21. The Dybbuk (Jeah)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nama: Jeah
Jurusan :
1. THAM
2. Teenfic

❤❤❤

Hidup Nan sangat nyaman. Dia gadis penurut yang lebih suka membaca dan menonton TV di rumah dari pada clubbing atau party. Dia juga bukan jenis gadis liar sadis yang suka menganiaya. Makanya dia begitu histeris ketika suatu hari dia terbangun dan mendapati dirinya berlumuran darah, memegang pisau dan seorang pria berambut perak tergeletak tak bernyawa di depannya.

Di lain waktu, gadis itu terbangun dengan mulut berasa seperti logam dan sesuatu yang busuk di genggaman tangannya. Selama beberapa hari Nan
mengalami semua hal itu, berita pencurian ari-ari bayi dan pembunuhan terhadap dokter serta beberapa susternya sedang gempar. Di negara bagian lain banyak juga ditemukan banyak mayat dengan organ dalamnya sudah diganti dengan organ dalam hewan.

Nan menjadi ketakutan namun dia tidak berani memberitahu siapa pun. Pergi ke psikiater bukan sebuah pilihan. Nan mempunyai kecurigaan bahwa dirinya yang mencuri ari-ari bayi dan pembunuh yang diberitakan itu, tetapi bukan dirinya  yang tengah sadar.

Suatu hari Nan bertekad tidak akan tidur, karena kejadian aneh itu selalu terjadi saat dia sedang tidak sadarkan diri. Dengan banyaknya kopi yang dia minum, tak elak dia bolak-balik ke kamar mandi. Saat sedang membasuh muka untuk menghilangkan wajah kantuknya, dia melihat bayangannya di cermin. Nan terkesiap, matanya terbelalak lebar saat gadis di dalam cermin menatapnya balik lalu
tersenyum.

"Hallo, Nan, akhirnya kita bertemu," sapa gadis yang menyerupai dirinya namun berwajah penuh retakan dan bermata emas itu.

Masih ketakutan, Nan mundur menjauhi cermin. "Si-siapa kau?"

"Apa maksudmu siapa aku? Tentu saja aku adalah kau," jawab gadis itu dengan nada mengejek.

Nan menggelengkan kepalanya cepat-cepat. "Tidak. Kau bukan aku." Dia menelan ludah dengan susah. "Aku tidak akan membunuh orang yang tak berdosa!" tukas Nan marah.

Sekilas, kilatan marah memancar dari mata emasnya sebelum gadis dalam cermin itu tersenyum pura-pura simpati. "Ya ampun. Pasti menyedihkan
sekali menjadi orang yang terlibat namun tidak tahu apa-apa." Lalu dengan nada lebih ceria dia menambahkan, "Tahu kah kau sudah berapa
orang yang kita bunuh?"

"Tidak! Itu bukan aku!" teriak Nan. Dia lalu memecahkan cermin itu.

•••

"Dasar pelacur jalang!!!" seru seorang wanita sebelum Nan merasakan panas dan nyeri pada pipi kirinya.

"Jess?" Nan menatap kaget pada wanita cantik yang dipanggil Jess. Kemudian dia menatap tiga wanita lain di belakang Jess yang juga temannya.

"Jangan memanggil namaku dengan sok akrab begitu!" hardik Jess murka.

Kalau tatapan bisa membunuh, Nan yakin sekarang dia sudah berada tiga meter di bawah tanah.

"Berani-beraninya kau tidur dengan Drew," desis Jess.

Mata Nan terbelalak lebar. "Apa maksudmu? Aku tidak--" Omongan Nan terhenti saat Jess menyodorkan ponsel dan memperlihatkan apa yang
tertera di layar lebar benda itu.

Nan terkesiap dan menutup mulutnya. Di sana, di dalam layar 6" itu terdapat gambarnya yang telanjang bulat sedang ditindih oleh Drew, tunangan Jess. Yang paling meenjijikan adalah senyum jalang yang terukir pada dirinya di dalam foto itu dan mata bermanik merah darah itu berbinar licik.

Sekarang ide terkubur di dalam tanah rasanya lebih baik dari ini.

"Itu bukan--a-awh!!" Sebuah tamparan kembali mendarat di pipi Nan. Kini pipi kanannya yang terasa nyeri.

"Jangan pernah menampakan batang hidungmu lagi di depan kami." Setelah itu Jess dan teman-temannya pergi meninggalkan Nan yang masih terpaku.

Hilang sudah sahabat-sahabatnya.

•••

"Keluar!!" teriak Nan pada pantulan dirinya di dalam cermin. "Ayo, tampakan wujudmu, sialan!" Air mata sudah membasahi pipinya dan tidak ada tanda-tanda akan berhenti.

Nan bermata emas muncul. Kali ini dia nampak marah seperti halnya Nan. Bahkan senyum mengejek yang biasa menghiasi bibirnya saja tidak ada.

"Kenapa kau melakukan ini padaku? Apa salahku padamu?" tanya Nan putus asa.

Dia sudah cukup cemas saat pagi-pagi menonton berita dan kasus pembunuhan seorang dokter kembali terjadi. Kemudian ada kasus Jess yang bisa dipastikan akan membuatnya terkucilkan dari pergaulan. Saat kau menjadi musuh Jess, semua orang akan memusuhimu.

Mata gadis dalam cermin itu berkilat marah. "Ini sebagai hukuman karena kau mendatangi gipsy sialan itu dan memintanya mengusirku."

Memang benar Nan melakukan semua itu setelah tanpa sengaja bertemu seorang wanita gipsy yang menawarkan diri mengusir dybbuk yang menempel pada Nan. Awalnya Nan tidak tahu dybbuk itu apa, tapi setelah dijelaskan dia mengerti. Nan akhirnya mempunyai panggilan untuk gadis dalam cermin itu. Nan pun bersemangat mengikuti apa saja kata si wanita gipsy asal Dybbuk pembunuh dan pemakan ari-ari itu cepat pergi dari dalam dirinya.

Dua minggu setelah menjalani ritual pengusiran roh, Nan senang bukan main karena dia pikir dybbuk itu telah pergi. Nyatanya dia salah.

"Apa maumu dariku? Siapa sebenarnya kau ini? Aku punya banyak uang, tetapi roh sepertimu mustahil membutuhkan uang, bukan?"

Dybbuk itu tertawa. "Ya ampun kau ini lucu sekali." Nan melototinya. "Namaku Jubille, dan aku saudara kembarmu."

Kini giliran Nan yang tertawa, namun tawanya sinis. "Aku tidak punya saudara kembar. Kau cuma makhluk parasit bernama aneh!" Dia tidak bisa menahannya. Dia sudah sangat kesal sampai tidak peduli kalau akhirnya Jubille marah.

Di luar dugaan, makhluk itu justru memutar bola matanya. "Menurutmu kenapa kita bisa berwajah sama?"

"Karena kau merasukiku dan aku sedang bercermin, duh."

Jubille memutar bola matanya. "Tidak, bodoh. Karena wujudku memang seperti ini, duh." Di mengucapkan kata duh dengan nada yang sama seperti Nan.

Nan harus mengakui, kekeraskepalaan Jubille mengingatkannya pada diri sendiri. Tetapi tetap saja ....

"Aku tidak punya kembaran!"

Jubille menghela napas, dan--kalau itu mungkin-- melangkah mendekati Nan yang berada di luar cermin. "Kau tidak tau, jadi aku akan mengampuni nyawamu kali ini karena tidak mengakuiku."

Nan mundur menatap Jubille dengan ketakutan. Sebenarnya bukannya Nan tidak mau mengakui Jubille sebagai saudarinya, tapi dia lebih tdak mau mengakui seorang pembunuh sebagai saudarinya. Kalau keadaannya berbeda, dia akan sangat senang akhirnya dia memiliki seorang saudara, kembar pula.

"Apa hubungannya kau saudariku dengan aksi membunuh para dokter itu?" Nan memberanikan diri bertanya. "Apa karena ... mereka menukar kita waktu bayi?"

Jubille menatap Nan datar. "Kau terlalu banyak menonton drama."

Nan menutup mulutnya rapat saat hampir keluar protesan dari mulutnya. Dia menghela napas. "Jadi, apa karena mereka memisahkan kita dengan orang tua kita?"

"Tidak juga."

Nan mengetahui bahwa dia anak adopsi dan dia selalu penasaran tentang orang tua kandungnya. "Di mana orang tua kita?"

"Sudah meninggal. Kau yang membunuh ibu dan kita yang membunuh ayah."

Bumi serasa bergoyang di bawah kaki Nan. "Tidak," bisiknya. "Tidak! Kau pasti bohong."

"Tidak. Aku lahir lebih dulu--ngomong-ngomong, aku kakakmu--sepuluh menit kemudian setelah bersusah payah akhirnya kau lahir. Pendarahan ibu
tidak mau berhenti. Karena kita sangat rewel dan sakit-sakitan, si ayah brengsek akhirnya bunuh diri." Jubille mengedikan bahunya acuh.

Nan sendiri melongo memandangnya.

Terdengar dentang jam tua dari kejauhan. Jubille menghela napas lelah. Gara-gara si gipsy sialan itu dia jadi tidak bisa lama-lama berinteraksi dengan Nan begini.

"Aku sudah meninggalkan video rekaman dan berkas di atas nakas. Baca dan tontonlah. Kau akan tahu kenapa aku menyingkirkan monster macam mereka."

Dan Jubille menghilang.

•••

Nan menatap berkas tebal bermap hitam dan tumpukan kaset VCR di depannya. Dia masih sesenggukaan menangis dan perutnya masih mual
walau semua makanan di dalamnya sudah dikeluarkan semua.

Kini dia tidak bisa menyalahkan tindakan Jubille.

Rekaman VCR itu berisi proses penelitian yang dilakukan para dokter gila. Mereka memakai anak manusia sebagai kelinci percobaannya. Sedangkan berkas-berkas itu berisi nama para objek penelitian mereka. Nama Jubille dan Nannete Walsht berada di antara data yang sudah nampak usang itu.

Nan memegang perut sebelah kanannya, di mana ginjal yang bukan ginjalnya bersarang. Ada ginjal domba di dalam tubuhnya. Perutnya kembali bergejolak.

Di samping tumpukan kaset VCR itu terdapat sebuah kotak berisi beberapa botol kecil berisi cairan bening dan beberapa jarum suntik. Nan menyuntikan cairan itu ke dalam tubuhnya setiap jam empat sore. Cairan
yang dikiranya adalah insulin itu ternyata ramuan untuk membuat tubuhnya tetap mau menerima ginjal cangkokan itu.

Jadi, para dokter gila yang mengklaim diri mereka sendiri sebagai jenius, sedang mencari metode alternatif lain agar manusia tidak perlu mengantri menunggu donor suatu organ. Manusia tidak melulu harus menyangkok organ mereka dengan organ manusia lain. Para dokter gila itu menemukan cara mencangkokan organ hewan pada tubuh manusia.

Nannete kembali menangis saat mengingat apa yang mereka lakukan pada Jubille.

Tidak seperti Nan yang hanya mengalami gagal ginjal saat lahir, Jubille mengalami banyak komplikasi. Itulah resiko jika punya orang
tua pecandu. Selain gagal jantung dan hati, Jubille juga mengalami kelainan pada darahnya.

Bahkan seorang dokter gila yang sepertinya lebih gila dari yang lain mengusulkaan untuk melanjutkan percobaan lain pada Jubille saat
mengetahui tubuh Jubille menerima dengan sangat baik organ-organ hewan itu. Mereka setuju untuk mengganti matanya juga.

Penelitian terhadap Jubille terus berlangsung bertahun-tahun sampai pada akhirnya Jubille menolak dan memberontak tidak mau menerima perawatan-perawatan terhadap dirinya sehingga menyebabkan tubuhnya tidak bisa lagi bertahan. Jubille meninggal karena tubuhnya menolak penyangkokan dan penggantian darah belum lama ini.

Nan segera lari ke kamar mandi dan kembali muntah di sana. Keluar dari kamar mandi, dia berdiri menatap cermin di dalam kamarnya. Jubille sudah di sana, memandangnya dengan senyum sedih dan perihatin. Tangis Nan kembali pecah.

"Maaf. Maaf. Aku minta maaf," isaknya sembari menyentuh cermin dengan telapak tangannya, berharap bisa menjangkau saudarinya yang malang itu.

Jubille menyentuhkan tangannya pada tangan Nan. "Bukan salahmu." Walau maksud Jubille adalah menenangkan Nan namun Nan justru terisak semakin keras.

"Sekarang kau mau membantuku, kan?" Nan menganggukan kepalanya dengan cepat. "Kita tidak boleh membiarkaan apa yang terjadi padaku terjadi pada anak-anak lain."

"Mayat-mayat yg ditemukan di hutan ...." Jubille mengangguk. Nan menegakkan badannya. "Gunakan tubuhku semaumu."

Jubille tersenyum, tapi kemudian pandangannya meredup. "Maaf, tapi kita harus segera menyingkirkan dua orang itu. Mereka ketua tim penelitian dan sedang merencanakan program baru. Kapan mereka pulang?"

•••

Nan mendatarkan ekspresinya saat para pelayat menyampaikan duka mereka atas meninggalnya orang tua Nan, Dr. Hebrew dan istrinya. Jubille
memastikan merusak DNA kedua orang yang bertanggung jawab atas nasibnya itu.

Nan harus kuat menahan diri agar tidak muntah saat ada orang-orang memuji kehebatan Dr. Hebrew dalam operasi-operasi pencangkokan yang pernah dilakukannya. Nan ingin menendang para pelayat itu agar cepat pulang, jadi dia juga cepat pulang dan bisa istirahat.

Akhirnya pemakaman bubar saat hujan turun semakin deras.

•••

Nan melirik cermin di mana saudaranya sedang cemberut memandanginya. Dari tadi Jubille terus saja protes saat Nan sedang mengeriting rambutnya.

"Berhentilah bersikap kekanak-kanakan. Bersikaplah seperti seorang kakak," ujar Nan.

"Oh? Bagaimana sikap seorang kakak?"

"Mengalah pada adiknya." Nan tersenyum lebar.

Jubille menggeram. "Kau sudah selesai mengepak belum?"

"Sudah dong."

"Ya sudah, ayo berangkat."

Berkat posisinya sebagai anak Dr. Hebrew, Nan berhasil mendapat kontak semua kolega dan anggota tim yang terlibat. Walsht bersaudara tidak akan membiarkan apa yang terjadi pada mereka terulang.

Tujuan pertama adalah laboratorium di Bronx, New York.

"Hey, Kak?"

"Hm?" gadis dalam cermin menyahut.

"Aku penasaran dengan sesuatu?"

"Kau selalu penasaran akan sesuatu."

"Kenapa ari-ari bayi?" tanya Nan dengan berbisik.

"Karena aku karnivora," jawab Jubille.

Nan tahu maksudnya. Dia ingat organ dan darah hewan apa saja yang pernah bersarang di dalam tubuh kakaknya.

"Kan ada daging di kulkasku."

Jubille menghela napas dramatis. "Pada dasarnya aku hewan, masa aku makan daging hewan. Aku bukan kanibal."

Sementara Jubille tertawa, Nan segera lari ke lavatory, menyumpahi kakaknya sepanjang jalan.

Ironis. Dia tidak mau menjadi kanibal, jadi dia menjadikan adiknya saja yang kanibal.

END

» Dybbuk : diyakini sebagai jiwa marah orang mati yang merasuki manusia. Mereka biasanya meninggalkan inang mereka setelah tujuan tercapai, terkadang setelah mereka ditolong. (Source: Wikipedia)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro