjata juga," ucap ku sedikit kagum saat kunai yang Enka pakai berhasil menepis katana ku. Tenaga monyet ini juga kuat, buktinya dia mampu menahan tekanan katana ku.

"Aku ini hewan ninja dan sudah sewajarnya aku menguasai teknik pemakaian senjata," sahut Enka dengan seringai.

"Sayangnya aku tidak bertanya."

Bugh!

Sesaat aku berhasil memukul kepala mungil monyet itu namun dengan cepat ia menghindar dan melompat ke setiap dahan-dahan pohon.

"DASAR MENYEBALKAN!"

Umpatan Enka menggema di hutan ini dan hal itu membuat aku terkekeh. Namun, jika terus-menerus seperti ini aku yakin kalau aku yang akan kalah. Bisa-bisa aku kelelahan karena terus mengejar monyet sialan itu hanya demi sebuah kalung.

Sebaiknya aku membuat jebakan saja.

-
-
-

Aku tersenyum simpul saat melihat jebakan ku telah selesai. Aku sudah meletakkan satu buah pisang yang di mana pisang itu sudah dikelilingi oleh tali sehingga ketika Enka mengambil pisang yang ku letakkan, maka kaki Enka akan terjebak dan terikat.

Semoga berhasil.

Setelah itu aku melompat dan berdiri di dahan pohon untuk mencari keberadaan Enka. Tetapi tidak terlihat, akhirnya aku turun lagi dan mendarat di atas tanah.

"Sepertinya pisang ini terlihat enak sekali," ucap ku dengan nada santai. Agar tidak terlalu ketara kalau aku sedang menjebak Enka.

Saat aku hendak mengambil pisang yang aku letakkan tadi, tiba-tiba ada sekilas monyet yang berlari cepat dan merampas pisang yang telah aku letakkan tadi. Tapi, tunggu sebentar! Kenapa Enka tidak terjebak sama sekali?!

"Aku sudah tau kalau kau membuat jebakan. Di sini kau hanya perlu merebut kalung ini dan bukan menjebak ku."

Setelah itu Enka pergi dengan pisang milik ku. Aku menghela nafas kemudian mendudukkan diri ku atas tanah dan mengusap wajah sejenak.

Sial! Kenapa pula aku harus mengiyakan hal sejenis ini. Tetapi, jika pun aku menyerah sekarang itu sama saja aku seperti pecundang.

***

Hari sudah semakin siang dan aku pun belum bisa merebut kalung dari Enka. Monyet itu terus bersembunyi dan berlari menghindar dari ku dengan licah. Sebaiknya aku istirahat sejenak dan setelah beristirahat nanti, barulah aku akan kembali merebut kalung itu.

Tetapi, disela-sela istirahat ku, aku menyadari sesuatu hal. Enka bilang, dia mengizinkan ku untuk membuat senjata. Apa aku harus membuat senjata? Tetapi senjata apa? Aku pun tidak terlalu tertarik dengan senjata dan sejenisnya kecuali katana. Andaikan di sini ada Tenten, pasti dia bisa menjelaskan tentang senjata pada ku.

"Apa kau sudah menyerah hem?"

Aku mendongak saat mendengar suara itu. Sesaat aku terdiam saat melihat Enka bergelantungan di atas pohon dengan ekor sebagai tumpuannya. Lantas ku tersenyum miring dan dengan secepat kilat aku melempar kunai ke arah ekor Enka dan-

Sial! Enka bisa menghindar.

"Tidak semudah itu, bodoh!"

Lama-lama dia menyebalkan. Lantas aku kembali berlari dan terus mengejarnya. Enka benar-benar mengambil keuntungan untuknya. Dia membuat ku kesusahan karena harus merebut kalung itu tanpa jutsu sama sekali.

"Oi! Memang nya apa kemampuan mu sehingga kau memberikan peraturan pada ku untuk tidak menggunakan jutsu, hah?!" tanya ku disela-sela pengejaran ku.

"Aku hanya akan menunjukkan kemampuan ku kepada tuan ku," jawab Enka.

"Cih, jika dengan begitu, aku tidak akan tau kau itu kuat atau lemah!"

Enka tertawa. "Kau meremehkan ku bocah."

Langsung saja aku menghentikan langkahku saat Enka berbalik. Dia- terlihat cukup menyeramkan. "Apa yang mau kau lakukan?" tanya ku, aku pun sudah berjaga-jaga.

"Menyerang mu karena sudah meremehkan ku!"

TRANG!

Dia sangat cepat! Aku dengan cepat pula menangkis tongkat milik Enka dan melompat mundur tetapi dia lagi dan lagi menyerang ku.

Kening ku berkerut dan tangan ku terus menangkis tongkat enka yang secara perlahan berubah menjadi pisau tajam.

"Apa monyet juga baperan?" tanya ku. Maksud ku, hanya dengan perkataan ku seperti itu dia menyerang ku.

"Jangan memanggilku monyet!"

Aku menghindar saat pisau tajam milik Enka hampir menusuk kepala ku. "Kau itu memang monyet!"

"Aku memiliki nama!"

"Dan kau memang monyet!"

"Sialan kau, (Y/n)!"

Baiklah, Enka seperti nya adalah hewan yang mudah tersinggung. Lantas aku terus menghindar tanpa ada niatan ingin menyerang balik. Tet-

Aww ... aku terdiam saat merasakan sesuatu yang tajam menyayat wajah ku. Lalu tangan ku bergerak menyentuh bagian bawah mata ku dan yang ku lihat adalah darah dan benda tajam yang sudah menyayat wajah ku barusan adalah pisau Enka.

Aku meringis sesaat.

Aku menghela nafas dan saat melihat ia terdiam dengan wajah bersalah nya mungkin, dengan cepat aku memanfaatkan situasi ini untuk merebut kalung yang tergantung di leher Enka.

Crash!

Aku berdecak saat tangan kiri ku menahan pisau tajam Enka sehingga aku dapat merasakan nyeri dan serta pisau yang menancapkan di sela-sela daging tangan ku.

"Dasar baperan!" ketus ku.

Setelah itu aku berhasil merebut kalung milik Enka dan menghela nafas lega. Akhirnya, selesai juga urusan ku dengan monyet baperan ini.

"(Y/n)."

Aku menoleh kearah Enka dan mengangkat sebelah alis ku. "Apa?"

"I-itu tangan mu."

Aku menoleh dan terdiam saat melihat tangan ku masih tertancap pisau tajam milik Enka. Dengan perlahan aku mencabut nya dan setelah itu memberikan pisau tajam yang berlumuran darah itu kepadanya.

"Lain kali, jadi mahluk itu jangan baperan. Jika saja aku tidak memiliki urusan penting dengan mu, mungkin kau sudah ku jadikan makan malam." Aku berceletuk dengan kesal.

***

Malam telah tiba, aku pun sudah selesai menandatangi kontrak Kuchiyose dengan Enka. Dan kini pun, tangan ku sudah ku obati dengan beberapa jahitan kecil begitu juga dengan wajah ku. Kalung yang aku rebut tadi pun kini berada di dalam saku celana ku.

Enka bilang, kalung itu sudah resmi menjadi milik ku. Aku terkekeh ketika membayangkan bagaimana Enka diceramahi kakek tetua Enma karena sudah menyerang ku tadi.

Baiklah, entah beberapa hari lagi aku berada di sini. Yang pastinya, aku akan tetap di sini sampai aku benar-benar bisa menguasai teknik Senjutsu dengan baik.

****

Sorry kalau semisalnya part ini garing/membosankan. Bisa dibilang, part ini yang paling sering nemuin kebuntuan. Aku aja harus nyicil untuk part ini biar bisa selesai ๐Ÿ˜Œ.

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: Truyen2U.Pro