12: Latihan tiada ujung

Mร u nแปn
Font chแปฏ
Font size
Chiแปu cao dรฒng

Happy reading semua dan tinggalkan jejak.

***
(Y/n) POV

Aku tengah bermeditasi. Aku sedang berusaha untuk bersahabat dengan alam. Kakek tetua Enma bilang, jika seseorang ingin menguasai Senjutsu maka ia harus bisa mengolah cakra alam atau bersahabat dengan alam. Kini pun tubuh ku terus diguyur oleh air terjun.

Aku memejam'kan mataku dan membiarkan setiap cakra memasuki tubuh ku serta berpusat. Kakek tetua Enma juga bilang pada ku, jika tubuh ku tidak mampu mengolah cakra ... maka, fatal nya bisa merusak tubuh ku. Maka dari itu aku harus bisa menfokuskan diri ku sebisa mungkin serta mengolah cakra yang masuk.

Berhari-hari aku melakukan meditasi tanpa jeda. Secara perlahan aku mulai merasakan ada sesuatu di dalam diri ku. Seperti sesuatu yang kuat.

"Baik lah, meditasi mu cukup."

Saat suara kakek tetua Enma memasuki indra pendengaran ku, aku dengan perlahan membuka mata ku dan setelah itu aku berdiri dan menjauh dari air terjun. Tubuh ku basah sepenuh nya. Bahkan rompi lengan panjang yang aku lilit kan di pinggang pun terlihat lepas ikatannya karena tolakan dari air yang membasahi tubuh ku.

"Beristirahat lah sejenak dan setelah itu aku akan memberikan mu beberapa penjelasan."

Aku menganguk dan setelah itu berjalan kembali ke tenda ku untuk mengganti pakaian. Yakin lah, ini semua terasa sangat dingin. Terlebih aku bermeditasi selama berhari-hari di bawah air terjun tanpa jeda.

Aku menghela nafas lega ketika sampai. Latihan ini seperti tiada ujungnya.

-
-
-

"Aku tidak menyangka jika tubuh mu mampu menahan cakra alam dan mengajak cakra alam bersahabat dengan mu."

Aku tersenyum tipis saat mendengar perkataan kakek tetua Enma. Setelah itu aku menduduk'kan diri di hadapan nya. Saat ini aku sedang berada di sebuah ruangan besar yang hanya ada aku dan kakek tetua Enma saja. Entah apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Yang pastinya aku akan tetap berlatih dan terus berlatih.

"Ku dengar dari Tsunade, kau salah satu ahli pengguna pedang. Bahkan pedang mu itu sudah membunuh beberapa orang termasuk teman mu sendiri."

Ck, kenapa hal ini selalu diingatkan? Aku menghela nafas kemudian menyugar rambut coklat ku. "Itu semua karena keadaan mendesak dan tidak sengaja," sahut ku, malas.

Ku dengar kakek tetua Enma terkekeh setelah itu ia berdiri dan berjalan keluar. "Hari ini adalah latihan untuk mengetes fisik mu. Ayo keluar dan hadapi ku dengan semua jutsu yang kau miliki hingga kau memiliki jutsu baru."

Aku terhenyak dan setelah itu mengangguk kecil dan berjalan keluar. Hingga pada akhirnya, aku dan kakek tetua Enma berhenti di tengah-tengah hutan yang terdapat lahan yang luas.

"Sebelum latihan di mulai, kau boleh menggunkan teknik Kuchiyose kapan pun kau mau. Dan ... mari kita mulai."

Aku tersenyum miring dan setelah itu mengeluarkan katana ku dari dalam sarung nya dan mengarahkan katana itu ke depan. Baik lah, sudah lama aku tidak berlatih satu lawan satu seperti ini.

"Futon: Reppusho!"

Aku memberikan tolakan angin sebagai pembuka dan hal itu berhasil dihindari oleh kakek tetua Enma dengan mudah. Aku berlari ke arah nya sembari melempar beberapa Shuriken tetapi berhasil dia tepis dengan mudah menggunakan tongkat nya.

Aku berhenti berlari lalu melemparkan beberapa kunai yang sudah ku sambungkan dengan kertas peledak dan setelah itu aku melompat mundur serta mendarat di salah satu dahan pohon. Tetapi, betapa terkejut nya aku saat mendapati kunai yang aku lemparkan tadi kini sudah berada di samping ku.

Dengan segera aku melompat untuk menghindari ledakan. Dan untung nya aku berhasil. Namun, dengan secara tiba-tiba kakek tetua Enma muncul di hadapan ku dan hendak memukul ku dengan tongkat nya. Dengan cepat aku menghindar dan kembali menyerang nya menggunakan katana ku tetapi dengan mudahnya dia menghindar.

"Pertanan mu boleh juga. Ayo serang aku sehingga kau mengeluar jutsu baru."

Kening ku berkerut. Jutsu baru? Aku menghela nafas lalu kembali menyerang. Adu taijutsu sempat terjadi. Sejauh ini aku belum mengeluarkan jutsu ku yang lain karena menurut ku ini bukan waktunya.

"Ayo serang aku dengan ninjutsu mu," pancing kakek tetua Enma.

Aku mendelik lalu berlari dan kembali menyerang kakek tetua Enma. "Baiklah jika itu mau mu."

"Katon: Karyu Endan!"

Aku langsung menyembur kan api ke arah kakek tetua Enma dan terlihat ia langsung membuat sebuah perisai transparan dari tongkat nya itu dan berhasil menghalau serangan ku.

"Aku cukup kagum dengan mu. Kau bisa menggunakan jutsu andalan Saru-san."

Aku tidak merespon melainkan terus menyerangnya tanpa henti. Dia sangat kuat, lincah, dan telaten dalam menepis segala serangan ku. Aku saja sampai kewalahan menghadapinya.

Kemampuan kakek tetua Enma tidak bisa diragukan lagi. Dia memang kuat.

"Shฤpusutikku!"

Aku menghindar saat tongkat kakek tetua Enma terus menerus menyerang ku. Sial, aku semakin terpojok. Baiklah, mungkin ini saatnya untuk menggunakan ninjutsu ku yang lain.

"Ninpo: Sedosurassho!" seru ku.

Tak lama, katana ku mulai dialiri cakra Katon dari dalam tubuh ku.

Aku semakin menambah tekanan pada cakra katana ku hingga cakra Katon pada katana ku meluas. Aku menebas kan katana ku ke arah kakek tetua Enma dan selalu berhasil ia tepis. Tetapi, saat aku melihat cela untuk menyerang, di situ lah aku menyerangnya hingga pada akhirnya aku berhasil membuat tongkat yang kakek tetua Enma pegang terlepas.

Awalnya aku merasa senang karena serangan ku berhasil. Namun, kakek tetua Enma menangkap dan mengambil kembali tongkat nya dengan mudah dan kini dia membalikkan keadaan. Dia berhasil membuat katana ku terlepas dan terhempas jauh.

Dengan segera aku beralih pada kunai dan menepis serangan tongkat nya itu. "Ayo, serang aku dengan justu baru mu!" desaknya.

TRANG!

TRANG!

TRANG!

Suara senjata kami terus beradu hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk melompat mundur dan mendarat di tanah. Sejenak aku mengatur nafas dan sebaiknya, aku memakai Enka untuk yang satu ini.

"Khuchiyose no jutsu!" Aku berucap bersamaan dengan ibu jari ku yang sudah menempel di tanah.

Taka lama, lingkaran segel mengelilingi ku dan kemudian muncullah Enka. Monyet itu muncul dan langsung mendarat di atas pundak ku.

"Ada apa memanggil ku, (Y/n)?" tanyanya.

Aku meliriknya. Dia terlihat santai duduk di atas bahu ku. "Bantu aku untuk mengalahkan ayah mu. Dia sudah membuat katana ku terhempas jauh dan sekarang, ini waktunya untuk mengetes kerjasama kita sebagai tuan dan babu," jelas ku.

Langsung saja dia menyentil telinga ku. "Enak saja kau!" ketus nya.

Setelah itu aku terkekeh. "Maaf, ya sudah sekarang ayo kita mulai!"

Dia mengangguk dan setelah itu Enka merubah tubuhnya menjadi sebuah tongkat dan hal itu berhasil membuat aku takjub. Aku memegang tubuh Enka yang sudah berubah menjadi sebuah tongkat bewarna coklat kemerahan.

Lalu aku kembali menatap kakek tetua Enma. "Baiklah, aku sudah siap."

Setelah itu kami kembali saling menyerang tanpa henti. Suara aduan tongkat kami menggema di hutan ini dan hal itu semakin menambah gairah bertarung ku. Tak jarang ada pohon yang tumbang akibat serangan kami. Sudah lama aku tidak pernah berlatih seperti ini. Rasanya, ini menyenangkan!

Aku tersenyum miring sesaat lalu memegang tubuh Enka yang sudah berubah menjadi tongkat itu dengan kedua tangan ku dan memfokuskan cakra Katon pada tongkat yang aku pegang.

"Senpo Hiko Kumiawe!"

Tongkat yang aku pegang sudah di alirin cakra Katon dengan ujung yang sangat runcing. Ku lihat kakek tetua Enma tersenyum saat melihat aku mengeluarkan sebuah jutsu milik ku sendiri. Aku berhasil! Dan, latihan ku selama ini tidak sia-sia!

Aku berlari ke arahnya dan menyerang nya.

TRANG!

BRUGH!

Aku berhasil membuat tongkat kakek tetua Enma terhempas bersamaan dengan tubuhnya yang menabrak batang pohon hingga retak.

Aku menunduk sejenak untuk mengatur nafas ku. Tak lama, Enka kembali pada wujudnya dan dia melompat hingga pada akhirnya dia mendudukkan dirinya di atas bahu ku. "Kerja bagus, (Y/n)! Berhubung tugas ku sudah selesai, aku pergi dulu!"

Poft!

Setelah itu Enka menghilang bersamaan dengan kakek tetua Enma yang kembali pada posisi berdirinya.

"Ku lihat, kau sangat menikmati ini."

Aku menoleh saat kakek tetua Enma bersuara dan aku hanya tersenyum. "Begitulah, sudah lama aku tidak bertarung cukup serius seperti ini," jawab ku.

Dia terkekeh dan setelah itu memungut tongkat nya. "Ya sudah, kau beristirahat lah. Sebentar lagi akan malam dan setelah itu temui aku di rumah ku. Ada beberapa hal yang ingin aku jelaskan."

Aku mengangguk dan setelah itu kakek tetua Enma menghilang. Baiklah, mari kita beristirahat! Tetapi, tunggu sebentar. Seperti ada yang kurang.

..

...

.....

Sial! Katana ku!

-
-
-

Aku sudah berada di rumah kakek tetua Enma. Aku baru tau kalau hewan ninja seperti mereka juga memiliki rumah meski ini pantas di sebut sarang. Tapi, ini cukup menarik dan nyaman.

Aku mendudukkan diri ku di hadapan kakek tetua Enma dan Enka. Kata nya, dia akan menjelaskan beberapa hal kepada ku. Omong-omong, aku sudah berada di sini hampir setengah bulan. Latihan yang aku lakukan pun masih sama. Latihan yang tiada ujung.

"Apa yang ingin kau jelaskan, Kakek tetua Enma?" tanya ku.

Dia berdehem lalu mengeluarkan sebuah kertas dari dalam kantung jubahnya. "Sebelum meninggal, Saru-san sempat menitipkan surat kepada ku. Aku sudah membacanya sedikit dan di akhir surat dia menyuruhku untuk memberikan surat ini kepada cucunya yang bernama (Y/n). Ada dua hal yang harus kau ketahui."

Tanpa pikir panjang, aku langsung mengambil surat itu dan membacanya.

(Y/n), tidak banyak yang akan kakek sampaikan. Hanya saja, ketika kau membaca surat ini ... kau pasti sedang melakukan latihan berat. Semangat.

Baiklah, ada dua hal yang ingin kakek jelaskan kepada mu. Pertama, alasan mengapa kakek meminta mu untuk mempelajari Senjutsu adalah karena kakek ingin kau menjadi kuat. Kakek ingin kau melindungi desa dan orang yang kau sayangi.

Lalu, kau bisa menguasai teknik telefortasi dan nanti Enma akan mengajari nya pada mu. Aku yakin, teknik ini akan berguna suatu saat nanti.

Baiklah, kakek tidak bisa menyampaikan banyak hal. Yang pastinya, kakek selalu mengawasi mu meski sudah tidak bersama mu lagi. Kau, tetap semangat dan jangan biarkan tekad api mu padam!

Aku tertegun untuk pesan yang ada di surat ini. Bahkan sebelum meninggal pun kakek masih sempat-sempatnya memikirkan tentang desa dan aku. Dia, memang kakek terhebat yang aku punya.

"Di surat itu Saru-san sempat menyinggung tentang teknik telefortasi dan aku akan mengajarimu nanti. Tetapi, teknik ini memerlukan cakra yang sangat besar dan ku rasa cakra mu bisa mencakupi untuk teknik ini," jelas kakek tetua Enma.

Aku mendongak lalu bertanya. "Apa dampak jika cakra ku tidak mencukupi?"

"Sudah pasti kau tidak bisa menggunakan teknik telefortasinyaย  bodoh!" sembur Enka.

Aku hanya meliriknya malas lalu kembali melirik kakek tetua Enma. "Yang dikatakan Enka benar. Tetapi, jika di tengah-tengah penggunaan nya dan tiba-tiba cakra mu habis maka kau akan terjebak di detik kau bertelefortasi. Maka dari itu, untuk teknik ini kau membutuhkan pelatihan khusus dan waktu yang cukup lama," jelas kakek tetua Enma.

Aku menghela nafas sejenak, ku pikir waktu berlatih ku akan segera usai. Ternyata tidak.

***

Btw untuk gambaran Enka itu hampir mirip sama Enra hewan khuchiyose nya Konohamaru.

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: Truyen2U.Pro