15. Di Balik Pintu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kalian semua harus tahu! Anggara baru ke sini sekali, langsung menang banyak!"

Anggara berhenti melangkah ketika mendengar namanya disebut, bahkan disertai gebrakan pada meja. Ruangan yang dilewatinya merupakan ruang billiar, tempat di mana beberapa sepupu yang seumuran dengannya mengikis kebosanan kalau berkumpul di rumah Eyang Putri. Ia mengenali suara tersebut adalah milik Rian Pranadipa. Anggara memiliki beberapa sepupu laki-laki yang berinisial R. Di antaranya ada Rian, Mas Revan, Mas Romeo, dan Roni.

"Apaan sih nggak jelas, Yan," celetuk seorang gadis yang suaranya Anggara kenali sebagai suara Selina.

"Bentar, jangan bilang dia dapat legitimasi dari Eyang malam ini juga. Karena itu mustahil! Cuma Mas Revan sama Mas Aksa yang bisa, Ndro!" seru Mbak Sissy. Salah satu sepupu yang paling tertua selain, Mas Revan, Mas Aksa, dan Mbak Kania.

"Nah, itu yang mau gue kabarin, Mbak!"

"Serius? Gue kebiri lu kalau sampai bohong!" Kali ini Roni ikut berbicara.

"Bude Paramitha udah bersaksi, ngapain gue bohong?" kata Rian.

Satu sudut bibir Anggara tertarik. Ia sudah menduga kalau Anyelir berhasil merebut simpati Eyang Putri dengan skenario yang mereka susun. Reaksi semacam ini pasti hadir di antara sepupu-sepupunya. Sebab melewati wawancara ekslusif dengan Eyang Putri memang menjadi momok bagi pasangan mereka.

"Kok bisa?" tanya Mbak Sissy yang kini nada bicaranya meninggi. "Bude Paramitha pasti ngasih tahu Eyang 'kan profil Anyelir tuh kayak gimana. Kita tahulah ya track record dia, udah rahasia umum juga. Berapa cowok sih yang dia tinggalin kayak sampah? Masa dia bisa menang dari eksekusi Eyang? Nonsense!"

"Itu dia yang jadi tanda tanya di jidat gue, Mbak. Kalau rumor Anggara sih nggak jadi masalah, Eyang pasti melindungi semua cucunya. Tapi Anyelir? Cewek rusak kayak gitu, gue nggak habis pikir dia bisa memenangkan hati Eyang," sahut Rian.

Entah kenapa mendengar Rian menyebut Anyelir sebagai perempuan rusak membuat tangan Anggara mengepal kuat-kuat. Namun, ia berusaha menahan diri untuk tidak mendobrak pintu dengan kaki, lalu menonjok Rian tanpa ampun.

"By the way guys, gue tuh mau kasih tahu kalian satu fakta." Kali ini Selina ikut bicara lagi. "Dulu Anggara pernah minta gue menduplikat sebuah gelang. Dulu banget, waktu kita masih kuliah sarjana. Gue sih nebaknya gelang itu buat ceweknya, meski Anggara nggak ngomong apa-apa. Dan kalian pasti lihat 'kan gelang yang dipakai Anye sama Anggara? Itu gelang bikinan gue! Gue tahu persis dan masih ingat!"

Selina Pranadipa merupakan salah satu sepupunya yang hobi mendesain perhiasan dan aksesoris, maka dari itu Anggara memintanya menduplikat gelang yang diberikan Arindi. Supaya sang kekasih juga memakai gelang yang sama sebagai tanda pengikat. Itu kisah yang lawas dan agak mengenaskan untuk dikenang sebenarnya. Anggara menarik napas panjang.

"Maksud lo?" tanya Mbak Sissy lagi. "Ya, gue lihat sih gelang couple mereka yang ala anak SMA itu. Tapi gue nggak paham nih, Sel ... arah pembicaraan lo tuh ke mana?"

"Ih, Mbak! Lo tuh beneran nggak peka ya? Ini bukan soal gelangnya, tapi kenangannya. Gue rasa sih ... Anyelir itu pacar backstreet-nya Anggara yang pernah mau kita kepoin sekian abad lalu, Mbak!"

Jadi, Selina dan Mbak Sissy sempat ingin mencari tahu tentang Arindi? Ya, perempuan dan kegiatan berfaedahnya. Anggara hanya mengangkat kedua alis dan kembali menyimak.

Sedetik kemudian terdengar Roni yang terbahak-bahak. "Sel, lu tuh kebanyakan nonton drama! Statement lu nonsense abis! Paling mereka sama kayak Mas Romeo kemarin, terlibat kontrak."

"Selina, Sayang ... kemarin lo kuliah di Mars ya? Lo nggak pernah baca gosip Anyelir Cokroatmojo yang katanya bunga beracun Atmojo Group itu?" sela Mbak Sissy. "Kalau dia beneran pacar backstreet-nya Anggara, ngapain dia menggaet cowok segitu banyaknya, Ndro? Adik sepupu kita yang satu itu biarpun nyebelinnya amit-amit. Gue rasa laku loh kalau kita jual ke SM Entertainment."

"Dia emang paling ganteng di antara kita-kita, tapi nggak usah lu bangga-banggain juga sampai segitunya, Mbak." Sekarang Romeo Pranadipa angkat bicara. "Entah ini intrik Anggara atau bukan, semuanya masih abu-abu. Pendapat Selina bisa diterima, pendapat Mbak Sissy sama Rian pun masuk akal. Cuma ada satu fakta nih yang kita lewatkan. Anggara didaulat sebagai panglima strategi Prana Corporation sama Mas Revan sejak dia masih mahasiswa. Dan seperti yang kita tahu, panglima strategi lebih cerdik dari Raja. Contohnya aja nih, Mahapatih Gajahmada, yang menyatukan Nusantara 'kan dia, bukan Hayam Wuruk."

"Ah, gue paham, Mas! Gue paham!" seru Roni. "Omong-omong kalian semua sadar nggak? Om Reno sama Tante Julia hari ini nggak datang, padahal Mas Angga ngenalin calon istrinya."

Setelah mendengar pernyataan Roni, ia memasukkan sebelah tangan ke saku cino dan melenggang pergi. Cukup sampai di sana saja. Terserah mereka mau beranggapan bagaimana. Anggara punya sederet life goals dan hari ini salah satunya tercapai. Pernikahan kontrak adalah hal yang paling dilarang keras Eyang Putri. Akan tetapi, membawa Anyelir Cokroatmojo—yang disebut bunga beracun Atmojo Group dan bukan tipikal menantu idaman—justru bisa meloloskannya dengan mudah.

Perencana yang matang, tidak akan pernah merencanakan kegagalan. Begitulah kira-kira salah satu prinsip hidup Anggara. Sepupunya yang lain mungkin hanya bermodalkan pengandaian. Ia bersiul lirih sambil menyusuri lorong menuju taman belakang.

***

Anyelir menjatuhkan diri ke kasur usai menanggalkan gaunnya. Hari yang panjang, cerita yang panjang pula. Ia memasang headphone berwarna pink, lalu menggantungkan kedua kaki di dinding. Tidak ada yang lebih nikmat dibanding menikmati waktu sendiri. Ia memejamkan mata begitu "Fine Today" mengalun. Perlahan kedamaian beserta kantuk mulai membelai Anyelir.

Hampir saja ia terlelap. Hampir. Kalau saja sebuah panggilan tidak mematikan musiknya. Ia berdecak, lalu mengintip layar ponsel.

Mas Angga is calling ....

"Anggara kurang kerjaan banget."

Anyelir menggeser tombol merah tanpa berpikir. Belum ada dua detik terpejam, ponselnya kembali berdering.

Mas Angga is calling ....

"Ini orang tuh maunya apa sih?" gerutunya pada nama yang tertera di layar. "Dia nggak tahu energi gue kekuras banyak demi drama tadi?"

Lagi-lagi Anyelir memilih tombol merah. Ia hendak memejamkan mata kembali, tetapi pesan yang masuk menahannya.

Mas Angga:
Taman belakang.
Datang sekarang atau Lamborghini Veneno kamu batal.

Anyelir:
Mau ngapain sih? Aku capek banget abis nemenin Eyang.

Mas Angga:
Bawelnya besok aja. Ke sini cepet.

Anyelir:
Asesrrwwzfyd!

Mas Angga:
Aku nggak ngerti bahasa planet kamu, sayang

Begitu menyeret kaki ke depan cermin rias, Anyelir merapikan rambut bersama senyum lebar. Saat mengoleskan lip gloss, tiba-tiba ia termenung. Senyumnya menyurut drastis. Langit pun terasa runtuh di atas kepala. Ia mengusap-usap cermin yang menampilkan seorang gadis berwajah setengah Amerika latin. Mengenakan tank top hitam, cardigan, dan rok warna baby pink.

"Anyelir, lo dandan?" Anyelir memegangi dahinya. "Ngapain? Astaga!"

Sesudah menyesali kebodohan yang terjadi, Anyelir meraih ponsel di atas meja. Ia lantas membuka pintu kamar sambil berkata, "Ada yang salah sama kepala gue. Pasti."

Sandal Hello Kitty menemaninya menapaki anak tangga satu per satu. Tidak seharusnya ia menuruni tangga secepat ini. Akan tetapi, Anyelir tak bisa menghentikan dirinya sendiri. Ayolah, laki-laki itu bukan orang spesial. Mereka juga masih berada di satu atap yang sama. Jarak dari kamar menuju taman belakang pun tak sejauh jarak Bumi ke Mars, lantas kenapa juga ia harus terburu-buru sampai setengah berlari?

Pertanyaan tersebut berhasil memaku Anyelir di tempat. Ia meremas pegangan tangga. "Anyelir, kenapa lo harus seantusias ini? Santai dong, san—"

"Mbak Anye, jangan melamun di tangga. Kata Eyang nanti jodohnya susah." Andora mendorong kacamatanya yang melorot.

Gadis yang baru saja menginjakkan kaki di bangku SMP itu merupakan salah satu sepupu Anggara yang paling polos. Omong-omong, gaya rambutnya mirip salah satu serial animasi yang kerap Anyelir tonton semasa kecil.

"Eh, Dora ...." Anyelir melirik ke kanan dan kiri. "Aku tuh—"

"Pasti nyariin Mas Angga ya? Tadi Mas Angga sih lagi nyalain lilin di sepanjang jalan taman, udah gitu beli bunga mawar sekontener! Kurang kerjaan banget 'kan, Mbak? Tapi kata Mas Angga sih aku nggak boleh kasih tahu—" Gadis itu menepuk dahi, kini wajahnya berubah tegang. Ia memegangi lengan Anyelir. "Mbak jangan bilang tahu dari aku, ya? Please, please ...."

Tunggu ....

Untuk apa Anggara melakukan semua itu? Hal yang Andora sebut tidak termasuk ke dalam skenario mereka.

"Bener banget! Aku memang nyari Mas Angga hehe. Santai, rahasia kamu aman." Anyelir membuat gerakan merekatkan mulut rapat-rapat, lalu membuang kuncinya.

"Oke! Dadah, Mbak Anye!" Andora melambai-lambaikan tangan begitu melewatinya.

Oleh karena itu Anyelir ikut melambaikan tangan sambil meringis. Baru saja hendak menuruni tangga, Andora memanggilnya lagi.

"Oh iya, kata Eyang jangan ciuman di taman, nanti bunga-bunga Eyang pada mati."

Mendengar wejangan super ngaco tersebut, Anyelir hanya mengacungkan dua ibu jari pada Andora. Ada satu fakta yang agak menyenangkan, keluarga besar Anggara ternyata tidak semenakutkan atau semenyebalkan yang ia kira. Meskipun Eyang Putri terhitung pemilih. Sesungguhnya wanita baya tersebut sangat menyayangi semua cucunya dan ingin memiliki keluarga besar yang harmonis. Sesederhana itu.

Langkahnya kini menjejaki ujung lorong menuju taman. Dari tempat ini, apa yang dikatakan Andora seratus persen benar. Sebab satu langkah di depannya, lilin-lilin menghiasi pinggiran con block membentuk jalan setapak. Lampu taman pun sepenuhnya redup. Ada karpet yang kemudian ditaburi kelopak mawar sepanjang sekian meter, sampai di tempat laki-laki itu berdiri.

Anggara Hadiarsa Pranadipa, laki-laki yang belum lama ini dikenalnya. Laki-laki yang mengajarkannya berbagai intrik demi mencapai tujuan mereka. Anyelir melangkah pelan seakan ingin menikmati pemandangan lucu saat ini. Kenapa lucu? Karena mereka seakan benar-benar dua orang yang pernah jatuh cinta empat tahun lalu. Kedua tangan Anggara tersembunyi di belakang punggung dan ia tahu betul apa yang laki-laki sembunyikan. Jadi, ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk terkejut.

Sekalipun kedua matanya melihat jelas Anggara menarik dua sudut bibir. Anyelir tahu beberapa pelayan sedang mengerjakan sesuatu di balik pohon-pohon Awan Topiary. Ya, meski begitu, ia tak akan merusak upaya laki-laki itu meyakinkan banyak orang tentang apa yang mereka miliki selama empat tahun. Langkahnya terhenti tepat dua meter di depan Anggara. Wajah laki-laki itu tampak damai di bawah cahaya rembulan.

"Selamat datang, Anyelir," katanya.

Anyelir menjatuhkan tatapannya pada kelopak mawar yang ia injak. "Mas, Anye pakai sandal jepit doang loh." Kemudian ia mengangkat kepala dan tersenyum geli.

Laki-laki itu mengernyit. "Mau kamu pakai sandal jepit, bakiak, sepatu roda. Kamu ya tetap kamu."

"Terus?"

"Nabrak."

Anyelir menahan bola matanya untuk tidak terputar. Jadi, ia hanya menarik napas panjang. "Anye, serius, Mas."

"Makanya sini dong. Jangan jauh-jauh, Mas nggak bisa."

Duh aku pengin ngomong apaya, bingung haha.

Ah ya, good night and have a nice dream 😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro