#4. Malaikat yang Murka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Event Cerpen Horor 2022
Tema: Cinta Berdarah
Genre: Horor

·•0•·

Aiylea keluar dari kamar mandi. Hal pertama yang terkunci pada pandangannya adalah lekuk tubuh seorang pemuda yang tengah duduk di bibir ranjang. Aiylea merapatkan handuk yang membalut tubuh rampingnya, lantas berjalan dengan langkah kecil menghampiri sosok pemuda yang masih bergeming di sisi kamarnya itu.

"Leos," panggilnya pelan.

Pemuda itu menoleh. Binar cahaya lampu terpantul di iris merah yang sewarna dengan darah. Detik berikutnya, sudut bibir milik pemuda itu naik-menunjukkan lengkung senyum yang begitu menarik. Ia kemudian berdiri dan mendekatkan dirinya pada tubuh Aiylea.

"Honey, you look so beautiful tonight," bisiknya sebelum mengecup kening gadis itu dengan lembut.

"Thanks," balas Aiylea setelah pemuda itu kembali menjaga jarak dengannya. Ia merasakan darah mengalir dengan cepat di dalam nadinya, membuat tubuhnya terasa panas. Degup jantungnya bergemuruh, seiring dengan euforia yang kian meningkat. "It's the first time for me. So please do it slowly."

"Of course," timpal pemuda itu sebelum ia kembali memangkas jarak dan mendekap tubuh Aiylea dengan erat.

Ketika lampu padam, napas mereka juga saling beradu di dalam gelapnya malam. Dua remaja yang sedang dimabuk cinta, kini tengah saling berbagi kehangatan yang mencekam. Tanpa disadari, ada seseorang yang sedang mengamati setiap gerak-gerik mereka dari balik awan.

Angin dingin berembus cukup kencang di luar sana, mengetuk kaca jendela apartemen tempat mereka saling berbagi cinta. Lampu yang semula padam, tiba-tiba hidup. Kemudian padam lagi, tetapi kemudian hidup lagi dengan cepat dan kejadian itu terus berulang.

Pemuda yang bernama Leos itu mulai merasa tidak nyaman. Ia segera bangkit dari ranjang, kemudian menyambar sebuah mantel yang tersampir di sandaran kursi. Sementara Aiylea, ia duduk di tepi kasur yang empuk sambil memegangi selimut putih agar tetap menutupi lekuk tubuhnya yang sedang tanpa busana.

Leos berjalan ke arah jendela yang kusennya semakin bergetar akibat lolongan angin malam di luar sana. Seketika itu juga tatapannya menangkap sesosok manusia bersayap yang sedang melayang di udara lepas. Tubuhnya yang semula terasa hangat, seketika menjadi begitu dingin. Ia kesulitan bernapas, seolah jantungnya telah berhenti berdetak.

"Darling, what happened?" tanya Aiylea yang mulai ikut turun dari ranjang dan melangkahkan kakinya yang panjang serta langsing untuk mendekat ke arah Leos.

Tempo lampu yang mati-nyala semakin cepat, pun dengan udara di luar sana yang kian menggedor kaca jendela.

Ketika Aiylea telah berada di sisi Leos, pemuda itu langsung menoleh sambil berseru, "Run!"

Tanpa diberi kesempatan untuk mengetahui situasinya, tangan kanan Aiylea segera ditarik dengan kuat oleh pemuda itu sambil berlari. Ia hanya bisa mengikuti arah gerakan Leos dengan sebelah tangannya yang terus mencengkeram selimut supaya tetap menutupi tubuhnya.

Pintu unit apartemen yang terkunci menahan gerakan mereka. Dalam momen tersebut, kaca jendela tiba-tiba pecah, bersamaan dengan terdengarnya suara jeritan seorang wanita yang begitu mengerikan dari luar sana.

Pintu apartemen terbuka. Leos segera menjejakkan kakinya untuk berlari di muka, sementara Aiylea mengekor di balik punggung pemuda itu dengan langkah yang hendak jatuh. Selimut yang terlalu panjang membuat tungkainya kesulitan untuk bergerak, bahkan malah terperangkap dalam jeratan kain berwarna putih tersebut. Ia kesulitan untuk menyamai kecepatan lari milik pemuda yang terus menggandeng tangan kanannya dengan erat.

Lampu di lorong juga sama: mati-nyala. Suara jeritan yang mengerikan terdengar semakin keras. Dinding yang seharusnya kokoh kini tampak bagaikan selaput bening-memperlihatkan bagian di dalamnya, yakni sosok-sosok wanita bergaun putih dengan wajah yang ditutupi kain transparan. Mereka mencakar-cakar dinding lorong. Kuku mereka tajam, sehingga dalam sekejap mampu merobek permukaan dinding yang sudah setipis cairan selaput janin.

Tangan-tangan mereka menjulur keluar dari dinding, melambai-lambai, berusaha menggapai tubuh kedua remaja yang berlari di tengah lorong.

Napas Aiylea memburu. Bau anyir menusuk ke dalam hidungnya, sementara suara yang memekakkan gendang telinga membuat kepalanya terasa seperti akan meledak. Rasa takut akan kematian seketika menghantui dirinya. Ia hanya bisa pasrah, serta terus berlari sambil menutup mata-membiarkan Leos menarik tangannya dan mengarahkannya untuk mengambil langkah menuju kemana.

Ia kehabisan tenaga ketika Leos tiba-tiba berhenti bergerak. Tanpa ia sadari, posisinya kini sudah berada di interior dasar, tepat di depan pintu masuk gedung. Akan tetapi, tidak ada orang lain selain mereka berdua dan para makhluk ganjil di sana. Benar-benar terasa seperti 'dunia hanya milik berdua', tetapi dalam situasi yang bukan romansa.

Sosok-sosok wanita bergaun putih kini sudah mengepung keduanya. Aiylea bisa melihat bahwa di balik kain transparan yang menutupi wajah mereka, terdapat mulut-mulut yang terbuka lebar sambil meneteskan air liur menjijikkan.

Aiylea menempelkan tubuhnya ke punggung Leos, kemudian membenamkan wajahnya di mantel yang dikenakan oleh pemuda berambut gelap tersebut. Ia berharap bahwa semuanya itu adalah halusinasi dan akan segera kembali normal begitu ia menarik wajahnya kembali.

Akan tetapi, tangan-tangan wanita bergaun putih dengan cepat menarik tubuh Leos.

"Leos, no!" Aiylea memekik histeris ketika melihat kekasihnya tiba-tiba sudah berada di tengah gerombolan para wanita bergaun putih. Sementara dirinya sendiri juga sudah tidak bisa bergerak banyak akibat tangan berkuku panjang milik salah satu wanita itu telah berhasil mencengkeram bahunya dari belakang.

Dalam ketakutan, Aiylea menyaksikan empat orang wanita menarik tangan dan kaki Leos. Tubuh pemuda itu menegang, kemudian terdengar bunyi gemeretak persendian dan tulang yang patah. Kulit putih milik pemuda itu semakin menipis akibat tarikan para wanita yang begitu kuat, hingga perlahan robek dan memperlihatkan lipatan merah yang menetes.

Leos mengerang kesakitan. Dagingnya koyak, tulangnya patah, bahkan darah sudah melumuri sekujur tubuhnya.

Seorang wanita mendekat ke arah tubuh Leos yang masih ditarik oleh empat wanita lain. Tangannya meraba dada pemuda itu dengan perlahan, hingga berakhir di bagian perut. Kemudian wanita itu langsung menusukkan kuku-kuku panjangnya ke perut Leos hingga menembus melewati punggung belakangnya.

Leos memekik begitu merasakan sakit yang mengejutkan sekaligus tak tertahankan. Seketika darah segar menyembur dari mulutnya.

Sang wanita kembali menarik tangannya dari perut Leos, menyisakan sebuah lubang yang cukup besar di tubuh pemuda tersebut.

Usus dan organ dalam yang ada di perut pemuda itu perlahan jatuh berceceran ke lantai granit yang dingin, diiringi dengan cairan merah kental yang mengalir dengan begitu deras hingga membuat sebuah kolam darah di bawah tubuhnya.

"Leos!" Aiylea meneriakkan nama kekasihnya yang sudah sekarat itu.

Akan tetapi, bukannya Leos yang menoleh untuk merespon panggilannya, melainkan para wanita bergaun putih lagi berlumuran darah yang secara serempak memandang ke arahnya.

Bulu kuduk Aiylea meremang. Napasnya tercekat. Ia merasakan darah merembes keluar dari bahunya yang masih dicengkeram oleh seorang wanita yang wajahnya ditutupi oleh kain transparan itu.

Sang wanita yang tadi menusukkan kuku-kukunya ke perut Leos, kini kembali bergerak. Tangannya meraba leher pemuda itu, hingga berakhir di bagian ubun-ubunnya. Lantas dengan cepat, tangan itu menarik kepala si pemuda hingga terpisah dari tubuhnya.

Wanita itu kemudian melemparkan kepala tanpa tubuh yang berada di genggamannya ke arah Aiylea. Darah segar yang tumpah seketika membercak di wajah serta selimut yang dikenakan oleh gadis tersebut.

Udara seketika menghilang ketika ia berusaha untuk menghirupnya. Tanpa sadar, mulut Aiylea terbuka lebar dan mengeluarkan suara melengking yang cukup mengganggu pendengaran.

"No!"

***

Di luar, seorang wanita bersayap masih melayang di udara bebas. Setiap kepakan sayapnya, membuat udara yang ada di sekitarnya bergerak dengan begitu cepat. Ia melihat semua yang terjadi di dalam apartemen itu dari atas sana.

"Para bawahanku mengerjakan tugas dengan baik," bisiknya pada bulan purnama.

"Loosfear, putra Lucifer yang sudah kabur dari neraka untuk ke tiga belas kalinya, telah berhasil dimusnahkan."

Setelah mengatakan hal itu, ia menggeleng dengan prihatin. "Aiylea Oliv, padahal dulu kau adalah gadis yang begitu taat. Sayang sekali, kini kau malah tergoda oleh iblis jahanam."
[]

Karanganyar, 9 Oktober 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro