9. EONNI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sesuai perjanjian, setiap hari Senin dan Kamis, Jatu akan datang ke Sakura Premier untuk mengajar Amore. Seperti sore itu. Jatu mengekori Titan menapaki anak-anak tangga menuju lantai dua.

Di lantai atas, terdapat tiga kamar. Kamar utama yang mengarah ke jalanan depan menjadi milik Titan. Kedua kamar yang lain saling berhadapan dan memiliki ukuran lebih kecil, masing-masing menjadi milik Sasti dan Amore. Selain tiga kamar itu, juga terdapat satu kamar mandi untuk para penghuni kamar yang lebih kecil.

Titan dan Jatu berhenti di depan pintu yang berada di samping kamar utama. Sebuah gantungan nama berdesain alpaka, menjadi penanda siapa pemilik ruangan itu. Titan lalu mengetuk pintu cokelat dan tanpa menunggu jawaban, pria itu membukanya lebar.

"Sayang, Kak Jatu udah datang," ucap Titan pada sang pemilik kamar yang tengah duduk di kasur. Namun, tak ada respon yang diberikan, baik berupa kata-kata maupun sinyal sederhana.

"Masuk aja," perintah Titan pada Jatu. "No matter what, kamu harus terus di kamar ini selama satu setengah jam." Pria itu mewanti-wanti, seolah-olah sudah meramalkan apa yang akan terjadi.

Jatu mengangguk. Meskipun tidak yakin Amore terkesan dengan rumus baru yang dibawa, paling tidak ia harus mampu bertahan dengan cara apapun. Demi surat yang dijanjikan.

Tak ingin berlama-lama, Titan pun beranjak meninggalkan kedua perempuan itu. Dia tahu Amore sulit dihadapi. Namun, pria itu yakin, Jatu akan berusaha dengan keras untuk meraih mimpinya.

Jatu mengedarkan pandang ke seisi ruangan, mencari bahan untuk melakukan ice breaking kedua. Seperti ruangan lainnya, kamar seluas 4x6 meter itu juga didesain dengan gaya Jepang. Furniture dari elemen kayu warna cokelat membuat ruang bercat putih itu terasa natural dan hangat.

Pandangan Jatu beralih ke kasur Amore. Sprei warna putih ditutup dengan bed cover warna senada. Gambar kartun koala biru, kelinci pink, alpaka putih, dan beberapa karakter lain, menghiasi bed cover tersebut. Sementara di samping Amore terdapat beberapa boneka dengan bentuk yang menyerupai karakter di bed cover.

Dengan ragu, Jatu melangkah mendekati Amore yang tengah asyik menatap layar ponsel. Earphone di kedua telinga, kepala yang mengangguk-angguk, serta bibir yang mengucap kecil, menjadi pertanda bahwa gadis kecil itu tengah mendengarkan sebuah lagu. Mungkin lagu favoritnya.

Meskipun menyadari langkah-langkah sang guru, Amore tetap tak acuh. Gadis itu malah semakin menjadi-jadi. Biasanya, sikap abai ini mampu membuat guru-guru les yang lain kesal dan akhirnya undur diri.

Penasaran dengan apa yang tengah ditonton, Jatu yang telah berada di samping Amore mencuri lihat layar ponsel itu tanpa ijin. Setelah beberapa detik mengernyit, ia pun mengulum senyum. Akhirnya ia menemukan tema ice breaking yang tepat.

"Kamu Army, ya?" tanya Jatu.

Mendengar pertanyaan itu, Amore mendongak sambil melepas kedua earphone. "Apa?" tanyanya memastikan apa yang didengar samar-samar tidak salah.

"Kamu Army?" ulang Jatu. "Fandomnya BTS." Jatu melengkapi jawaban, takut-takut jika Amore tidak paham. Army adalah julukan yang disematkan untuk para penggemar BTS, boyband asal Korea Selatan.

Mata Amore berbinar dengan bibir yang menyunggingkan satu senyum lebar. "Eonnie juga Army?" pekiknya tertahan.

Mendengar pertanyaan itu, Jatu tekesiap. Pertama karena tak menyangka ice breakingnya tepat sasaran. Kedua, karena tak mengira nada suara Amore berubah amat ramah, 180 derajat. Dan terakhir, karena terlalu terkejut dengan panggilan baru yang disematkan. Hai, kemana larinya seluruh ketidaksopanan Kamis kemarin itu?

Tuhan memang paling kuasa untuk membolak-balikan hati. Baru Kamis kemarin, Amore memanggilnya dengan kata 'kamu'. Namun kini, panggilan itu berubah menjadi Eonnie, panggilan dalam Bahasa Korea, yang diberikan oleh adik perempuan pada kakak perempuannya. Panggilan yang terasa asing, tapi sekaligus terasa sangat mendekatkan.

"Eonnie Army juga?" Amore bertanya ulang karena tak juga mendapat jawaban. "Bias Eonnie siapa?" tanyanya lagi, merujuk pada anggota yang paling disukai oleh sang penggemar.

Jatu tersenyum kikuk mendapat pertanyaan bertubi-tubi itu. "Eonnie bukan Army," jawabnya sambil beradaptasi dengan panggilan baru itu.

"Oh, gitu." Amore tidak mampu menutupi rasa kecewa. "Terus apa? Exo-L? Atau Blink?" tanya gadis itu dengan nada suara yang kembali ceria. Dia menyebutkan beberapa nama fandom untuk band lain.

Jatu menggeleng pelan. Kali ini ia merasakan dilema. Apakah harus berpura-pura menjadi salah satu K-Popers dan menjalin hubungan baik dengan Amore? Atau jujur dengan resiko akan kembali mendapat sikap dingin gadis itu? Akhirnya, Jatu memilih yang kedua.

"Eonnie K-Drama Lovers" ucap Jatu sambil cengar-cengir.

"Hem," gumam Amore, kali ini kekecewaannya tampak lebih besar.

"Tapi Eonnie bisa dance macam-macam, kok." ucap Jatu buru-buru. Ia tahu pasti, para penggemar pasti tertarik dengan koreografi band favorit mereka.

"Eonnie beneran bisa dance?" tanya Amore tak percaya, yang disambut dengan anggukan Jatu.

"Eonnie bisa dancenya BTS, Exo, atau Super Junior," ucap Jatu. Ia tidak ingin kehilangan momen untuk menjalin hubungan baik dengan Amore.

"Ajarin aku, dong. Plis, plis, plis." Gadis kecil itu pun menangkupkan kedua telapak tangan, memohon.

Mengetahui triknya berhasil, Jatu pun melanjutkan rencana berikutnya. Ia mengetuk-ngetukan telunjuk di kening, seolah-olah sedang berpikir keras. Hampir selama semenit hal itu dilakukan, demi memberikan kesan bahwa dirinya bukan guru gampangan. "Oke. Setelah belajar, Eonnie ajarin kamu dance."

Mendengar hal itu, Amore pun berlompatan di kasur, tak mampu menahan perasaan bahagia. Setelah puas, dia lalu memeluk Jatu. "Gomawo, Eonnie," ucapnya dengan mata berbinar.

Satu kosong. Jatu tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya ia menemukan cara untuk meluluhkan hati gadis kecil itu. Setengah misinya berhasil. Tinggal mencari cara untuk menaklukan hati papanya.

🌹🌹🌹🌹🌹

"Jadi, ubah kedua bilangan menjadi pecahan paling sederhana." Jatu menerangkan rumus yang baru didapatkan. "Misalnya, 30 dan 45. Pecahan paling sederhananya adalah 2/3."

"Terus?" Amore mulai tertarik dengan metode baru yang diajarkan.

"Bagi angka atas dengan atas atau bawah dengan bawah. Misal, 30 dibagi 2 atau 45 bagi 3. Hasilnya 15. Nah, FPB 30 dan 45 adalah 15."

"Semudah itu?" Amore terkesima, tak percaya.

Melihat ketakjuban tersebut, Jatu mengangguk, lagi-lagi dengan senyum penuh kemenangan. "Tapi, cara ini hanya boleh dipakai untuk soal multiple choice." Untuk kesekian kalinya, ia mengingatkan Amore.

Gadis kecil itu mengangguk. "Terus, yang KPK gimana?"

"Masih pakai pecahan sederhana yang tadi. Kita kali silang dua angkanya. Misalnya, 30x3 atau 45x2. Hasilnya 90. Itu KPK untuk 30 dan 45."

"Gitu doang?" Amore kembali terkejut.

"Yoi. Gampang, kan? Coba kita buktikan pake tabel."

Jatu kemudian menggambar garis-garis untuk mencari faktorisasi prima dari kedua angka tersebut. Setelahnya, ia meminta Amore mencari FPB dan KPK yang diminta. Ketika menemukan hasil yang sama, gadis kecil itu pun kembali melompat riang dan memeluk sang guru dengan erat.

"Eonnie pinter banget. Aku suka," serunya yang membuat Jatu tersenyum jumawa. "Sekarang, kita dance, yuk." Amore menagih janji.

"Tapi, kan, belum selesai belajarnya.

"Biar aku tambah semangat, Eonnie. Mau, ya. Plis, plis, plis," rengek Amore.

Jatu menggeleng tegas. Trik kedua, sejak hari pertama harus ditentukan siapa yang menjadi layangan dan siapa pemegang benangnya. Menurutnya, aturan tegas itu akan memudahkan proses pembelajaran di masa depan. Metode tarik-ulur harus diterapkan untuk menjaga agar layangan tetap mengangkasa.

"Kerjain dulu 20 soal ini, terus kita latihan dance. Gimana?"

Mendengar tawaran itu, Amore segera mengangguk. Diambilnya buku paket Matematika dengan semangat, lalu segera dikerjakan soal-soal di sana. Kurang dari 30 menit kemudian, seluruh soal itu terjawab.

Sesuai janji, Jatu mengambil ponsel di saku celana lalu mencari lagu yang sering digunakan olehnya dan Raven untuk membakar lemak di hari Minggu. Setelah menemukan video koreografi yang cocok, ia pun mengambil posisi dengan sangat serius di depan Amore yang duduk di pinggir kasur.

Lirik pembuka lagu Dynamite milik BTS mulai mengalun. Jatu pun bersiap sambil bernyanyi dalam hati. Di saat irama mulai mengalun, perempuan itu ikut bergoyang tanpa ragu, seolah-olah telah menghafal seluruh gerakan. Hentakan demi hentakan musik membuat Jatu menari penuh enerjik.

Jatu menikmati setiap gerakannya. Keterpanaan Amore menjadi salah satu penyemangat. Sesekali, gadis kecil itu pun ikut bernyanyi dan menari. Jatu berharap, ini menjadi awal dari hubungan baik mereka. Dirinya harus melakukan cara apapun untuk dapat bertahan demi Korean Ticket. Dan Titan.

Begitu seriusnya menari hingga baik Jatu maupun Amore, tidak menyadari kehadiran Titan di ambang pintu. Pria itu menatap penuh rasa terkejut. Mungkin dia lupa memberi tahu bahwa sang mahasiswi dibayar untuk menjadi guru les Matematika dan IPA, bukan seni tari.

Hingga tak terasa, lagu berdurasi 3 menit 25 detik itu berakhir. Jatu dan Amore, keduanya ber-high five untuk menyempurnakan kegembiraan.

"Wow, nice dance," ucap Titan sinis dari ambang pintu.

Mendengar itu, Amore dan Jatu pun terlonjak kaget dan segera berpaling ke arah pintu yang terbuka lebar. "Eh, Pak Titan. Sejak kapan di sana?" tanya Jatu kikuk.

"Sejak kamu kungfu," jawab Titan datar merujuk pada gerakan menendang yang menjadi bagian koreografi.

Dari nada suara Titan, Jatu yakin, gerakan tarinya pasti sangat absurd hingga mampu menghilangkan selera makan sang dosen selama berhari-hari. Namun, ia harus mencairkan suasana. "Oh, udah lama. Kenapa nggak ikutan?" tanyanya lagi.

Mendengar pertanyaan itu, Titan pun mendelik. Dari sekian banyak respon kenapa harus itu yang dipilih Jatu. Tak ingin menggubrisnya, pria itu pun melangkah menuju meja belajar di dekat jendela. "Si mbak lagi keluar," lanjutnya dingin sambil meletakan dua gelas jus jeruk dan piring berisi donat di meja.

Meskipun tak banyak mengeluarkan kalimat, kehadiran Titan di ruangan itu seolah-olah membawa aura intimidasi. Membuat Amore dan Jatu tidak berani menimbulkan bunyi, bahkan sekedar suara saat menghembuskan napas. Keduanya takut tindakan sekecil apapun akan mengundang amarah Titan.

Merasa urusannya telah selesai, Titan pun beranjak dengan langkah perlahan, masih diiringi dengan keheningan. Tanpa permintaan maaf. Tanpa pengajuan alasan. Bahkan sekedar suara bersin, batuk, ataupun deheman.

Tepat di ambang pintu, pria itu menghentikan langkah. Dia berpaling ke arah sang guru les dan menatapnya tajam. "Selesai les, saya tunggu di ruang tamu!" ucapnya tegas sambil mengarahkan telunjuk. Dia lalu berpaling ke arah sang anak. "Amore, PR English Math dan science harus selesai sore ini!"

"Baik, Pak!"

"Iya, Pa!"

Jatu dan Amore menjawab hampir bersamaan.

Usai mendapatkan jawaban, Titan pun berlalu. Suara berdebam dari pintu yang ditutup, cukup untuk menandakan bahwa dia sedang tidak dalam suasana hati yang baik. Detik itu juga, Jatu menelan ludah. Apakah hati Titan dan Korean tiketnya akan terbang melayang?

🌹🌹🌹🌹🌹

Hello...
Annyeonghaseyo dari Amore

Video di atas adalah video yang dipake Jatu. Gimana? Ketemu gerakan kungfu yang dimaksud Titan? 🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro