11: Sisi lain diri (Y/n)

Mร u nแปn
Font chแปฏ
Font size
Chiแปu cao dรฒng

Ini cuman cerita seru-seruan, jadi jangan terlalu serius. Semisalnya ada beberapa yang mis ya dimaafin. Happy reading ya!

***

(Y/n) POV

Aku sudah bangun sejak beberapa menit yang lalu dan aku juga sudah siap untuk memulai kembali latihan ku. Kakek tetua Enma bilang aku harus menemui nya di bawah air terjun kemarin. Kata nya, latihan pertama ku akan dimulai di sana.

Aku berjalan dengan santai. Lagian, ini masih terlalu pagi dan aku cukup mengantuk. Bahkan tangan ku juga masih terasa nyeri. Enka sialan. Setelah diceramahi kemarin, aku tidak lagi melihatnya. Mungkin dia sedang menyesali perbuatannya sendiri karena terlalu baperan.

Akhirnya aku sampai. Saat sampai di tempat, yang aku lihat adalah kakek tetua Enma yang tengah berdiri membelakangi diri ku.

"Pagi, Kakek tetua," sapa ku.

Dia berbalik lalu tersenyum tipis pada ku dan berjalan menghampiri ku. Jika dilihat-lihat, ukuran tubuh kakek tetua Enma cukup besar. Bahkan dia setinggi dada ku.

"Pagi juga." Dia membalas sapaan ku. "Untuk latihan kali ini, aku ingin kau ... Bermeditasi di bawah air terjun ini untuk melihat sisi dirimu yang lain."

Aku terdiam. Ini menarik. Selama ini aku selalu merasa kalau aku memiliki sisi lain yang selalu ingin memberontak.

"Seperti nya menarik," ujar ku sembari menatap air terjun yang terlihat indah itu.

"Air terjun ini diberi nama Air Bermuka Dua. Siapapun yang bermeditasi di bawahnya, orang itu bisa melihat sisi dirinya yang lain. Atau tepatnya, sisi dirinya yang sebenarnya. Apa yang sudah selama ini dipendam akan terlihat setelah kau bermeditasi di bawah air terjun ini," jelas kakek tetua Enma.

"Jadi, aku bisa melihat diri ku yang lain?" Dia mengangguk.

"Sekarang, duduk lah di bawah sana dan mulai meditasi nya."

Aku menganggukki suruhan nya. Setelah itu aku berjalan menaiki setiap anak tangga yang menghubungkan tanah dengan air terjun itu. Lalu aku melepaskan ikatan katana yang terikat di pinggang ku dan meletakkannya di atas batu di dekat ku. Kemudian aku mendudukkan diri ku di bawah air terjun yang mengalir dengan arus sedang. Tubuh ku mulai basah dan aku memejamkan mataku.

"Fokuskan diri mu pada hati nurani mu dan setelah itu biarkan diri mu yang berkendali."

Aku mendengar sekilas perkataan kakek tetua Enma. Setelah itu aku melakukan apa yang ia suruh. Aku memfokuskan diri ku pada hati nurani ku. Aku tau apa maksudnya. Aku terus memfokuskan diri hingga pada akhirnya aku melihat sebuah cahaya yang terlihat sangat terang hingga pada akhirnya aku membuka mataku.

Namun, saat mata ku terbuka, yang aku lihat adalah sebuah pemandangan padang rumput yang luas. Dengan segera aku kembali berdiri dan menjauh dari air terjun yang terus mengguyur tubuh ku. Sialnya tubuh ku basah kuyup.

Aku mengedarkan pandanganku tetapi tidak menemukan siapapun. Bahkan lokasi yang aku lihat ini bukanlah Lembah Sungai Bitoku. Ini tempat lain.

"Kau mencari ku?"

Aku berbalik menghadap air terjun dan kedua mata ku membulat saat melihat diri ku yang 'lain' keluar dari dalam air terjun. Mata nya terlihat merah bahkan aura nya terlihat sangat kelam.

"Kenapa kau kaget?" Dia bertanya.

Tiba-tiba aku merinding. Aku menelan saliva dengan susah payah dan setelah itu dia semakin mendekat ke arah ku. Saat aku hendak berjalan mundur, rasanya kaki ku tidak mau bergerak sama sekali.

"Kau takut dengan diri mu sendiri?" Dia bertanya lagi. "Aku adalah kau," tambah nya.

Dia benar. Jadi, aku tidak perlu takut ataupun panik.

"Aku adalah kau yang penuh dendam. Aku adalah kau yang memiliki ambisius. Aku adalah kau yang haus kekuatan Dan aku adalah kau yang ragu," ucapnya dan kini ia sudah benar-benar berdiri di hadapan ku.

Aku tersentak saat mendengar pernyataannya.

"Kau sangat marah dengan desa Konoha karena semua orang yang kau sayangi harus meregang nyawa demi desa mu. Mulai dari nenek mu yang tewas saat insiden Kyubi. Kedua orang mu yang tewas saat menjalani misi demi desa. Lalu kakek mu yang mati demi melindungi desa dan rekan satu tim mu yang mengorbankan dirinya demi melindungi kau saat menjalani misi yang diberikan oleh desa mu. Aku adalah kau yang mengalami semua itu. Pernah terkadang terbesit di dalam pikiran mu untuk balas dendam dengan desa. Tetapi kau selalu menepis pikiran itu sehingga rasa amarah serta dendam di dalam dirimu menumpuk dan tercipta lah aku."

Aku tertegun. Dia, dia sangat benar. Selama ini aku memang merasakan dendam dan amarah. Tetapi, saat melihat Konohamaru, paman, teman-teman ku dan warga desa yang lain, pikiran itu langsung aku tepis.

"Lalu, kau sangat ambisius dengan target mu. Kau berambisi untuk membawa pulang kembali Azumi dan meraih kedamaian di era yang penuh curiga ini. Lalu, kau haus kekuatan. Untuk mencapai ambisi mu kau harus memiliki kekuatan yang besar. Apapun akan kau lakukan dan kau ragu untuk semua hal. Ragu untuk kedamaian dan ragu untuk kekuatan serta jawaban dari pertanyaan mu."

Aku terdiam. Kenapa semua yang dia katakan benar? Baiklah, kakek tetua Enma menjelaskan kalau dia adalah aku yang lain. Sekarang aku sudah mengetahui sisi lain diri ku. Beginilah sisi lain ku. Pendendam, ambisius, haus kekuatan, dan memiliki keraguan yang besar. Sementara aku yang sering dilihat orang banyak adalah aku yang kuat, tangguh, baik, dan teguh pada pendirian ku.

"Ayo ikut dengan ku dan jadilah dirimu yang selama ini kau pendam." Dia mengulurkan tangannya pada ku.

Aku tersentak serta terlihat kaget saat melihat uluran tangan itu.

"Jika kau ikut dengan ku, semua yang kau pendam bisa kau lampiaskan dan setelah itu kau bisa merasa tenang."

Kening ku berkerut. Setelah itu tangan ku tanpa aku perintah malah bergerak sendiri dan menerima uluran tangan diri ku yang 'lain'. Dia terlihat tersenyum senang saat aku menerima uluran tangannya. Tetapi, senyuman itu pudar saat aku beralih memeluknya.

"Kau benar. Aku memang memiliki dendam, aku ambisius, aku haus kekuatan dan aku ragu dengan semua pendirian ku. Tetapi, aku tidak akan pernah tenang jika menjadi kau. Aku memang akan mendapatkan ketenangan tetapi itu semua hanya sesaat," ujar ku.

"Aku ... aku tidak mau membuat semua usaha orang yang aku sayangi sia-sia. Yakinlah, aku tidak pernah memiliki niatan untuk menjadi seperti mu. Meski terkadang terbesit di otak ku untuk menjadi seperti mu. Tetapi, aku sudah memiliki jalan ninja ku sendiri. Aku ingin melindungi semua orang yang mencintai desa Konoha karena itu adalah jalan ninja ku." Aku menjeda kalimat panjang ku itu.

"Untuk menapaki jalan ninja ku itu pun aku membutuhkan kekuatan. Maka dari itu aku terus melatih diri tanpa henti hingga aku menjadi kuat. Aku memang berambisi untuk membawa kembali Azumi meski tidak terang-terangan. Aku juga berambisi agar dunia ini mendapatkan kedamaiannya," jelas ku.

"Aku ingin semuanya hidup dengan tenang tanpa adanya curiga. Dan terkadang pun aku masih memiliki keraguan. Tetapi, keraguan itu akan hilang saat orang terdekat ku datang dan kembali mengembalikan keyakinan ku pada pendirian ku. Dan untuk jawaban dari pertanyaan ku, aku tidak pernah ragu dengan jawabannya sama sekali karena aku sendiri lah yang menemukan jawabannya. Aku, aku tidak akan pernah menjadi kau karena kau, hanya diri ku yang sesaat."

Aku menghela nafas lega saat kalimat ku berakhir. Dapat ku rasakan aku yang 'lain' melepas pelukan dan dia ... tersenyum tipis pada ku. Secara perlahan tubuhnya mulai menghilang dan sebelum menghilang dia sempat berkata,

"Tetaplah berjalan di jalan mu."

Dan setelah itu dia menghilang bersamaan dengan cahaya silau yang menyilaukan hingga membuat aku terpaksa menutup kembali mata ku. Saat aku membuka mataku, yang aku lihat adalah Lembah Sungai Bitoku. Aku telah kembali dan aku berhasil melihat diriku yang 'lain'.

"Kau telah berhasil melewati diri mu yang lain. Setelah ini, kau harus bersahabat dengan cakra alam agar kelak alam bisa membantu mu."

Aku tidak merespon karena aku harus berdiri dan menjauh dari air terjun yang terus mengguyur serta membuat tubuh ku basah.

Jadi, selama ini aku memiliki sisi yang cukup gelap. Tetapi, entah kenapa setelah bertemu dengan diri ku yang lain aku merasa sedikit tenang.

"Beristirahat lah sejenak dan setelah itu kita lanjutkan latihan mu."

Aku mengangguk. Baiklah, setelah ini aku akan menghadapi latihan tanpa ujung.

***

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: Truyen2U.Pro