24. About Strong (Yulia)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nama : Yulia Putri
Jurusan :
1. Teenfiction
2. Romance

❤❤❤

Bila pada hakikatnya semua yang datang akan pergi. Bisakah untuk tidak meninggalkan kesan kehilangan bagi dirinya yang tak mungkin kembali.

-Nayra Zilziyana

***

Aroma Green Tea itu berhasil memberi kesan tenang dalam pikiran. Gadis itu termenung, memandang kendaraan berlalu-lalang dari jendela kaca transparan, ada beberapa yang terus melaju di rintik deras nya hujan, ada juga yang berhenti karena ingin menghindari hujan.

Gadis itu sesekali menyesap minuman yang masih di penuhi kepulan asap tipis, memberi rasa hangat sambil menatap senja yang seakan menangis. Pikiran nya masih menjelajah masa lalu, masa di mana ada sepenggal kenangan cerita, yang sampai sekarang masih saja tertinggal dan menyisakan luka.

Kringg....

Lonceng pintu cafe berbunyi, menandakan ada pengunjung yang datang. Terlihat, dua pengunjung pria dan wanita yang masuk dan seakan berlari, pakaian kedua nya yang telah basah kuyup di serbu oleh rintikan hujan tanpa ampun.

"Gak usah ketawa lo Nay." Perempuan dengan rambut pirang sebahu dan badan yang basah kuyup itu mendengus kesal. Menarik kursi yang tepat di hadapan gadis itu.

Sementara gadis itu seakan menahan tawa nya. "Ah, iya ... sorry Rin, habis nya lo mirip kaya tikus habis kecemplung got."

"Dih, gitu lo mah Nay." Protes nya.

"Kaya gue dong, basah gini malah ketampanan yang makin meningkat,"ucap pria yang tengah berdiri sambil mengibaskan rambut hitam pekat nya.

"Pede banget dah lo bubuk micin." Jawab gadis berambut pirang ini sambil menatap sinis.

"Syirik aja lo serbuk rengginang," ucap Ridwan sambil menyamankan duduk nya.

"Ririn Dwi Regita, nan cantik jelita tak pernah sirik dengan remahan kerupuk bawang seperti anda!"

Seperti inilah bila Ririn dan Ridwan sudah memulai pertengkaran, dari dulu hingga sekarang tidak ada yang mau mengalah soal perdebatan.

"Oh iya, ngomong-ngomong lorang berdua ko bisa barengan gini dateng nya, jangan-jangan...."

"Tolong sekali, ibu Nayra Zilziyana jangan berfikir negatif," tangkas Ririn.

"Bentar dulu, jangan-jangan apa? Gue sama dia." Ridwan seakan menunjuk Ririn dengan ekspresi yang kurang enak di pandang.

"Dih, lo ngarep ada apa-apa sama gue." Cahaya kejijian muncul dari iris mata Ririn.

"Mata gue masih normal neng, yakali gue mau sama toa masjid."

"Apa lo bilang? jadi lo pikir suara gue keras banget gitu kaya toa masjid, iya gitu?"

Sementara Nayra yang melihat pertengkaran itu perlahan menitikkan air mata, dimana dia sangat merindukan momen-momen seperti ini yang jarang dia temui.

"Nay, Lo nangis?"

"Ah ... ini cuma itu. Kelilipan sedikit." Nayra mengusap air mata nya sambil mengibas-ngibaskan tangan nya, "Oh iya, nih tissue, baju lo sama Ridwan masih agak basah kan,"ucap Nayra sambil menyodorkan beberapa tissue yang dia punya dari dalam tas.

"Jangan ganti topik gitu dong Nay, gak seru lo. Untuk yang tadi sorry ya, seakan-akan ngacangin lo gitu. Si Ridwan nih mancing emosi mulu."

"Ko gue?" sang empunya membela diri seakan tak terima menjadi alasan permasalahan.

"Iya, ngerti gue. Rindu aja liat pertengkaran kalian, kira-kira udah berapa lama ya kita gak kumpul kaya gini."

"Satu tahun yang lalu, pas terakhir kali kita kumpul di Rumah Sakit,"ucap Ridwan tersenyum tipis, tatapan nya menerawang jauh ke arah luar. Menatap keramaian jalan yang sudah seperti semula. Tapi entah, tentang pikiran nya.

"Ahaha... Iya-iya masih inget banget gue," jawab Nayra seakan tertawa hambar, pelupuk mata itu seakan hampir penuh menahan beban yang seakan ingin terjatuh.

"Nay...." Ririn mengelus punggung lengan Nayra seakan menguat kan.

"Gue gapapa,"balas Nayra seakan tertawa, tapi malah air mata itu yang tak kuasa lagi dia bendung.

Memory itu seakan menuju ke waktu satu tahun lalu. Dimana persahabatan mereka yang begitu hangat dan manis. Dimana tepat saat hari kelulusan mereka berkumpul di rumah sakit, seakan merayakan semua nya dengan ceria, namun kesedihan itu tak mudah udah di tutupi.

_Last Memory_

"Kalian kenapa kesini?"

"Goblok sama bodoh itu emang nyerempet dikit ya. Buat ngerayain kelulusan kita lah Yan, dasar lo. Congurulations boy, kita bisa lulus sama-sama," ucap Ridwan.

Sementara Ryan tersenyum bahagia karena tau bahwa sahabatnya rela merayakan kelulusan bersamanya, bersama dengan selang-selang infus yang memenuhi sekujur tubuh nya dan bau obat-obatan yang begitu menyengat.

"Congratulations Ryan and for us, akhir nya beban sekolah kita telah tuntas, gak ada tuh nama nya pr atau bangun pagi yang buat gue rempong." Siapa itu? Tentu saja Ririn, dengan ocehan yang tiada tara.

"Lo gak mau bilang apa-apa Nay." Bisik Ririn sambil menyenggol bahu Nayra.

Sementara Nayra, gadis dengan rambut kuncir kuda itu hanya terdiam menatap kosong laki-laki yang tengah tersenyum seakan tanpa beban di atas ranjang rumah sakit.

"Nay ...." Panggil Ryan yang seakan menjangkau tangan Nayra.

Hiks....

Pelukan itu dengan cepat menghambur ke arah Ryan, membuat sang empunya sedikit kaget. Sementara Nayra menuntaskan tangisnya dalam pelukan Ryan untuk beberapa saat. Kenyataan yang belum dapat dia terima bahwa orang yang yang menurut nya sangat istimewa dapat kapan saja pergi begitu saja.

"Rin, cari anakan kecebong yuk," ajak Ridwan

Sementara Ririn yang sudah paham langsung menganggukkan kepala, mereka berdua bergegas keluar dari ruangan itu. Biarkan dua insan itu menuntaskan rasa mereka.

"Maaf Nay," ucap Ryan sambil mengusap punggung Nayra

Sementara isakan Nayra seakan makin menjadi dalam dekap hangat pelukan.

"Lo tau gak Nay? Gue bersyukur banget bisa punya sahabat kaya Ridwan yang seru abis, bisa kenal Ririn yang heboh parah, dan bisa kenal lo yang jadi alasan gue bertahan sampai titik ini," jelas Ryan sambil sedikit mengingat awal persahabatan mereka. Persahabatan yang tak di sengaja dari keusilan Ridwan yang mungkin panjang untuk di ceritakan.

Keduanya seakan larut dalam rasa masing-masing. Rasa yang begitu mengganjal seakan tak mampu di ungkapkan.

" Tetap seperti ini selama nya Yan," ucap Nayra pelan, masih dalam dekap pelukan.

"Maaf, gue gak bisa Nay." Ridwan melepas paksa peluk itu. Walau dia tau, bahwa perasaan nya seakana enggan untuk menyudahi.

"Ryan...." Panggil Nayra. Pelupuk mata nya yang kini telah memerah, begitupun dengan pipi yang telah basah.

"Banyak yang lebih dari gue Nay,"ucap Ryan.

"Gak."

"Banyak yang lebih tulus sayang sama lo, yang bener-bener ada saat lo butuh sesuatu, yang selalu ada untuk ngehibur lo, dan selalu ada dimana pun dan kapan pun di samping lo. Beda kaya gue, haha ... sebatas cowo penyakitan kaya gue bisa apa buat lo Nay?"

"Lo pasti sembuh Ryan."

"Yah, mungkin aja. Kata dokter usia gue bisa lah di hitung pakai jari."

"Gak, gue yakin lo pasti sembuh," ucap Nayra yang diiringi dengan tangis nya.

"Gue pasti sembuh Nay, dan Lo adalah alasan gue masih bertahan sampai titik ini." Mata sayup Ryan seakan menerawang kedalam. Mencari sumber kesedihan yang di alami Nayra, dan mungkin dia lah alasannya.

Dia tidak mau memiliki hubungannya lebih dengan Nayra, dia takut. Takut akan dirinya yang bisa kapan saja menghilang untuk selamanya, begitupun dengan kondisi yang seakan memperburuk keadaan. Dia tak mau bila suatu saat dia pergi dan menyisakan suatu karang luka dalam ikatan perasaan.

Entah mengapa tuhan seakan menyiapkan sedikit kenangan berharga untuk nya di saat-saat sang nyawa perlahan tiada. Memberi nya sedikit kesempatan untuk dapat menikmati sebuah rasa. Tapi, bila kepergian hanya akan menimbulkan luka. Maka lebih baik dia tiada dari awal untuk selamanya.

Hingga, saat itu benar-benar terjadi. Saat disana Ryan telah berpulang dengan nyaman dalam dekap hangat Nayra. Sosok nya yang kini tak lagi bisa menyapa, tapi kenangan diri nya masih terkenang. Bukan hanya isak tangis pilu ini yang meratapi kepergian nya, tapi isak dari semua nya.

Ridwan yang kehilangan sahabat kecil nya, Ririn kehilangan sosok yang seakan selalu menasehati nya, dan tau siapa yang paling kehilangan? Nayra. Segala rasa dalam waktu tiga tahun masa SMA lenyap begitu saja, terpukul akan semua nya dan seakan tak terima dengan takdir tuhan. Tapi apa yang perlu di lakukan, mungkin memang itulah kehendak sang kuasa.

-----

"Gimana rencana lusa kita?"

"Kuliah gue free, lo gimana Nay?" tanya Ririn

"Gue oke."

"Jangan nagis lagi Nay, gue tau lo kuat,"ucap Ridwan

***

"Woy bro, apa kabar. Sumpah, kangen banget gua, lo tau? gue kuliah masuk jurusan kedokteran, gak nyangka kan anak kaya gue bisa masuk. Seru mungkin kalo lo masih ada sampai saat ini," ucap Ridwan sambil membawa satu buket bunga mawar putih di makam sahabatnya itu.

"Dan gue, gue masuk hukum Yan, gila banget anak banyak bacot kaya gue keterima di jurusan hukum. Ngakak parah deh Yan kalo lo denger semuanya." Ririn seakan bercerita, begitupun dengan air mata nya yang seakan berbicara.

"Gue tau lo ada di disini Yan. Gue cuma mau cerita, bahwa kenangan kita belum mampu tergantikan dengan yang lain nya, dan terimakasih untuk kehadiran lo yang singkat, udah berhasil buat gue jadi sekuat ini."

"Lo kuat Nay." Ridwan dan Ririn memeluk Nayra yang telah terisak. Mereka tau bahwa melupakan seseorang yang sangat berarti dalam hidup tidak lah mudah.

-----------

Yang datang akan pergi dan sakit adalah konsekuensi kehilangan yang tak berarti. Kalian semua kuat, untuk yang masih bisa tegar setelah kehilangan orang yang di sayang dan kalian semua hebat.

-Ryan Azamar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro