10. TERATAI UNGU (Akira)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nama: Akira
Jurusan:
1. Fantasi
2. Fanfiction
 
❤❤❤

Hilir mudik perahu menuju dan meninggalkan pelabuhan besar atau yang biasa disebut Purple Pier terlihat tampak begitu sibuk. Namun, di sebelahnya tak ada satu perahu pun yang menepi di pelabuhan Purple kecil yang dahulu begitu ramai dan tampak berwarna.

Sesosok wanita berjubah ungu, dengan bunga teratai ungu di genggamannya, tampak sedang berdiri di jembatan kayu yang mulai rapuh karena termakan usia. Jembatan itu adalah penghubung antara pelabuhan Purple kecil dengan kediamannya, pelabuhan yang dahulu dibuat khusus hanya untuk keluarganya dan para murid yang belajar di sekolah milik keluarganya, yang sekarang tampak sudah tidak lagi digunakan.

Sambil meremas batang  teratai ungu di belakang punggungnya, dia memandang jauh ke depan, harapannya masih lah sama, tetap menunggu seseorang yang akan datang ke pelabuhan kecilnya untuk menemani sisa hidupnya yang sepi. Seperti janji orang itu.

.

.

.

Hembusan angin sore di dermaga  mengibarkan jubah ungu seorang wanita yang sangat disegani saat ini. Reputasinya  yang terkenal sadis dan berhati dingin membuat orang-orang sungkan kepadanya, bahkan orang-orang akan menunduk takut jika berpapasan dengan kepala sekolah Purple School itu.

Seperti biasa, tepat pukul lima sore Sultana atau Hana yang biasa keluarganya dahulu panggil akan berdiri di depan dermaga kecilnya, memandangi bunga-bunga teratai yang tumbuh di sana, terkadang dia terlihat sedih, dan terkadang terlihat sedang  tersenyum, sekilas memori tentang masa kecilnya terurai, saat di mana dia bermain dengan saudara angkatnya yang sudah dia anggap lebih dari saudara sendiri, Reiyan namanya. Mereka akan berlari kencang dari dermaga kecil lalu terjun ke air untuk balapan berenang, atau hanya sekedar masuk ke dalam air dan menahan nafas paling lama, semua begitu terasa mengasyikkan saat itu,  tanpa ada perbedaan gender antara dirinya dan Reiyan, mereka hanya tahu bagaimana  menghabiskan waktu bermain bersama dan bersenang-senang, dan setelahnya mereka akan mulai berenang diam-diam menuju rimbunnya kelompok bunga teratai dan mencuri polong biji teratai.

Tanpa sadar Hana tersenyum, lalu dia menunduk dan memetik biji teratai dan dengan cekatan mengupas kulitnya.

"Reiyan, ini untukmu, aku mengupaskannya untukmu, tapi jangan sampai ibu tahu karena dia akan marah jika melihatnya," tanpa sadar air matanya terjatuh.

"Apa kalian semua bahagia di sana tanpaku? Reiyan, ayah, dan ibu," tangannya gemetar memegang tangkai teratai itu, tidak bisa lagi menyembunyikan sakit hatinya, "apa kalian tidak merindukan aku? Apa aku harus menyusul ke tempat kalian agar aku tahu kalian juga merindukanku," kata-kata itu sungguh sangat mengiris hati untuk orang yang mendengarnya.

Semua orang mengetahui jika Sultana adalah satu-satunya keturunan keluarga Montana yang tersisa, peristiwa pembantaian keluarga Hana masih terekam jelas di ingatan penduduk sekitarnya, Sultana yang saat itu baru berusia belasan tahun harus mengemban tugas berat menjadi tuan rumah  di usia muda, dan membangun kembali sekolah yang telah hancur.

Setelahnya Sultana mengumumkan untuk penduduk yang berhasil selamat dari pembantaian itu bisa menggunakan nama keluarganya Montana di belakang namanya sebagai penghormatan karena sudah mau berjuang dan bertahan dalam keadaan sulit saat itu, tapi tidak ada yang pernah tahu jika di balik penghormatan itu ada terselip kebahagian kecil yang Sultana rasakan, karena setidaknya dia bukanlah satu-satunya orang yang bergelar nama Montana di belakang namanya saat ini.

Langit menghitam, suara burung mulai terdengar berputar-putar di atas langit bertanda hujan akan segera turun, tepat hari ini sebelas tahun yang lalu Purple Palace rata menjadi abu, ini adalah alasan kenapa seorang Sultana menjadi begitu emosional sejak pagi, sampai-sampai tidak ada satu orang pun yang berani mendekat, bahkan gelang ungu warisan ibunya sejak tadi tampak memancarkan cahaya keunguan yang bertanda jika sang pemilik dalam keadaan kurang baik, dan semua orang sepertinya  mengerti dan membiarkan ketua Purple itu sendiri.

Langit akhirnya tak lagi bisa menahan kesedihannya, perlahan air hujan jatuh mewakili tangisan seorang wanita yang telah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak menangis lagi.

"Kau lihat? Langit pun menangis meledekku, mengingatkan aku kembali akan rasa sakitku di hari itu."

Tiba-tiba putaran angin berhembus sangat kencang dari arah danau,  membuat tubuh itu tertarik ke dalam pusaran, cahaya ungu yang begitu pekat langsung menguar dari gelangnya menenggelamkan dirinya masuk ke dalam cahaya, seolah-olah gelang ungu itu tengah menjaganya. Bersamaan dengan itu terdengar suara halilintar menyambar ke pelabuhan kecil dengan cahaya putih yang sangat menyilaukan, perlahan jembatan itu runtuh tenggelam bersama dengan hilangnya sang ketua dari Purple Palace.

.

.

.

Pearl River Delta, Maret 2020.

Langit gelap menyelimuti pelabuhan Mutiara yang merupakan pelabuhan terpadat yang berada di aliran sungai mutiara. Aktifitas pelabuhan tampak terlihat sibuk seperti biasa, hanya saja hari ini terasa sedikit berbeda, burung-burung berterbangan ke berbagai arah, suara petir menyambar, dan gelombang ombak terlihat menggulung menuju pelabuhan menabrak kapal-kapal pelayan yang sedang bersandar. Sebagian orang merasa panik dan takut, tapi tidak dengan sekelompok pemuda yang tengah mengarungi badai, mereka tetap berlayar di tengah ombak yang begitu tinggi, hingga tiba-tiba sebuah kilat ungu tampak bercahaya di tengah badai, dan setelahnya terlihat sesosok berbaju ungu tengah mengapung di sungai itu.

"Byuuuur ... " Suara seseorang melompat ke dalam sungai untuk menyelamatkan, orang-orang yang melihat merasa takjub, seseorang sedang berjuang menarik sosok yang tidak berdaya dari dalam sungai di tengah dinginnya udara di akhir musim dingin itu.

Lelaki itu menggigil parah setelah berhasil menarik seseorang berbaju ungu ke permukaan, dengan dibantu oleh temannya dibawa ke tengah kapal tanpa atap. Mereka menatap orang itu  bingung, mereka menjadi ragu menyentuhnya untuk memberikan pertolongan pertama.

"Ah, ternyata dia seorang wanita," kata salah satu orang yang membantu menariknya dari air tadi."

"Ah, aku pikir dia lelaki, tapi setelah melihat wajah lembut dan cantiknya bagaimana aku bisa salah menduga tadi."

"Bagaimana jika kita mengeceknya saja, untuk memastikan!" Dengan tampang mesum kedua orang itu yang mencoba membuka pakaian sosok berbaju ungu yang terlihat sedang tertidur, Mereka berdua adalah teman si pengangkut peti yang telah menyelamatkan sosok cantik itu, awalnya mereka berdua yang mengundi siapa yang akan menyelamatkan, sampai akhirnya mereka melihat dengan kagum jika sudah ada orang yang lebih dulu meloncat ke dalam dinginnya air.

mereka bertiga adalah pemburu harta Karun di lautan yang biasa menyelam untuk mengambil harta Karun yang tenggelam, tapi karena akhir-akhir ini tidak ada kapal yang tenggelam, hidupnya terasa semakin sulit, dan pada akhirnya mereka memutuskan menjadi nelayan dan terkadang menjadi buruh kasar pengangkat peti-peti di pelabuhan, apa pun itu asal bisa bertahan hidup.

Saat ini hanya mereka bertiga yang berada di belakang kapal bersama dengan satu sosok cantik yang belum sadarkan diri.

"Apa yang ingin kalian lakukan?" Tegur lelaki yang menyelamatkan itu yang bernama Blue  sambil memeras bajunya yang lepek.

"aku akan membangunkan putri tidur ini dengan sebuah ciuman, Blue, seperti cerita di dalam dongeng," kata salah satu dari mereka dengan wajah sumringah, dia adalah orang yang sejak tadi penasaran dengan sosok ungu itu, Ken. Karena memang hanya itu juga yang terlintas saat menatap bibir tipis menggodanya.

"Aku sudah membangunkannya sejak tadi, sudah mengguncang tubuhnya, tetapi dia tetap tidak merespon." Jawab lelaki satunya lagi yang bernama Key.

"Ah, jika begitu biar aku saja yang melakukan," tanpa basa-basi Blue mendekat dan menempelkan bibirnya dengan bibir orang itu, kedua temannya terkejut, jelas ucapan Ken itu hanya candaan, bukan sungguhan.

"Ah, Blue kenapa kau selalu mendahului kita!!" Ucap serempak kedua lelaki itu sebal dengan Blue yang sudah memberikan ciuman kepada seseorang yang tengah pingsan itu.

Tiba-tiba bola mata ungu itu perlahan terbuka saat seorang Blue tengah menciumnya, sebuah cahaya ungu menyambar bagai kilat menghantam tubuh Blue sampai terlembar ke belakang menabrak pembatas kapal.

"Arghh ... " Suara kesakitan Blue, dan kedua temannya hanya melihat takjub sosok ungu yang sedang berdiri di tengah badai di ujung kapal dengan sesuatu di tangannya yang mengeluarkan cahaya ungu.

Kedua orang itu semakin takut saat tatapan tak bersahabat itu menoleh ke arahnya, dia terlihat begitu cantik saat tertidur, tetapi menjadi sangat sadis dan brutal saat bangun, mereka sangat bersyukur Blue yang menciumnya, bukan mereka, karena jika tidak, nasib mereka sudah tamat seperti Blue yang tidak bergerak lagi setelah terlempar oleh orang itu.

Perlahan wanita berbaju ungu itu berjalan mendekati kedua orang itu yang saat ini sedang berpelukan ketakutan.

"Ah, nona, tolong jangan bunuh kami," dengan air mata sudah berlelehan di wajah mereka menjadikan tampang mereka menjadi sangat konyol.

wanita berjubah ungu itu tidak menghiraukan dan semakin mendekat, hingga akhirnya mereka berdua memejamkan matanya dan berteriak.

"Aryan Blue, dia Blue yang menyelamatkanmu, mengeluarkanmu dari badai dan mencoba memberikanmu napas buatan, dia hanya ingin menolongmu, tapi kenapa kau membunuhnya," suara bergetar Ken sambil menahan takut dan tangis.

Sebuah payung menjadi tujuan wanita berbaju ungu itu yang berada tepat di samping kedua pemuda yang sedang menangis berpelukan takut, namun terus saja mengoceh saling menyalahkan.

Tatapan bola mata ungu yang indah itu terasa menjadi sendu setelah melihat sosok pria yang tewas karenanya, Ada rasa sedikit menyesal, karena dia baru mengetahui jika ternyata lelaki itu yang menyelamatkannya, tapi hal itu pantas dia dapatkan karena telah lancang mencium seorang putri Purple Palace tanpa permisi, "apa itu napas buatan? Hanya alasan tidak masuk akal untuk melecehkan seseorang yang tidak sadarkan diri," gerutu putri dan sekaligus ratu Purple itu, Sultana Montana.

Payung kertas itu dia buka dan berniat untuk pergi, sampai akhirnya dia menoleh ke belakang saat mendengar suara, gelang ungu bermotif ular itu mulai mengeluarkan percikan cahaya ungu bersiap untuk bertarung.

"Uhuk ... Uhuk ..." Tiba-tiba semua mata menatap ke arah Blue, pria itu bergerak dan perlahan bangkit, seolah-olah tidak ada luka yang serius di tubuhnya, Sultana  membulatkan matanya, dia baru menyadari jika lelaki itu adalah Reiyan yang selama ini dia tunggu dalam ketidakpastian, tapi tunggu dulu! kemana baju keagungannya, bahkan dia tidak membawa senjatanya, dan yang lebih membuat Sultana kaget adalah karena Reiyan  memotong rambutnya menjadi pendek, sungguh itu suatu pelanggaran.

Sultana mendekat dengan tatapan yang tidak dapat dimengerti, sedangkan Blue membulatkan matanya kaget dan segera berdiri dengan tertatih untuk bersiap.

"Hai, tunggu dulu aku belum siap, jika kau mau berkelahi ayo kita lakukan saat aku siap," dengan tangannya mengepal membuat kuda-kuda yang justru membuatnya tampak lucu. Sultana mempercepat langkahnya dan segera menubruk lelaki itu, memeluknya dengan erat sambil berbisik dalam tangis.

"Maafkan aku, aku menyesal, dan aku sangat merindukanmu," kata-kata Montana terdengar pelan namun dapat terdengar jelas di telinga Blue yang dia artikan sendiri bahwa wanita itu menyesal karena telah mendorongnya sampai terpental tadi. Pelukan itu begitu hangat seolah-olah tubuh Blue mengenalinya, dan ada perasaan hampa  yang begitu menyesakkan dada saat pelukan itu terlepas.

Blue tidak mengenali wanita itu, tapi bola mata ungu cerah itu mengingatkan dia akan seseorang yang begitu berharga dalam hidupnya, tapi, siapa dia? Dan di mana itu? Kapan dia mengenal sosok itu? dia sendiri tak dapat mengingatnya. Hanya seorang Sultana yang bisa menjawab, karena hanya dirinya yang bertahan dalam dinginnya istana lotus ungu untuk menunggu seorang Reiyan kembali, hingga tidak sadar jika dia telah melewati beberapa kehidupan untuk menunggu Reiyan-nya.

Sepertinya Dewa telah mendengar doanya, doa dari orang yang kesepian dan menderita, setelah bertahun-tahun hidup dalam kesendirian akhirnya, dia diberi kesempatan untuk bertemu dengan orang yang sangat dia cintai. Di pertemukan kembali di tempat yang asing ini, tapi buatnya tak jadi masalah asal Reiyan ada di sini, dia tidak akan takut apapun lagi, karena memang untuk seorang Sultana hanya satu yang dia takuti di dunia ini, yaitu harus berpisah lagi dengan Reiyan-nya, teman masa kecilnya, pelayan pribadinya, saudara angkatnya, dan cinta sejatinya.

The end

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro