8. GADIS IPS (Nur Fitri)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nama : Nur Fitri Ramadhana
Jurusan :
1. Humor
2. Teenfiction    

❤❤❤

Hinaan Terbesar Adalah saat mendapat kritikan karena ulah mulut orang sok kenal!
-Evelin Variska-

*****************

Evelin Variska terus berjalan menyusuri bibir jalan, tali sebuah tas slempang yang di kaitkan pada kepalanya menjadi sebuah kesenangan tersendiri. Selain menghitung hentakan kaki, pekerjaan lain yang kini dijalani Evelin hanya satu yaitu memperlambat langkah kakinya.

Dikala gadis lain berlomba-lomba untuk masuk gerbang, Evelin malah tidak melakukan hal yang sama padahal dia sendiri tahu bahwa hari ini gerbang di tutup lebih cepat dari biasanya.

"Selamat sore," sapa Evelin pada seorang satpam sangar di SMA tersebut.

"Cepat masuk!" perintah satpam tersebut tanpa mau menoleh ke arah wajah gadis cantik tersebut.

"Aih galaknya.." jawab Evelin sambil memasang wajah menggoda pada satpam tersebut tanpa mengenal rasa malu sedikit pun.

Semenjak pindah sekolah 1 tahun lalu, perilaku Evelin memang sangat sulit di kendalikan. Jiwa pemberontaknya bahkan sampai meronta-ronta ingin tersalurkan.

Kaki jenjang Evelin menuntunnya melewati lapangan sekolah yang cukup luas, dia tidak membelokan diri menuju kelasnya melainkan terus lurus hingga menuju sebuah kelas sunyi yaitu kelas 11 Ipa 2.

"Lo salah kelas." sindir seorang gadis yang tengah berdiri didekat pintu kelas 11 Ipa 2. Namanya Alita, salah satu gadis kaya di kelas yang kini Evelin injak.

"Hanya mampir saja, tidak boleh?" tanya Evelin dengan nada sedikit culas.

Mimik wajah yang terlihat penuh sukacita segera berubah menjadi murung karena Alita bukanlah sosok pengagum berat Evelin melainkan hatersnya. Ada beberapa faktor yang bisa dijadikan Alita sebagai alasan untuk membenci Evelin, salah satunya karena Evelin cantik dan  laki-laki yang Alita suka malah menyukai Evelin.

"Kirana lagi keluar." Alita Sebenarnya sudah tahu bahwa kedatangan Evelin karena ingin melihat sepupunya sudah sampai disekolah dengan rasa aman atau tidak.

"Gue nggak buta, gue bisa lihat sendiri." Kini pinggul Evelin mulai bertindak seenaknya, menggayuh kanan dan kiri secara bergantian seakan-akan ingin melelehkan iman para laki-laki tampan di sekolahan tersebut dan juga ingin mengejek perkataan Alita sesuka hatinya.

"Sama-sama!" teriak Alita namun sudah tidak dapat menerima respon dari Evelin sama sekali "lebih kaya orang tua gue ajah songong amat!"

Dari faktor keuangan sendiri, Evelin tidak seperti mayoritas gadis di SMA ini. Evelin berbeda karena tidak berasal dari kalangan orang-orang super kaya melainkan dari kalangan orang kaya biasa, orang tuanya bekerja keras namun tidak kunjung sesukses orangtua teman-temannya. Kecantikan yang dimiliki oleh Evelin pun tercipta karena faktor genetik serta tidak berasal dari alat-alat kecantikan secara berlebihan.

"Evelin, habis dari mana? Mau kemana?" tanya seorang laki-laki hitam manis dengan senyuman semerbak kepada Evelin seorang.

"Habis ngobrol sama nenek sihir terus mau ke kelas." jawab Evelin sambil membalas senyuman sang teman dengan senyuman terbaiknya, gigi gingsulnya turut menyapa dan pipi merah meronanya kembali terlihat.

"Mau di antar?" balas Tara, laki-laki yang tadi sempat berpapasan dengan Evelin.

Tara termasuk dalam salah satu pengagum rahasia Evelin, wajah rupawan Evelin memang sangat memikat hati di tambah lagi oleh body idealnya yang telah berhasil menjadikan Evelin sebagai gadis impian.

"Nggak usah," balas Evelin seadanya tanpa mengurangi tarikan senyum manisnya tersebut "lo tau Kirana nggak?"

"Kirana? Sepupu lo?" tanya Tara

Rupanya Tara sudah mengetahui segala hal tentang Evelin hingga susunan keluarga Evelin saja, sudah Tara ketahui "Iya, tadi gue ke kelasnya malah nggak ada." jawab Evelin.

Tara manggut-manggut karena mengerti apa yang kini tengah mangkir dipemikiran Evelin.

"Kirana lagi mojok terus di kerumuni banyak laki-laki."  jawab Tara tanpa basa-basi lagi.

Evelin hanya tersenyum lesu dan tidak berbicara apa pun lagi kepada Tara, selain berkata "gue duluan." tak lama kemudian, Evelin bergegas melangkahkan kaki menuju kantin SMA itu.

Kantin SMA negeri ternama itu tampak cukup bersih layaknya hari-hari sebelumnya, banyak lirikan nakal yang sering terarah menuju ujung kaki hingga ujung kepala Evelin, mata setiap laki-laki di kantin tersebut bahkan tidak mau lepas dari tubuh Evelin.

"Waah, cantik."

"Ckk, ckkk, gue pengen kawin!"

"Evelin bakal gue bawa pulang.."

"Dia bakal gue karungin haha.."

Berbagai macam decakan kagum dari mulut laki-laki di kantin tersebut sama sekali tidak Evelin dengarkan, semua decakan itu sama sekali tidak penting karena tujuan utama Evelin mampir menuju tempat ini adalah untuk mencari sepupunya yaitu Kirana.

Tara berkata bahwa Kirana sedang dikerumuni banyak laki-laki, tidak menutup kemungkinan apabila sekarang Kirana masih ada di kantin ini.

Pandangan Evelin mendadak tertuju pada segerombolan laki-laki dengan sosok gadis berambut pendek hadir di tengah-tengah kerumunan laki-laki itu. 

"Kirana!" teriak Evelin dengan begitu lantang tanpa merasa malu sama sekali.

Gadis yang sedang terduduk di sela-sela banyak laki-laki segera menoleh menuju arah tubuh Evelin.

"Hay!" sapa Kirana kepada Evelin sambil melambai-lambaikan tangannya menuju atas kepala.

Evelin mulai berjalan dengan lengat-lengot khas menuju arah tubuh Kirana dan menyerobot banyaknya laki-laki tanpa mau mengucapkan permisi kepada siapa pun.

"Aih, si cantik."

"Wik.. wiw.."

Gumaman dari mulut laki-laki nakal terdengar kembali di telinga Evelin, decakan kagum memang tidak bisa terpisahkan dari diri Evelin.

"Mojok ajah lo, Na." ucap Evelin sambil menyikut pelan tangan kanan Kirana.

Ini adalah kegiatan yang sudah menjadi hobi sehari-hari Evelin dan Kirana. Mereka lebih senang bermain dengan laki-laki dibandingkan bermain dengan gadis lain layaknya semua teman-teman Evelin.

"Hehe.. Lo pesan apa? Si Restu bakal traktir!" balas Kirana dengan senyuman sumringah terpampang jelas di atas kulit wajah sawo matangnya.

Evelin tersenyum penuh arti, dia melirik perlahan menuju arah laki-laki bernama Restu yang sedang terduduk cool  di hadapannya.

"Restu, ternyata lo banyak duit toh?" tanya Evelin dengan nada lemah gemulai.

"Haha, ini belum seberapa. Kalo lo mau jadi pacar gue, lo bakal dapet  lebih banyak..." jawab Restu sambil meminum minuman gingseng secara perlahan.

Tidak ada jawaban yang di berikan Evelin sama sekali, dia terus menutup mulutnya kala pernyataan cinta mulai menghampiri. Bagi Evelin sendiri, cinta di usia muda ini bukanlah cinta sejati selainkan cinta biasa, hadir karena rasa penasaran dan biasanya seringkali di aplikasikan sebagai mainan semata.

End.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro