6: Drama

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sejak kejadian itu, Renata berusaha untuk tidak memikirkan omongan tetangga dan dia menuruti saran yang diberikan Arjuna untuk membeli kebutuhan rumah di supermarket. Selain itu juga dia menghindari mereka, biar mencegah pembicaraan yang tidak berfaedah. 

Memang mustahil untuk terus menghindar dari mereka karena ada kemungkinan untuk bertemu. Ada kalanya stok bahan di dapur yang menipis dan mereka tidak sempat pergi ke supermarket, akhirnya dia memilih membeli di mas tukang sayur yang lewat. Tentu saja ibu-ibu itu ada di sana dan terlihat jelas kalau mereka menunggu kedatangan Renata. 

Hal itu terlihat dari tatapan mereka yang berubah jadi sumringah begitu melihat pintu gerbang rumah Renata dibuka. Padahal bisa saja yang keluar bukan Renata, bisa jadi Arjuna yang membuka gerbang dan memanaskan mobilnya sebelum berangkat ke kantor.

Wanita itu mengenakan kaos lengan pendek dengan gambar beruang dan mengenakan celana pendek selutut. Rambutnya sudah disisir rapi dan dicepol atas. Renata semakin menawan dan mempesona dengan gaya rambutnya itu.

(Sumber: styleanddesign)

"Hei, lama banget ya nggak ketemu sama Renata."

"Iya nih, padahal kita mau ajak ngobrol bareng tetangga yang lain."

"Emang nggak bosen ya di rumah? Masa nggak dibiarin sih sama suaminya buat keluar?"

"Oh, takut isterinya kena virus missqueen kali, jeng."

Seperti yang diduga Renata, semua tatapan tertuju padanya. Sial memang padahal dia hanya ingin membeli kerupuk kesukaannya Andreas, daritadi dia merengek meminta kerupuk. Padahal dia sendiri yang menghabiskan kerupuknya kemarin malam, batin Renata.

Wanita itu tersenyum lalu menatap mas tukang sayur yang hanya diam memperhatikan percakapan panas itu. 

"Mas, mau beli kerupukya tiga bungkus ya. Satu bungkus isi sepuluh kerupuk, kan?" 

"Benar, neng. Ini banyak pisan beli kerupuknya. Mau ada acara?" tanya mas tukang sayur. 

Renata jadi heran, entah kenapa semua orang yang ditemuinya jadi mendadak kepo seperti ini. Padahal biasanya mas tukang sayurnya nggak lanjut menginterogasi orang yang membeli, mungkin sudah terpengaruh oleh ibu-ibu tukang julid itu.

"Nggak kok, mas. Ini anak saya kepengen makan kerupuk. Jadi, sekalian beli banyak aja."

"Oh, sengaja ya biar nggak keluar rumah terus ketemu kita lagi?"

Tiba-tiba saja pertanyaan itu hadir menginterupsi pembicaraan Renata dengan mas tukang sayur. Sekarang, dia sudah mirip dengan terdakwa yang diinterogasi karena berbuat jahat. Wanita itu diam dan memikirkan apa yang sebaiknya disampaikan, di saat genting seperti ini idenya malah tidak selancar biasanya.

Tidak lama kemudian, Renata merasa ada yang merangkulnya dari belakang.

"Ren, kok lama?" 

Arjuna datang dan segera meraih kantong plastik yang berisi kerupuk itu. Diarahkannya pandangan, terlihat ibu-ibu yang mulai senggol-senggolan dan berbisik-bisik. Arjuna mulai memahami kondisinya.

"Udah selesai belanjanya kan, sayang?"

"S-sudah. Tinggal bayar doang sih."

Arjuna tersenyum lalu memberikan selembar uang lima puluh ribu.

"Ini, mas. Kembaliannya buat mas aja."

Renata tersenyum, dia merasa dilindungi oleh pria itu. Lainkali dia akan belajar untuk berani merespon setiap ucapan mereka dengan baik dan elegan. Sebab tidak selamanya Arjuna berada di sisinya, dia harus bisa menjadi wanita yang mandiri.

Lagipula, memikirkan ucapan mereka hanya akan menguras tenaganya. Mereka juga akan segera lupa apa saja yang sudah diucapkan, sementara dia akan terus mengingat dan kondisi kesehatannya bisa menurun karena itu.

Kurang tidur, tidak nafus makan dan berujung pada pertengkaran dengan Arjuna. Semua itu tidak menguntungkannya sama sekali, itulah mengapa dia harus bisa mengatasi hal ini dan menjadi semakin kuat.

Mereka sudah masuk ke dalam rumah, Arjuna meletakkan kerupuk tadi ke dalam toples lalu diletakkan di atas meja. Andreas dengan kecepatan kilat langsung lari ke arah meja makan dan mengambil toples itu.

"An, masa langsung makan kerupuk?" Arjuna kurang suka anaknya hanya makan kerupuk saja, menurutnya sebaiknya makan makanan berat dulu seperti nasi dan lauk baru makan kerupuk. Lagipula dia kerja siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, semuanya untuk Andreas dan Renata.

Andreas terkejut mendengarnya, dia berhenti berlari dan berbalik memandang wajah papanya. Bibirnya mulai mengerucut beberapa milimeter, dia cemberut karena tidak bisa makan kerupuk langsung padahal dia sudah merengek daritadi.

"Yah, pa. Masa nggak boleh sih? Tadi Andreas udah minum susu cokelat hangat kok."

"An, kalau orang tua nasehatin itu didengerin bukan dibantah."

Ucapan terakhir Arjuna membuatnya meletakkan toples itu ke meja makan dan dia duduk di kursi untuk makan nasi dan lauk yang sudah disiapkan Renata. Anak itu makan dalam diam, tidak sedikitpun dia menoleh menatap Arjuna. 

Melihat anaknya sepertinya ngambek padanya membuatnya memijat keningnya. Padahal dia harus bertemu kliennya hari ini. Indira baru saja mengabarinya kalau mereka bertemu kendala lagi, mereka masih tidak puas dengan hasilnya padahal sudah dikerjakan seusai yang diminta.

"Ren, urus anakmu dulu deh. Aku harus segera ke kantor ini."

Renata yang tengah mencuci piring langsung mematikan air, mengelap tangannya yang basah. Lalu, berjalan mendekati Arjuna. Dia tersenyum dan mengusap bahunya pelan.

"Sabar, sayang. Kalian berdua itu sama-sama keras kepala. Kalau dua-duanya nggak mau ngalah, bagaimana bisa selesai masalah?"

Arjuna menggaruk rambutnya pelan, perlahan-lahan emosinya mulai menurun. Renata benar. batin Arjuna.

"Nah, sekarang minum ini dulu. Aku buat teh manis hangat, biar kamu bisa mikir jernih lagi. Kamu kan andalanya minum teh hangat biar bisa berpikir dengan baik," goda Renata sambil tersenyum lebar.

Senyuman yang membuat perasaannya menjadi jauh lebih baik. Pria itu mendekati Andreas dan mengusap kepalannya pelan.

"Maafin papa ya? Papa cuman nggak mau kamu terlalu sering makan kerupuk. Kemarin malam kamu juga yang ngabisin satu toples kerupuk."

Andreas masih terdiam dan mengunyah makanannya. Meskipun marah, dia terlihat menggemaskan di mata Renata. Dia yang sekarang benar-benar berbeda, jadi lebih menyayangi anak-anak. Padahal dulu dia paling anti dengan anak kecil.

"Nggak apa-apa kalau Andreas marah sama papa. Bagi papa, asal Andreas sehat itu sudah lebih dari cukup. Nanti pasti kamu paham, kalau semua yang berlebihan itu tidak baik. Begitu juga dengan makan kerupuk berlebihan."

Arjuna terus mengusap kepala anaknya dengan penuh kasih sayang, lalu menatap Renata yang mengacungkan jempol padanya.

"Papa berangkat kerja ya, kamu bantuin papa jagain mama, oke?"

Anak itu mengangguk, dia masih cemberut. Arjuna mendekati Renata dan memeluknya erat.

"Aku pergi dulu ya, kamu hati-hati di rumah."

"Tenang, aku punya dua jagoan. Kamu dan Andreas, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Padahal tadi Arjuna mau bertanya apa yang sudah diucapkan ibu-ibu di luar tadi, tapi drama dengan anaknya membuatnya jadi lupa dengan rencananya. Dia baru ingat begitu sudah masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil menuju ke kantor. Dalam hatinya dia terus berdoa supaya wanitanya kuat dan tidak terpengaruh oleh ucapan mereka.

-Bersambung-



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro