Chapter 32

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Icha terus berlari tanpa menengok ke belakang. Dia tak ingin nyawanya terbuang sia-sia.

"Aku ... sudah ... tak ... kuat ... lagi ...."

Gadis bersurai ungu pucat itu berucap sambil mengatur napas. Sudah dua puluh lima menit lamanya kira-kira ia berlari.

Sosok Fuyu di belakang Icha hanya berjalan santai. Dia memutar-mutar sebuah rantai besi di tangan kanan.

Simbol gambar hewan Ular Orange terletak di leher bagian kiri bersinar terang. Hal itu menandakan bahwa Fuyu tengah menggunakan kekuatan yang dimiliki. Ia takkan segan-segan untuk membunuh calon korban.

"Hei Icha ... mari bermain bersama diriku," ucap Fuyu menyeringai kecil diselingi oleh tawa.

Bulu roma Icha berdiri tegak merinding diskotik. Suara Fuyu pelan tetapi seakan menyayat tubuhnya.

"Tidak! Aku lebih baik bermain bersama buaya jantan dibandingkan dengan dirimu!" tolak Icha.

Icha terus berlari hingga berbelok ke tikungan tajam melewati medan bebatuan kerikil dan lumpur hidup. Stop! Abaikan keterangan tidak jelas ini.

Gadis itu sudah tak kuat berlari. Kedua kakinya terasa akan lepas jika dipaksakan terus. Ingin rasanya Icha memiliki kaki seperti robot, kalau energi habis tinggal di charger saja.

"Oh tidak! Kenapa sempat-sempatnya aku mengkhayal yang tidak jelas?!" gerutu Icha. Dia acak rambut bersurai ungu pucat kasar.

Fuyu dibelakang melihat tingkah laku absurd penuh tanda tanya. "Sepertinya kepala dia habis terbentur dinding," gumamnya berpendapat.

Rantai besi terus diputar, lalu Fuyu melemparkan rantai besi itu ke depan hingga mengenai kaki kiri Icha. Icha tidak punya waktu untuk menghidarinya sampai ia terjatuh dengan tidak elit.

"Arghh!"

Gedubrakk??!

Icha mencium keramik lantai cukup keras. Lubang hidung serta mulut mengeluarkan darah kental.

"Hmm ... segini sajakah kekuatanmu? Mengecewakan, tapi aku iri melihatmu terjatuh elegan seperti itu."

Fuyu menari-nari kecil bagaikan kupu-kupu kecil. Ia jadi teringat cerita di aplikasi wattpad miliknya. Cakra dan April hampir mencapai ending yang membuat orang kecewa. Rasa iri menyelimuti perasaan Fuyu mengingat kejadian cerita yang ia buat.

🌺🌺🌺🌺🌺

Fuyu mulai menarik pelan rantai besi. Secara otomatis kaki kiri Icha ikut tertarik berserta seluruh tubuh.

"Ayo kita bermain tarik menarik Icha si kucing besar," ucap Fuyu tersenyum menakutkan.

Icha berusaha menolak, tetapi tarikan itu cukup kuat. Ia mencari sebuah pegangan untuk menghentikan permainan itu.

Ciiitt!!?

Kuku-kuku Icha menancap di lantai. Suara kuku-kutu Icha yang tertarik membuat gendang telinga terasa sakit. Beberapa kuku tangan Icha sudah lecet dan patah.

"Hiks ... hentikan," lirih Icha.

Air mata sudah mengalir deras membasahi wajah dan lantai. Fuyu tidak menghiraukannya, dia terus menarik pelan kaki Icha yang terlilit rantai besi.

Tap!

Tap!

Tap!

Suara langkah kaki menggema di lorong lantai dua. Icha melihat sepasang kaki berjalan mendekati.

Tiba-tiba aksi Fuyu terhenti. Dia menatap seseorang di depan penuh kesedihan dan kegembiraan.

"Onii-chan!"

Fuyu melepaskan rantai besi, gadis itu berlari cepat menuju sosok pemuda di depannya. Ia langsung mendekap erat tubuh sang kembaran penuh kehangatan.

"Hiks! Aku pikir kita tidak dapat bertemu lagi!"

Fuyu menangis di dekapan sang kembaran, Fikri. Fikri membalas pelukan sambil mengelus pucuk rambut Fuyu.

"Aku tidak akan meninggalkanmu secepat itu," ucap Fikri lembut.

🌺🌺🌺🌺🌺

Icha menatap keduanya bingung. Ada perasaan iri saat melihat keakraban mereka. Perlahan ia memanfaatkan momen ini untuk melepas lilitan rantai besi.

"Aku masih hidup," ujar Icha lega. Ia mengelus dada pelan.

Fuyu dan Fikri masih berpelukan. Tiba-tiba pemuda itu menatap Icha tajam. Icha yang tak sengaja melihat menjadi terdiam.

Seluruh tubuh Icha terasa kaku. Icha merasa gelisah di dalam hati. Ia tidak mau sampai mati konyol.

"La-ku-kan."

Bibir Fikri mengucapkan sebuah kata. Dari hati terdalam Icha tidak paham maksudnya perkataan itu, tetapi dirinya seakan mengerti.

Icha perlahan bergerak. Dia mengambil rantai besi yang tergelak di lantai. Setelah berhasil memegang, tubuh gadis itu maju selangkah demi selangkah mendekati mereka.

"Oh tidak! Kenapa tubuhku bergerak sendiri?!"

Fuyu masih menangis. Ia seakan melepas rindu setelah tidak lama bertemu, padahal hanya satu dua jam saja.

"Kak Fikri ...," panggil Fuyu manja.

"Apa Fuyu-ku?" tanya Fikri.

Keduanya sudah melepas pelukan. Fikri masih setia mengelus lembut rambut panjang Fuyu, sedangkan lirikan mata ke arah Icha yang berjalan ke arahnya.

"Aku tidak mau berpisah denganmu lagi, Kak!

Aku mau hidup berdua denganmu selamanya!" seru Fuyu kesal mencurahkan isi hati terdalam.

"Hahaha ... sepertinya ... itu ... tidak ... akan terjadi."

Fuyu menatap Fikri penuh tanda tanya. "Maksud Kak Fi---,"

Tiba-tiba Icha sudah melilitkan rantai besi tepat di leher Fuyu. Fuyu terkejut dan ia berusaha melepaskan tetapi cengkraman Icha terlalu kuat.

"Kak ... tolo---,"

Fuyu berusaha meminta tolong kepada sang kembaran. Kedua tangan ia rentangkan untuk menyentuh lengan Fikri. Namun ... Fikri menepis tangan Fuyu kasar.

Degh?!!

"Selamat tinggal adik manisku," ucap Fikri menyeringai lebar.

Fuyu menjadi diam seribu bahasa. Tubuhnya terasa sangat lemah. Hatinya terluka dan kecewa. Sang kembaran mengatakan hal yang tidak pernah ia dengar dari mulutnya langsung.

Di lain sisi, Icha semakin melilitkan rantai besi itu. Kali ini Fuyu tidak melakukan perlawanan.

Wajah Fuyu perlahan berubah menjadi biru pucat. Pasokan oksigen dalam paru-paru terhimpit menyebabkan Fuyu mengalami Hipoksia.

Dalam hitungan detik, nyawa Fuyu sudah diujung tanduk. Fuyu merasa seluruh tubuh tertusuk ribuan tombak. Ia hanya bisa tersenyum kecewa di akhir hayatnya.

"Kau melakukan kerja bagus, Icha."

Fikri memuji kemampuan dan aksi ekstrim Icha. Perlahan simbol gambar hewan Ular Orange di leher kiri Fuyu menghilang.

Icha akhirnya dapat mengendalikan tubuunya kembali. Gadis itu melepaskan pegangan rantai besi dan mundur ke belakang.

"A-apa yang te-telah a-aku lakukan?"

Icha syok. Air mata jatuh persatu melihat tubuu Fuyu terjatuh dalam keadaan tak bernyawa lagi. Dan yang telah melakukan hal itu adalah dirinya sendiri. Setangkai bunga Amarylis ikut terjatuh dari balik saku blazer biru Fuyu.

Dan ... selamat tinggal Fuyu. 😊

"Aku ... bukan pembunuh!"

"Arghh!!!"

Leher di bagian kiri Icha terasa terbakar. Ia memegangi leher menahan sakit. Sebuah simbol hewan Ular Orange telah muncul di sana.

"Selamat datang di perkumpulan pilar ... Nomor Dua," sambut Fikri hangat.

Icha hanya diam. Ia bingung harus senang atau sedih. Tubuh lemas hingga ia terduduk di lantai.

Fikri melambaikan tangan. Pemuda itu harus menuju ke tempat selanjutnya.

"Ah iya. Satu jam acara ritual akan segera di mulai. Kehadiranmu sangat berarti."

Pesan terakhir Fikri sebelum menghilang dari pandangan Icha. Icha hanya menganggukan kepala kecil sebagai jawaban 'iya'.

🌺🌺🌺17🌺🌺🌺

{13/03/2021}

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro