14: Dia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Renata sudah siap berangkat menuju ke kantor. Beberapa jam yang lalu dihabiskannya untuk memasak makanan spesial untuk Arjuna. Dia mau membuat Arjuna bahagia, terlebih lagi dia jarang memasak jadi ini akan menjadi hal yang spesial.

"Ma, kenapa nggak dikirim pakai ojek aja sih makanannya? Biar kita nggak usah keluar."

Membuju Andreas untuk ikut bersamanya benar-benar sulit, Bahkan, tawaran pergi ke kedai es krim pun sudah tidak mempan. Mungkin karena Arjuna sering membelikan beberapa es krim setiap pulang, bisa jadi anak itu sudah bosan.

"Biar kasih kejutan ke papa." Renata tersenyum sembari mengusap kepala anak itu pelan.

Andreas cemberut, dia masih asik bermain dengan mainan robot-robotannya begitu diajak untuk keluar. Namun, dia tidak mungkin meninggalkan Andreas sendirian di rumah. Lebih baik anak itu ngambek daripada kenapa-kenapa karena ditinggal sendirian, batin Renata.

Mereka sudah sampai di kantor A&A Production. Begitu mereka masuk ke lobi, langsung disapa oleh beberapa kenalan Renata. Di tempat inilah dia bertemu dengan Arjuna dan Andreas. Kesialan demi kesialan yang diterimanya ternyata membawanya ke tahap ini, memberikan kebahagiaan di hidupnya.

"Eh, Ren! Tumben bener kamu ke kantor."

"Iya tuh, sombong banget ih jarang main ke kantor lagi."

"Oh iya, udah akur nih ya sama anak bos. Keren deh."

Mereka masih belum tahu kalau Renata sudah menikah dengan Arjuna. Dia tidak ingin ada perbedaan perlakuan hanya karena dia isteri pemilik perusahaan, apalagi dia ada rencana untuk kembali bekerja di kantor ini.

"Iya nih, lama-lama jadi akur."

Andreas menatap Renata sambil cemberut. "Bosan, Ma--"

"Mainan! Iya mainan, kan?" Renata langsung mengalihkan pembicaraan. Dia tidak mau teman-temannya menduga yang tidak-tidak.

Andreas menatapnya bingung lalu memajukan bibirnya beberapa milimeter.

"Ya udah deh, aku duluan ya. Andreas rewel nih daritadi mau ketemu papanya."

"Oh pantesan kamu ke sini. Oke kalau gitu."

Renata bisa bernapas lega, rahasianya masih terjaga dengan baik. Arjuna menepati janjinya untuk tidak memberitahukan ke anak-anak kantor, jadi mereka tetap memperlakukannya dengan biasa saja.

Mereka naik lift untuk pergi ke ruangan Arjuna. Di dalam sana ada wanita lain yang mengenakan kemeja dan rok pendek selutut berwarna hitam. Rambutnya dikuncir kuda, dia begitu menawan.

Tidak lama kemudian lift terbuka, begitu Renata hendak keluar dari sana, dia terdorong ke samping.Bahunya mengenai pintu lift, beruntung Andreas sudah keluar lebih dahulu jadi dia tidak kenapa-kenapa.

"Sakit astaga," keluh Renata sambil mengusap bahunya.

"Lagi buru-buru kali ya?" Wanita itu masih berusaha berpikir positif. Lalu mengulurkan tangan, dia mau menggenggam jemari Andreas. Anak itu sangat lincah, kalau tidak dipegang bisa-bisa dia sudah kabur entah ke sudut ruangan mana.

"Ma, mampir ke toilet dulu ya. Mau pipis."

"Oke, siap."

Wanita itu mencari petunjuk keberadaan toilet. Setelah menemukannya, langsung saja meeka pergi ke sana. Renata menunggu di luar toilet sambil menatap layar ponselnya. Tidak lama kemudian ada orang yang melewatinya. Dia kira itu Andreas, ternyata bukan.

"Hai pelakor," sapa orang itu.

"Kak Mirable?" Renata masih tidak habis pikir kenapa wanita itu terus saja menyimpan dendam padanya. Padahal kejadian itu sudah lama, waktu dia masih awal masuk kerja di kantor ini. Itu juga karena Nicholas, suami Mirable, yang ganjen dan senang mendekatinya padahal sudah punya isteri.

"Kenapa? Kaget?"

Tampilan Mirable berbeda dari terakhir ditemuinya, dia tampak lebih menyeramkan, apalagi tatapannya itu begitu tajam setajam pisau.

"Nggak kok, kak. Kakak apa kabar?"

"Halah, nggak usah sok kenal sok dekat deh. Aku udah tahu busuknya kamu." Mirable memeragakan gaya ingin muntah, dia benar-benar muak melihat Renata.

Suasana semakin memanas, beruntung begitu Andreas keluar dari toilet dan hujatan Mirable juga berhenti. Renata menghela napas lega.

"Maaf ya kak, serius saya tidak bermaksud merusak hubungan kakak dengan kak Nicholas. Maaf ya." Renata benar-benar tulus mengucapkan kalimat itu, dengan harapan Mirable bisa memaafkan dan mengiklaskan perlahan-lahan.

"Aku pamit ya, kak. Mau anterin Andreas ketemu papanya."

"Cih, sebentar lagi juga cerai. Orang yang dicintai Arjuna bukan kamu, tapi Natasya."

Nama itu kembali didengarnya. Pertama dari mertuanya, kedua dari ibu-ibu tetangga, dan ketiga dari Mirable. Apakah ini suatu kebetulan? 

Renata memaksakan diri untuk tersenyum. "Aku duluan kak."

Mirable berdecih kesal lalu meninggalkan Renata dan pikirannya yang terus mengundang tanda tanya. Teka-teki yang membingungkan dan menegangkan. Namun, dia tidak suka hidup dibenci oleh orang lain.

Mereka akhirnya sampai di depan pintu ruangan Arjuna. Baru saja dia mau membuka pintu begitu mendengar adanya suara. Berhubung Renata penasaran, akhirnya dibuka pintu itu. Genggaman tangannya terlepas, badannya begitu lemas. Orang yang disayanginya kembali kepergok berduaan dengan wanita lain. Parahnya, posisi Arjuna memeluk pinggang wanita itu, seperti di pesta dansa dan wanitanya mengalungkan tangannya di leher sang pria. Hatinya kembali hancur, makanannya hampir jatuh, beruntung dia masih sanggup memegang pegangan rantang lebih kuat lagi.

Arjuna terkejut melihat ke arah pintu, langsung saja dilepas pegangannya dengan wanita itu. Dia terkejut karena pintunya terbuka sedikit dan ada rantang yang terletak di lantai. Begitu dilihat ke sekeliling, dia tidak mendapai satu orang pun di sana. 

 Sementara Renata sudah berlari sejak tadi. Dia menaruh rantang di lantai dan menggendong Andeas. Dia bahkan tidak sanggup untuk melabrak mereka. Untuk marah saja dia tidak sanggup. Cinta bisa membuatnya kuat sekaligus lemah. Sekarang dia terlalu cinta hingga tidak sanggup marah padanya.

Dia masuk ke dalam taksi hendak pergi ke rumah ayahnya. Hari ini dia mau menenangkan diri dulu, kalau perasaannya sudah lebih baik nanti sore dia akan pergi ke rumah mertuanya sekedar menunjukkan diri lalu pulang.

Sepanjang perjalanan Renata terus menangis sambil memeluk Andreas yang sedang dipangkunya. Anak itu semakin bingung dengan apa yang terjadi, tapi dia tetap diam dan memeluk Renata.

Tidak lama kemudian masuk sebuah pesan dari nomor asing.

+6281 333 xxxxxx

Gimana? Udah sadar kalau suami kamu terpaksa doang nikah sama kamu. Masih mau keras kepala? Tinggalin dia, Arjuna berhak bahagia.

Sekelebat ucapan mertuanya kembali terngiang di kepalanya. Dia mulai mempertanyakan apakah ini petunjuk supaya dia menyerah? 

"Tidak, Tuhan jangan hilangkan dia dari hidupku," gumam Renata pelan.

 Renata tidak akan pernah menemukan sosok seperti Arjuna. Dia jelas tidak bisa hidup tanpanya, lebih baik dia pergi untuk selamanya dibandingkan merasakan sakit hati karena melihat Arjuna dipelukan wanita lain. Selamanya hati Renata hanya untuk Arjuna, apapun yang terjadi.

-Bersambung-


Note:

Haiiii! Gimana bab ini? Apakah feel-nya tersampaikan? 

Terima kasih sudah mampir yaaaa!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro