16. Demi Menutup Ungkapan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebagai laki-laki yang punya naluri normal. Khusus malam ini saja Anggara bersedia mengakui, jikalau gadis yang berdiri di depannya merupakan sosok Dewi pujaan laki-laki seluruh penjuru dunia. Di mana tatapan serta tutur kata lembutnya sanggup menimbulkan peperangan panjang. Sayang sekali, ia tidak termasuk sebagai golongan laki-laki yang ingin berperang demi Ni Kadek Anyelir Cokroatmojo. Ia pun tak perlu bersusah payah berjuang seperti laki-laki yang pernah gadis itu buang.

Karena apa? Anyelir datang dengan sendirinya tanpa perlu Anggara masukkan ke dalam daftar pencapaian hidup. Gadis yang mengenakan cardigan pink tersebut hadir menyerahkan hidup dan masa mudanya. Menyedihkan? Tidak juga, Anggara tak berniat menyiksa gadis itu sama sekali seperti dalam novel-novel kawin kontrak favorit Anyelir. Ia hanya akan sedikit memaksakan perubahan besar pada sang istri nantinya.

Faktanya mereka memang bukan pasangan yang punya perjalanan mengagumkan seperti anggapan pelayan-pelayan rumah Eyang Putri atau netizen. Mereka hanyalah dua orang dengan tingkat kegilaan yang sama. Tadinya Anggara hanya berniat mengajak gadis itu mengobrol di taman belakang. Namun, karena mendengar asumsi-asumsi menyedihkan sepupu-sepupunya. Anggara jadi membuat momen norak ini secara instan. Ya, tentunya dunia memang milik orang-orang yang punya kuasa dan uang. Ia tak perlu repot-repot menyiapkan hal-hal remeh ini. Hanya perlu memberikan perintah lewat ponsel, lalu semua terjadi.

"Kok ... banyak lilin sih, Mas?" Gadis itu mengulum senyum, memandang sekeliling. Jangan sampai gerak-gerik mereka mencurigakan. Karena seharusnya, setelah ini Anyelir menangis haru dalam dekapannya. "Mau ngepet ya?"

Anggara menyeringai seketika. "Iya, 'kan kamu yang mau keliling biar kita bisa beli estat era Victoria."

Alis Anyelir bertaut, tetapi senyum tertahan menghiasi wajahnya. "So sweet ...," sindir gadis itu.

Demi mencegah berlanjutnya pembicaraan absurd tak berguna, Anggara maju selangkah lalu menarik sebuket mawar empat warna di balik punggung. Gadis itu berulang kali menatapnya dan buket bunga secara bergantian. Anggara tahu, gadis itu pasti sedang berusaha terkejut.

"Selamat hari jadi, Anyelir," ucap Anggara yang mencoba memberi secuil petunjuk. "Mungkin ini nggak cukup mengganti apa yang terlewat di belakang sana. Tapi satu yang perlu kamu percayai, Mas nggak pernah menganggap kita sebagai sesuatu yang sia-sia. Sekalipun kita sulit menemukan jalan keluar, sekalipun harus terjebak dalam situasi yang salah. Kamu tetap ada di sini." Anggara menunjuk pelipisnya, lalu pindah ke dada. "Dan di sini, Anyelir. Mau seberapa keras Mas melepas kamu untuk bahagia dengan laki-laki lain, semua terasa percuma. Mas nggak bisa."

Anggara meraih sebelah tangan gadis itu. Seharusnya ia mengatakan semua ini pada Arindi ribuan hari lalu. Seharusnya. Akan tetapi, ia akan menganggap Anyelir sebagai pengganti sementara. Persetan dengan apa yang ada di pikiran gadis itu. Karena sampai bumi berhenti berotasi, jejak Arindi tak akan pernah terhapus.

"Mas sadar, Mas bukan laki-laki sempurna yang bisa memberikan kamu kisah sempurna. Kata ini mungkin juga nggak cukup menebus kesediaan kamu untuk menunggu. Karena itu maaf apabila—"

"Mas Angga nggak perlu mengucapkan maaf." Anyelir meraih buket bunga sambil menunduk. "Karena Anye percaya, kalau menunggu Mas Angga bukanlah hal yang sia-sia. Anye selalu yakin, Mas nggak akan pernah melukai kepercayaan yang kita bangun susah payah." Ada jeda sekitar tiga detik sebelum pandangan mereka bersirobok. Tidak ada darah yang berdesir, dada menghangat, atau sebagainya. Anyelir menarik napas, lalu mengulas senyum. "Satu yang harus Mas percayai juga, Anye nggak pernah menyesali apa pun."

Persis seperti dugaan Anyelir tiga detik lalu, Anggara mendekapnya. Orang yang sama dengan pelukan yang berbeda, bagaimana bisa? Pelukan Anggara terasa berbeda dengan malam itu, sewaktu ketakutan terhebatnya muncul. Kemudian Anyelir menyambut pelukan laki-laki itu demi menutup ungkapan palsu mereka.

Jutaan perempuan di luar sana mungkin berniat membunuhnya demi menikmati posisi ini. Sayang sekali, Anyelir bahkan rela-rela saja bertukar posisi tanpa harus dibunuh. Anggara Hadiarsa Pranadipa, laki-laki yang akan menjadi suaminya. Namun, sekaligus laki-laki yang membuatnya semakin percaya bahwa cinta itu sebatas omong kosong.

"Nikah yuk?" bisik Anggara, lalu mengecup sebelah bahunya.

"Yuk."

"Kok jawabnya cepet, sayang?"

"Aku harus banget mikir buat jawab itu, Mas?"

Laki-laki itu tertawa, kemudian mengecup hidungnya berkali-kali. Selama Anggara melakukan hal tersebut, mereka dihujani ratusan kelopak mawar.

"Mas, aku tuh boleh jujur nggak sih?" Anyelir mendongak, membiarkan kelopak-kelopak mawar menimpa wajahnya. "Sumpah ini norak abis."

Atas nama kontrak, sejujurnya Anggara tak pernah berniat mengambil simpati gadis dengan cardigan pink dalam rengkuhannya. Semua ini sebatas pemanis skenario dan apresiasi untuk Anyelir.

"Loh, ini 'kan salah satu daftar impian kamu," ujar Anggara.

Anyelir mengernyit, berusaha menyatukan kepingan-kepingan memori. Kemudian matanya melebar sempurna. Ia memang menuliskan keinginan konyol semacam ingin melihat hujan mawar bersama pasangan. Karena Anggara menyisipkan pertanyaan-pertanyaan tak penting itu dalam form daftar riwayat hidup yang harus ia isi. Akan tetapi, sekali lagi itu hanyalah sesuatu yang ia tulis secara asal. Anyelir tak ingin memiliki impian apa pun, bersama siapa pun.

Ni Kadek Anyelir Cokroatmojo yang katanya tak mempunyai hati, justru adalah perempuan yang paling takut jatuh hati. Konyol 'kan? Terkadang realita memang cukup ditertawakan saja.

"Udah ingat belum?" tanya Anggara yang matanya menyorot jenaka.

Anyelir menggigit bibirnya diiringi gelengan kepala, lantas berusaha menahan tawa yang siap-siap lolos.

"Dasar cewek. Lain di bibir, lain di hati, lain di pikiran," kata Anggara lagi.

"Apa sih?" Anyelir memamerkan deretan gigi rapinya. "Kok jadi bahas gender?"

Alih-alih menyahut, Anggara menunduk dan sedikit memiringkan kepalanya. "Boleh nggak?"

"Mau nunggu jawabannya nggak?" tanya gadis itu seraya mengangkat kedua alis.

Anggara menyeringai. "Nggak."

Pelayan-pelayan di balik pohon masih setia menjaga kipas blower supaya hujan mawar tetap berlanjut. Salah satunya bertugas sebagai penata musik, maka ketika Anggara mempertemukan bibir mereka untuk sebuah ciuman panjang. Detik itu juga "I Just Couldn't Save You Tonight" menggema.

Aroma cherry menyambut Anggara. Lembutnya bibir gadis itu mampu mengalahkan lelehan cokelat. Harum parfum gadis itu bahkan bak lagu pengantar tidur. Lumayan gila juga, rasanya ia agak kesulitan menginjak rem. Teman minum kopi Anggara selama di Amsterdam tak menulari kegilaan semacam ini. Mencium mereka seumpama mengemut permen, bila bosan tinggal dibuang. Sementara mencium Anyelir lebih mirip menelusuri sebuah hutan belantara tanpa kompas.

Tunggu, tolong jangan langsung melabeli Anggara sebagai laki-laki lemah. Ia hanya mencoba jujur sebagai laki-laki. Lagi pula orang bodoh mana yang tidak ingin mencoba mengecap bibir gadis itu? Anggara berani bertaruh, ia bukan yang pertama menginginkan dan mencoba.

Buket bunga dalam genggaman Anyelir terlepas begitu laki-laki itu menarik pinggangnya. Ya, Anggara sekarang mewujudkan dua keinginan konyolnya. Ia menyukai lagu-lagu yang dibawakan Ardhito Pramono. Bukan karena romantis juga, tetapi lebih kepada cocok dijadikan pengantar tidur. Mereka berdua sudah melakukan hal semacam ini kurang lebih dua kali tanpa melibatkan perasaan. Tidak ada pilihan lain bagi Anyelir selain mengikuti ritme. Ia masih ingat siapa yang memegang kendali di sini.

Pernikahan kontrak bukan hal tabu bagi Anyelir sejak menyandang nama belakang Cokroatmojo. Ia pun sadar kemungkinan besar akan mengalaminya. Hanya saja Anyelir tak pernah membayangkan bertemu jenis laki-laki control freak seperti Anggara. Tidak, ia tak pernah menyesal menjadi bagian dari klan Cokroatmojo. Sebab kehidupan di Bali sebelum Mama menikah dengan Papa Hermawan jauh lebih buruk dibanding menjadi istri kontrak Anggara.

Mereka berduameyakini bahwa cinta selalu hadir bersama jantung yang berdegup kencang, darahberdesir, dan dada yang menghangat. Akan tetapi, baik Anggara maupun Anyelirlupa kalau cinta bisa hadir tanpa perlu sebuah pertanda, sesederhana bernapas.

Katanya Anggara lagi butuh temen buat diajak renang. Ada yang punya waktu luang nggak?

Good night and have a nice dream ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro