Chapter 04

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rizal saat ini berada di ruang guru. Ia melaporkan kejadian di halaman belakang sekolah, di mana korbannya adalah teman sekelasnya.

"Baik, kami akan segara melaporkan ke pihak kepolisian." ucap wali kelas 2-E.

Sang wali kelas menepuk pelan pundak Rizal. Ia tahu bahwa muridnya ini sedang terguncang. Ia menyuruh Rizal untuk kembali ke kelas.

Rizal menganggukkan kepala kecil. Ia pun pamit dan berjalan menuju ke ruang kelas. Rasa sedih, takut dan kaget bercampur aduk menjadi satu. Ia takkan mengira bahwa teman sekelasnya bernama Puri tewas dengan cara gantung diri.

Sosok Puri di matanya adalah seorang gadis pendiam. Ia tak terlalu berinteraksi dengan dirinya maupun teman sekelas lainnya. Namun, terdapat dua orang murid yang dekat dengan Puri yaitu Rara dan Haru.

Ketiganya selalu menghabiskan waktu di perpustakaan. Tetapi akhir-akhir ini Puri terlihat tak bersama dengan kedua murid tersebut. Sepertinya ada masalah di antara mereka dan Rizal berusaha untuk mencari informasinya.

Tidak terasa Rizal telah sampai di depan kelas. Suasana di dalam kelas terdengar cukup berisik. Ia pun masuk ke dalam, namun di tahan oleh seorang pemuda.

"Ada apa dengan ekspresi di wajahmu itu?" tanya pemuda itu khawatir.

Rizal menatap pemuda tersebut. "Aku baru saja melihat ... Puri tewas tergantung di atas pohon halaman belakang sekolah," jawabnya sedih. Ia tak kuat menahan air mata yang mungkin sebentar lagi akan terjatuh.

Sontak semua murid kelas 2-E yang berada di dalam kelas syok. Berita duka cita atas kepergian teman sekelasnya begitu cepat. Mereka berdoa semoga arwah Puri tenang di sana, walau ada satu kelompok yang terdiri dari empat murid tak terlalu peduli akan berita tersebut.

"Akhirnya gadis pendiam itu mati juga," bisik gadis berambut hitam. Ia mengibaskan rambut bagai iklan model sampo.

"Hihihi ... nee-sama kejam juga," sahut gadis yang memakai pita oren. Ia tertawa kecil tanpa dosa.

"Sudah! Lebih baik kita bahas rencana selanjutnya!" seru pemuda jangkung. Sebagian rambutnya menutupi mata kirinya.

Pemuda lainnya hanya diam. Ia tak heran bila ketiga temannya itu memiliki sikap kejam dan licik. Ia melirik ke salah satu murid di kelas, nampak seringai kecil terukir di bibirnya.

Tanpa mereka ketahui, Rizal menatap bengis kelompok itu. Kuku-kukunya memutih menahan amarah yang datang kapan saja tanpa di undang.

"Kalian! Akan tahu akibatnya!" geram Rizal tersenyum miring.

Rizal memilih menduduki bangkunya. Ia membuka sebuah buku catatan, beberapa ide menarik dan anggun telah tercatat rapi di kertas.

🌺🌺🌺🌺🌺

Icha berjalan tak semangat. Terdapat jejak air mata masih tertinggal di sana. Ia habis menangis di dalam toilet, mengingat kembali kenangan manis bersama Puri.

Tiba-tiba Icha melihat dua murid yang akan melewati dirinya. Ia menghapus jejak air mata, lalu memasang senyum palsu. Ia pun melambaikan tangan kanan menyapa kedua orang tersebut. Akting, merupakan salah satu kemampuan yang dimilikinya.

"Hai, Lav-chan dan Eris-kun," sapanya ceria penuh kebohongan.

"Hai Icha-chan!" balas Lav semangat.

Pemuda yang bernama Eris tak membalas. Ia terlalu sibuk merapikan rambut pirang yang terlihat berantakan. Ia salah satu cowok terkenal akan kenarsisan yang tiada duanya di sekolah.

Lav menyenggol perut Eris hingga sang korban tertohok. Baru saja ia ingin memarahi gadis di sebelahnya, namun tiba-tiba terhenti. Tatapan bagai anak kucing yang terbuat ditunjukan oleh Lav.

"Itu sakit sekali Lav," rengek Eris.

Eris mengacak rambut biru langit Lav gemas. Ia sudah menandai bahwa Lav adalah adik kesayangan, walau tak sedarah daging. Ia akan menjadi orang pertama eh tidak, orang paling belakang yang akan membela gadis manis didepannya itu.

"Hahahaha ... kalian seperti kucing dan tikus saja," ucap Icha tertawa bahagia. Setidaknya ia menghilangkan rasa sedih sedikit di hati.

Ketiganya pun memutuskan berpisah di lorong, namun ... sebuah dentuman keras terdengar jelas dari arah tangga menuju lantai 3. Sontak mereka berlari menuju ke tempat tersebut.

"Kyahh!!" jerit Lav histeris.

Lav terhenti sesaat. Ia menutup mata dan mulut cepat. Pemandangan di depannya sangatlah tidak mengenakan. Bau amis darah begitu menyengat di hidung.

"Ti-tidak mungkin kan!"

Icha terduduk lemas. Ia kuat kuasa menahan kedua beban kakinya. Tiba-tiba terasa sangat lemas, setelah melihat pemandangan di depan.

"Eh, i-itukan Qiby!" seru Eris tak percaya. Cermin miliknya sampai terjatuh dan pecah berhamburan di bawah.

"Oh tidak, cermin kesayanganku hancur!" seru Eris berguling di lantai. Wajah tampan seketika sirna.

Lav menjintak 'sayang' kepala Eris. Dari awalnya ia syok, berubah menjadi kekesalan melihat tingkah laku sang pemuda yang mengaku dirinya tampan.

"Aduh!" rintih Eris memegang kepalanya terasa sakit.

Aroma darah dan serbuk bunga yang berada di genggaman tangan kiri Qiby menjadi satu. Kondisi tubuh kecil Qiby cukup mengenaskan. Bagian kepala yang terjatuh lebih awal nampak robek dan beberapa bagian tulang rusuknya menonjol keluar.

Dan ... tak berselang lama, korban kedua telah ditemukan. Ialah Qiby, salah satu murid kelas 2-E.

🌺🌺🌺🌺🌺

Raka dan Key bergegas meninggalkan UKS. Tidak jauh dari lokasi kejadian, mereka tak sengaja mendengar teriakan suara mirip Lav. Shia sementara di tinggal agar pikirannya jernih dan kembali sehat sedia kala. Mezu pun masih tak sadarkan diri.

Degh!

Lagi-lagi jantung Raka berpacu cepat, sedangkan Key wajahnya berubah pucat. Belum satu jam lamanya, tubuh Puri di temukan tewas. Kini giliran teman lainnya yaitu Qiby sudah tak bernyawa.

Lav menatap Raka serta Key yang baru tiba. Ia langsung memeluk tubuh Key erat. Suara tangis memenuhi suasana berkabung. Derai air mata mengalir bagai pancuran di taman.

Tak berselang lama, wali kelas 2-E datang. Ia melihat kerumunan murid-muridnya di dekat tangga. Saat ia mendekat, bau anyir sudah tercium jelas bagai alkohol yang memabukan.

"Qiby?!"

Kelima murid menatap sedih wajah wali kelas mereka. Tak ada yang berani berucap satu kata pun. Wali kelas 2-E langsung mengeluarkan sebuah ponsel merah miliknya. Ia menelepon salah satu guru lain untuk mengamankan lokasi kejadian terbaru.

"Ini sangatlah ... mengejutkan," ucap wali kelas 2-E lemas tak berdaya. Ia memijat pangkal hidung untuk menenangkan diri, namun tak membuahkan hasil.

Key menahan kesedihan di hati. Raka sedikit peka, ia mencoba menghibur gadis 'imut' itu dengan mengelus rambut putihnya. Key tersenyum tipis. Ia sudah tidak lama merasakan sebuah kehangatan dari pemuda di sebelahnya.

"Firasatku benar-benar terjadi. Aku tidak tahu harus berbuat apa," batin Raka sendu.

"Raka-nii ... aku akan selalu melindungimu." batin Key.

🌺🌺🌺🌺🌺

"Ma-maaf,

Ak-aku takkan mengulangi lagi."

Seorang pemuda berambut cokelat terlihat frustasi. Ia menjambak rambutnya keras. Tak ada seorang pun selain dirinya di tempat itu.

Raut ekspresi ketakutan terukir jelas di wajahnya. Ia membuang ponselnya sembarang. Ia tak ingin melihat pesan yang membuat dirinya harus kehilangan kedua teman sekelasnya.

"Puri ... Qiby ... maafkan aku."

Kedua mata pemuda itu terpejam erat dengan suara tusukan benda tajam di tubuhnya. Ia tergeletak tak berdaya di lantai. Cairan berwarna merah menyeruak keluar seakan terbebas setelah sekian lama terkurung.

Brakk!!

🌺🌺🌺🌺🌺

Di salah satu kantin sekolah. Dua orang murid tengah mengisi perut kosong mereka. Cacing-cacing di dalam perut terus meronta sejak tadi.

Salah satunya, gadis berambut merah maroon asyik menikmati permen loliponnya. Kira-kira ia sudah menghabiskan lebih dari lima bungkus lolipop berbagai warna dan rasa.

"Hei Yemi, gigimu tidak sakit apa memakan lolipop sebanyak itu?" tanya pemuda sedang mendengarkan lagu melalui earphone ungu miliknya.

"Tidak," jawab Yemi singkat. Ia sampai menggelengkan kepala ke kanan dan kiri.

Andrew, nama pemuda itu hanya menepuk jidatnya. Ia tak habis pikir dengan sosok gadis di depannya itu. Ia sampai memiliki sebutan untuk Yemi yaitu 'maniak lolipop'.

Tiba-tiba saat kedua mengobrol, terdengar suara alat masak terjatuh cukup keras. Yemi dan Andrew melirik satu sama lain. Mereka beranjak dari tempat duduk untuk menuju ke sumber suara tersebut.

Selangkah demi selangkah seakan mengecam. Yemi serta Andrew telah mengumpulkan sebuah keberanian. Suasana menjadi terasa beku. Hawa dingin seakan menusuk kulit mereka.

"Ti-tidak mungkin!"

Yemi mematahkan lolipop miliknya menjadi dua bagian. Andrew mematikan musik yang ia dengar. Keduanya terkejut melihat pemandangan di depan mata.

Dan ... alangkah terkejutnya kedua murid itu. Setangkai bunga Amarilys berada di atas tubuh pemuda yang sudah tak bernyawa? Mungkin?

"Korban ketiga sudah terkuak. Siapakah berikutnya?" ucap seseorang yang mengenakan topeng tengkorak.

🌺🌺🌺🌺🌺

"Tidak!"

"Aku bilang tidak ya tidak!"

"...."

Icha menyeka keringat. Ia baru menyelesaikan aktingnya. Ia akan mendapatkan kontrak baru dengan seorang produser ternama, judulnya 'Katakan Tidak'.

"Cukup Icha!" bentak pemuda di sebelahnya. Ia menguap kecil, lalu mengucek matanya yang terlihat sayu.

Icha pundung di pojokan kelas. Ia tidak suka seseorang membentak dirinya apalagi ... dengan pemuda yang ia sukai. Entah sejak kapan ia menyukai pemuda malas itu.

"Hiks! Ren-kun kejam sekali denganku!"

Ren, nama pemuda tersebut. Ia hanya melirik dengan tatapan malas ke arah Icha. Ia sudah mengetahui seluk beluk akting apapun itu dari gadis yang mengakui dirinya jelmaan kucing.

Ren mendecil kesal. Tidur siangnya harus terganggu untuk kesekian kalinya. Apalagi ditambah berita kematian teman sekelasnya secara berurutan. Kenapa tidak di pulangkan saja?!

"Huh! Icha kau bisa diam!" bentaknya.

"Hiks ... Ren-kun hidoi!"

Icha berlari meninggalkan kelas. Ia berharap Ren mengejar dirinya, namun Ren tersenyum puas. Akhirnya ia bisa tidur nyenyak kembali dengan kepergian sosok Icha yang menyebalkan.

🌺🌺🌺33🌺🌺🌺

{13/02/2021}

Lvender_Chan aka Lav

Eristan1 aka Eris

Yemimaliez aka Yemi

anomaliez aka Andrew

renulis_ aka Ren

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro