7. Lemari Kelas (Risman)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nama : Risman Febrianto
Jurusan:
1. THAM
2. Fantasy

❤❤❤

"Eh apa kalian percaya dengan hantu  bernama Marina?" Seorang cewek kelas dua SMA Bakti menyesap teh yang dipesannya. Teh Es khas Bu Murni, penjual minuman di kantin sekolah memang tiada tara, rasanya sangat unik dan khas. Kinar, si cewek berambut sebahu tampak serius mendengar omongan Diana, teman yang kini tepat duduk di hadapannya, sedang sibuk dengan minumannya sambil bercerita.

"Ah, gua nggak percaya cerita begituan," bantah Kinar, kini tangannya sibuk merapikan rambutnya. Tidak peduli dengan celotehan sahabat sablengnya itu.

Kinar bukan orang yang hobi mendengar isu-isu mistik yang menurutnya tidak masuk akal, apalagi kali ini telinganya jengah mendengar kematian Marina di lemari kelas, kabarnya badannya dimutilasi terus disimpan di lemari kelasnya, kelas 2 C.

Sempat isu tersebut santer, setelah anggota osis yang meminjam kelas itu untuk acara 17-san. Mereka saat itu masih berada di sekolah, padahal hari sudah malam. Tak kala waktu semakin larut, tiba-tiba lampu mati, setelah dihidupkan, mereka menjerit ketakutan ketika melihat lemari kelas penuh dengan darah segar, ditambah potongan tubuh yang berserakan di dekat lemari. Sontak mereka tunggang langgang pulang ke rumah. Begitulah telinga Kinar menangkap gosipnya.

"Emang lo sendiri kan tak percaya, tapi coba lo dapat penampakannya." Diana mencoba menakut-nakuti, memajukan helaian rambutnya ke depan. Bersuara layaknya kuntilanak. Kinar memasang muka datar, lebih memilih menikmati bakwan daripada meladeni si maniak mistis itu.

"Dengar ya Di, hantu itu nampak kalau kita terlalu takut, kalau kita berani tak akan nampak." Kinar tampak meremehkan. Sementara Diana sedikit kesal, sudah capek-capek menjelasin malah ditanggapin miring. Bibir Diana maju beberapa senti, memilih menyesap tehnya sampai habis.

"Kalau lo nggak percaya, gimana kalau kita ke sekolah nanti malam." Diana mendapatkan ide, tentu saja Kinar menolak, berbagai alasan dia keluarkan, bukan takut, melainkan merasa tidak ada gunanya pergi ke sekolah.

"Ehh ... gue ...." Kinar kebingungan, entah alasan apa yang harus dia pakai.

"Tuh kan, lo takut kan?" Diana cengar-cengir, matanya menyipit Kinar. Ditambah jemarinya dimainkan di sekitar Kinar membuat Kinar tertantang.

"Ok ... siapa takut."

-------------------------

"Lo lama banget sih." Diana melipat tangannya, memandang Kinar dengan ekspresi setengah kesal, emosinya hampir di level puncak. Pasalnya, Kinar yang sejak tadi ditunggu belum juga datang. Dia baru hadir ketika sudah jam 8 malam.

"Lo ngapain sih?" Capek gua nunggu!" sarkas Diana.

"Maaf, gua ketiduran tadi." Kinar mengusap matanya, memang dirinya setengah mengantuk. Diana mengeluarkan sesuatu dari tasnya, sebuah kunci.

"Tadi gua colong tadi di post satpam."

"Cepat ah, gua mau pulang setelahnya."

"Iya-iya."

Diana membuka gerbang sekolahnya. Keduanya berjalan perlahan, berpegangan sambil membawa senter masing-masing.

Keadaan sekolah saat malam memang sedikit mencekam, serasa berada di kastil transylvania. Apalagi lampu sekolah tidak dihidupkan.

"Kok, gua jadi merinding gini ya?" Kinar berkali-kali mengusap tengkuknya,  bulu di tangannya juga berdiri, padahal belum setengahnya mereka menjelajahi sekolah.

Derap kaki mereka menguasai kesunyian malam. Mereka berjalan mengelilingi sekolah mereka yang berformat U tersebut. Kelas demi kelas mereka kunjungi, dan benar saja, lampu sama sekali tidak dihidupkan, untung mereka bawa senter.

"Udah ya, kita pulang aja yuk." Kinar mulai ketakutan.

"Ah, lo penakut." Diana si penggila mistik emang begitu, sekali jalan tidak mau lagi berhenti.  Mereka akhirnya tiba di kelas mereka, kelas 2C.

Perlahan, mereka membuka dengan kunci ganda. Lalu masuk ke kelas mereka, kemudian mereka berhati-hati, meraba dinding sekitar dan mencari saklar.

"Nah, udah terang." Diana duduk di bangku, diikuti Kinar di sebelahnya.

"Sekarang jam 8.30, kita tunggu sampai jam 9 habis itu pulang."

Kinar menyetujui ide Diana.

Tak terasa sudah jam 9, tiga puluh menit mereka menunggu, tapi belum juga ada apa-apa.

"Tuh kan, apa gua bilang, nggak ada apa-apa, kan?" Kinar merasa bangga, sebab berhasil membuktikan kalau arwah Marina itu tidak ada. Diana hanya mengangguk.

Mereka membereskan diri mereka. Tak kala menuju pintu. Tiba-tiba lampu mati sendiri.

"Di, lo matiin lampu, ini nggak lucu!" teriak Kinar, dirinya sedikit panik, pasalnya senternya juga tidak mau hidup, dia tidak bisa melihat. Sangat gelap gulita.

"Bukan gua, jangan asal tuduh deh, lo udah coba hidupin senter? Punya gua nggak bisa."

"Sama gua juga."

Keduanya mematung, pikiran mereka kacau dan mulai membayangkan hal yang tidak-tidak.

"Kin ...gua takut."

Tak lama, lampu hidup, keduanya bernapas lega. Keduanya mengurut dada masing-masing. Sampai akhirnya ....

"Kyaaa!!"

Kedua berteriak kencang, Kinar terduduk dan badannya serasa tidak bisa digerakkan. Air matanya mengalir melihat pemandangan di depannya.

"Lemarinya, penuh darah ...."

Kinar semakin kaget, tak kala banyak potongan tubuh yang masih berdarah berserakan di lantai, Kinar meringsuk ke meja guru. Entah kenapa Diana tiba-tiba menghilang.

"Kinar, tolongin gua!!"

Kinar meringsuk keluar dari meja. Matanya melotot melihat wanita berdarah dengan rambut menutupi wajahnya, tertawa cekikikan memandang kepala Diana yang terjepit lemari kelas.

Lemari kelas yang merupakan lemari geser itu perlahan terbuka. Kemudian menutup keras dan menjepit leher Diana paksa.

"AAAAA!!!" Diana menjerit sekerasnya, menahan sakit dan penderitaan, lehernya sebentar lagi copot, darah segar bersimbah dari urat nadinya.

"Akhhh ... Diana!!!"

----------------------

"Kinar ayo sarapan!"

Kinar berjalan dengan langkah malas, tak peduli rambutnya yang masih berserakan.

Kinar mendapat mimpi aneh, semalam dia ke sekolah dan mendapati Diana mati, kenyataannya dia terlalu malas. Bergadang sampai tertidur di kelas.

Kinar terkejut tak kala menemukan garis polisi di kelasnya. Tampak orang berkerumun di depan itu.

"Ada apa ini?" tanya Kinar

"Diana teman lo, tewas dengan kepala putus."

"Apa!'

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro