Chapter 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku bukan seseorang yang mudah diingat. Jika kau bertemu denganku di jalan dan aku menyapamu, sudah dipastikan bahkan belum selang lima menit kemudian kau sudah tidak mengingat kejadian itu. Aku juga bukan seseorang yang punya keahlian spesial. Pada dasarnya aku berada di garis rata-rata. Hidupku biasa saja, dan walaupun Mom dan Dad punya sesuatu yang cukup sinting untuk dikatakan sinting serta Luke pandai membuat puisi meskipun dia sama sekali tidak terlihat seperti cowok pembuat puisi, aku sama sekali tidak punya keahlian yang menonjol.

Jadi tentu saja, aku tidak punya rencana hebat bagaimana aku bisa jatuh cinta pada seseorang dan orang tersebut balik mencintaiku hanya dalam jangka waktu satu minggu. Bahkan sejujurnya aku tidak punya rencana sama sekali. Sewaktu berjalan kaki ke sekolah dan memikirkan apa yang bisa kulakukan, semua yang terlintas dalam benakku hampir terdengar seperti mimpi, pada hakikatnya hal tersebut tidak mungkin kulakukan.

Maka satu-satunya hal masuk akal yang bisa kulakukan hanya mengatakan semua yang terjadi pada Katherine dan Krissy dan berharap mereka tidak menganggapku gila.

"Jadi begitu," kataku, mengaduk-ngaduk sup kental yang kubeli dari salah satu stand makanan setelah menceritakan pertemuanku dengan Spring dari awal sampai akhir. Tanpa melewatkan detail terkecil. Aku berusaha tidak melewatkan satu pun kejadian pada mereka.

"Summer, aku tahu kau sedang dalam masa-masa sulit. Kau yakin kau tidak berhalusinasi?" Katherine menatapku khawatir. Dia dan Krissy berpandangan, dan aku sangat yakin apa yang sedang mereka pikirkan; kita harus membawa Summer ke psikiater.

Aku mendesah, baru saja hendak mengatakan bahwa aku serius ketika sebuah lengan merangkul pundakku dari belakang. "Hai, Summer."

Jika aku masih dapat terkejut dengan kejadian-kejadian aneh yang kualami, aku pasti sudah terlonjak ngeri sekarang. Pasalnya yang baru saja merangkul pundakku adalah Spring. Spring dalam wujud normal. Tanpa telinga runcing dan antena kecoa. Dia tersenyum ke arahku.

"Aku sudah mencarimu dari tadi!" katanya ceria, tanpa rasa bersalah sama sekali. Aku punya dorongan kuat untuk meninju wajahnya. Tapi aku terlalu lelah untuk melakukan itu.

"Oh astaga, Summer! Kau kenal Spring?" Katherine mendadak bersemangat. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan, tadi dia menganggapku gila karena menceritakan soal Spring, kini dia seolah heran aku tahu Spring. Barangkali Spring sudah meracuni pikiran mereka juga. Atau apalah. Aku tidak sanggup berpikir tentang kemungkinan sekarang.

"Jadi kau sungguh akan sekolah di sini? Autumn bilang padaku kemarin," senyum Katherine begitu lebar.

"Autumn?" tanyaku. Mulai merasakan denyut tidak nyaman di kepalaku. Semua situasi ini bikin sakit kepala.

"Ya! Aku serius, Summer, kau harus sering bersosialisasi. Autumn teman dekatnya Levi, kau tidak tahu?"

Kenapa aku tidak menebak? Tentu saja ada seseorang dengan nama Autumn di luar sana. Maksudku, setelah Summer, Winter dan Spring, kau tidak boleh melupakan Autumn. Sudah sangat jelas (jika kau tidak peka, aku sedang berusaha bersikap sarkastik). Aku mengangguk, tidak sanggup menatap Katherine atau Krissy. Barangkali aku akan mencari jalan keluar dari masalah ini sendirian saja.

"Jadi kau sudah tahu apa yang harus kaulakukan?" tanya Spring, sambil menyikutku. Aku melirik kesal ke arahnya. "Kau tahu, soal apa yang kita bicarakan kemarin."

Aku mendesah keras-keras. "Entahlah. Oh lihat, aku melupakan sesuatu. Aku pergi duluan," tanpa berusaha berpura-pura kalau aku sedang tidak nyaman dengan situasi ini pada Krissy, aku bangkit dari kursiku dan pergi meninggalkan mereka semua.

Baru beberapa langkah, Spring sudah berada di sebelahku. "Kau tahu, bukan ide bagus menceritakan masalahmu pada mereka, aku harus menggunakan serbuk penghilang ingatan agar kedua temanmu tidak ingat apa yang kau katakan ketika melihatku. Aku tahu ini sulit, Summer, tapi sungguh, kau tidak akan mau mereka terlibat. Sangat sulit membuat seseorang yang tidak dalam bahaya memahami sistem dunia Starsfall, percaya padaku, aku sudah lebih ahli."

Aku berhenti di dekat tong sampah, membuang sup kental tak berasa ke dalamnya dan berbalik menghadap Spring, kedua lengan terlipat.

"Mengapa kau ada di sini? Dan siapa Autumn?"

Spring meniru cara berdiriku. "Tentu saja aku harus ada di sini, aku adalah penjagamu. Kau akan banyak melihatku mulai dari sekarang, suka atau tidak. Dan Autumn adalah versi diriku di sini, dia sungguhan ada. Seperti kau dan Winter."

Aku mengerang. "Hebat. Trims sudah memberitahuku," aku berbalik, mulai berjalan lagi. Tentu saja Spring mengikuti.

"Apakah kau sudah menargetkan incaranmu?"

"Incaranku?" tanyaku.

"Ya! Seseorang yang ingin kau jadikan cinta sejati," Spring mengatakan itu seolah semuanya sudah jelas. Jika diingat-ingat, aku belum melihat ke bawah bantalku untuk membaca buku-yang-katanya-adalah-buku-manual agar aku lebih memahami bagaimana tepatnya semua ini bekerja.

"Aku tidak tahu kalau begitulah cara kerjanya, kupikir semuanya sudah ditakdirkan dan aku hanya perlu mencari."

"Oh jangan bodoh," Spring mendesah keras-keras. "Tidak ada yang namanya ditakdirkan, kau harus berusaha. Ayolah, buat ini cepat, kau hanya punya waktu satu minggu, manfaatkan dengan benar. Yang aku perlukan hanyalah nama dan aku akan membantumu."

Aku tidak yakin semua ini akan semulus yang kubayangkan. Jadi aku berhenti di depan ruang kelasku selanjutnya. "Aku harus membaca buku manualku," kataku, memberikan tanda kutip pada buku manual dengan jari. "Baru aku memutuskan."

Spring memutar mata, kemudian sesuatu menarik perhatiannya. "Autumn! Diriku yang lain!" mendadak dia kedengaran lebih ceria. Aku mengikuti arah pandangannya dan menemukan seseorang yang sangat mirip dengan Spring berjalan mendekat; satu-satunya perbedaan mereka adalah rambut Autumn berwarna coklat gelap, aku menyadari aku pernah melihatnya sesekali, melakukan semua hal yang biasa dilakukan anak-anak Senior tanpa masa depan; membuat onar selagi sempat. Levi berada di sebelahnya.

"Hai, aku tidak tahu kau akan muncul sekarang, apakah sudah genting?" Spring dan Autumn melakukan tepukan antar cowok dan tersenyum lebar. Aku barangkali akan mengira jika mereka adalah pasangan gay yang saling menyukai satu sama lain dan sedang berada dalam 'momen' mereka jika tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Sangat," kata Spring. "Summer sangat payah, kau tidak akan bisa membayangkan."

"Sungguh?" Autumn kedengaran bersimpati, bahkan suara mereka nyaris sama. "Aku sungguh menyesal. Pasti sulit bagimu menghadapi Summer."

"Asal kalian tahu saja, Summer sedang berdiri di sini," kataku sinis.

"Oh aku sangat menyadari itu, Summer," Spring memutar mata padaku. "Nah, ini Autumn, diriku yang lain, kalau kau tidak juga mengerti dengan situasi ini."

"Satu-satunya hal yang tidak kumengerti adalah kalian sudah saling kenal, seperti, benar-benar kenal," aku menatap Levi yang menatap kami tertarik. "Dan kau tahu soal ini?"

"Autumn tidak bisa menyimpan rahasia," Levi tersenyum lebar, seolah semua ini sangat normal baginya.

"Tentu saja kami benar-benar kenal, kami punya ikatan yang kuat, dan kecerdasan yang tinggi. Jika Winter tidak sebodoh dirimu, dia juga pasti sudah memunculkan dirinya sejak lama dan mencoba mengenalmu lebih dekat," jelas Spring dengan nada semua-ini-sudah-terbukti-oleh-para-ilmuwan. Autumn mengangguk menyetujui.

Kepalaku sudah hampir meledak. Aku mundur selangkah, untung saja bel periode selanjutnya menyelamatkanku dari semua percakapan tidak masuk akal ini. Tanpa mengatakan apa-apa, aku berbalik memasuki kelas, mencoba memproses semuanya selagi menenggelamkan kepalaku di antara lengan di atas meja.

Seperti yang kuduga, aku tidak mendapatkan ketenangan yang kuharapkan ketika Spring berkata. "Kau tahu, aku akan selalu berada di kelas yang kau ikuti mulai sekarang."

Aku mengerang, merutuki Spring dan semua orang di dunia.

***

Untungnya Spring menghilang pada suatu saat pada hari itu. Dia mengatakan bahwa ada hal penting yang harus dia lakukan di Starsfall. Sejujurnya aku tidak peduli. Aku harus menjenguk Luke dan berdoa saja dia dapat memberiku saran. Spring tidak berkata bahwa aku tidak boleh mengatakan ini pada Luke juga, maka satu-satunya harapanku hanya Luke sekarang.

Katherine dan Krissy mengantarku ke rumah sakit tempat Luke dirawat. Dan selagi aku mencoba mengabaikan tatapan mengkritisi Krissy, aku mencoba memfokuskan diriku pada hal-hal yang harus kukatakan pada Luke, sesuatu yang tidak kedengaran terlalu sinting. Maksudku, aku tidak mungkin langsung berkata, "Hai, Luke, tahu tidak bahwa alasan kau nyaris mati adalah karena diriku yang lain berada dalam lingkaran kesialan." Sesuatu seperti itu akan membawaku ke salah satu ruangan di rumah sakit jiwa.

"Aku mencari ruangan Luke Green," kataku pada wanita di meja resepsionis. Tanpa mengangkat kepalanya dia melihat daftar di layar komputer dan menunjukkan bahwa Luke berada di ruangan nomor 1827.

"Trims," kataku, mencoba bersikap ramah. Wanita itu hanya mengangguk.

"Aku mulai berpikir bahwa semua orang di dunia mulai bersikap tidak peduli pada hal-hal di sekitar mereka," kata Katherine selagi kami memasuki lift. "Maksudku, individualitas semakin menyebar, seperti wabah, kalian tahu?"

"Barangkali kau hanya terlalu banyak nonton film," kata Krissy. Aku mencoba tidak mendengarkan, tapi ketika kau berada sangat dekat dengan mereka, kau tidak bisa tidak mendengarkan.

"Tidak, jika kau tidak memperhatikan, hal seperti ini berada di sekitarmu. Orang-orang lebih peduli dengan apa yang ingin mereka dapatkan dalam hidup, semua aksi pasti berakhir pada pertanyaan; apakah hal tersebut memiliki keuntungan bagiku? Maksudku, jangan sok berhati malaikat, kau pasti sering berpikir soal itu."

"Aku tidak tahu, Kat. Apakah kau baru saja membaca salah satu buku filsafat ayahmu?"

Katherine mengangkat bahu. "Aku membacanya minggu lalu."

Mendadak Katherine menepuk pundakku. "Jangan khawatir, Summer. Luke akan baik-baik saja."

Aku yakin Luke akan baik-baik saja jika aku sudah tahu bagaimana cara termudah untuk mendapatkan cinta sejati dalam jangka waktu satu minggu.

Katherine dan Krissy menunggu di luar selagi aku masuk ke ruangan Luke. Dia terbaring dengan mata menutup, kelihatan sangat pucat daripada dua hari lalu dan ada selang yang terhubung ke tabung oksigen menuju lubang hidungnya. Ketika aku duduk di sampingnya, matanya membuka dan dia menatapku.

"Aku mulai berpikir apakah semua orang sedang mengabaikanku sekarang. Mom dan Dad bahkan tidak kembali sejak kemarin."

"Kapan kau terakhir kali melihat Mom dan Dad?" tanyaku.

"Kemarin malam, duh," Luke memutar mata.

Kami terdiam. Sebagian karena aku tidak tahu harus mulai dari mana, sebagian lain barangkali berbicara membuat Luke kesakitan.

"Hai," aku berdeham. "Aku akan mengatakan hal super sinting, tapi aku mau kau mendengarkan sampai akhir," aku menunggu jawaban sok cerdas Luke, tapi dia hanya mengangguk.

Jadi aku menceritakannya dari awal, sejak Spring muncul dalam bentuk kecoa, penjelasan-penjelasannya, misi yang harus aku lakukan, Mom dan Dad yang menghilang untuk diamankan, aku yang terjebak di dunia lain sampai kenyataan bahwa kini Spring akan mengikutiku ke mana-mana. Aku sudah menebak respon Luke, tapi tidak satu pun mendekati apa yang dia katakan saat itu.

"Jadi, apa yang akan kaulakukan?"

Aku mengerjap, untuk pertama kalinya sejak selesai menceritakan segalanya, mengangkat kepalaku dan menatap Luke, mencari tanda-tanda apakah dia sedang mengerjaiku sekarang dengan berpura-pura percaya, tapi tidak ada yang kutemukan selain tatapan lelah di matanya. "Aku tidak tahu, itulah mengapa aku bicara denganmu."

"Kau bahkan tidak tahu caranya mencari pacar yang benar," Luke mencoba mengejek, tapi dia kelihatan lelah.

Aku memutar mata, tapi sudut bibirku terangkat. "Aku tidak mencari, dia yang datang padaku."

"Yah, artinya kau tidak tahu bagaimana cara menilai seseorang dengan benar," Luke terbatuk. "Kau tahu, barangkali aku terdengar berengsek, tapi hidupku bergantung padamu, dan aku percaya padamu. Sebelum ini aku sempat berpikir bahwa aku tidak akan bisa selamat, tapi mengetahui semua ini, setidaknya itu menumbuhkan sedikit harapan. Walaupun kau payah dan agak lamban."

Aku terdiam. Luke jarang sekali berbicara seperti itu padaku. "Kau tahu, kau mulai terdengar seperti Spring."

Luke tertawa, tapi suaranya lemah. "Well, itu memang benar," kemudian dia menatapku. "Lakukan sebisamu, Summer. Yang kau perlukan hanyalah jangan menyerah. Aku tidak akan membantu banyak, tapi akan kucoba sebisaku," dia tersenyum. "Dan sekarang aku lelah. Kembali lagi nanti, OK?"

Aku mengangguk. Mendadak mataku berair dan pandanganku mulai buram. Luke tertawa. "Jangan menangis, dasar cengeng. Semuanya akan baik-baik saja, OK?"

Aku mencoba tersenyum, lalu sebelum air mata bodoh itu mengalir keluar, aku memeluk Luke dan pergi.

***

Hal pertama yang kulakukan ketika sampai di rumah adalah mencari ke bawah bantal dan mengeluarkan buku super tebal berjudul PANDUAN MANUAL UNTUK ORANG-ORANG BODOH MENGENAI STARSFALL. Ketika kubuka, aku bahkan nyaris tidak bisa membaca isinya karena tulisannya sangat kecil. Bayangkan saja, halaman kertas yang mulai berjamur dengan empat kolom berisi penjelasan sejarah Starsfall. Hal yang dapat kubaca selama satu jam hanyalah; Starsfall, dunia, dimensi, manusia, dan semesta. Bukan karena aku bodoh, tapi saking kecilnya huruf-huruf tersebut, semuanya terlihat seperti semut-semut berbaris. Pada akhirnya, aku menutup buku itu dan mencoba menghubungi Levi.

Dia menjawab pada dering kelima.
"Summer?"

Aku berdeham. "Ya, ini aku. Dengar, apa saja yang kau tahu mengenai Starsfall? Mengingat kau berteman dengan Autumn dan pada dasarnya Autumn adalah diri Spring yang lain. Dan jika kau belum tahu, Spring adalah penjagaku."

"Aku tahu cukup banyak," Levi kedengaran tak yakin. "Hai, aku tidak suka berbicara melalui telepon. Mau bertemu saja? Aku bisa datang ke rumahmu. Dan percayalah, aku tahu situasimu sangat sulit."

"Kau akan membantuku?"

"Tentu saja!"

Aku berdeham. "OK, baik. Trims."

"Hebat, aku akan datang pukul tujuh, tidak masalah buatmu?"

"Sempurna."

Selagi menunggu Levi datang, aku mulai memikirkan orang-orang yang kuinginkan menjadi cinta sejati. Rasanya bodoh memikirkan itu. Seseorang yang kusukai dulu bernama Ely, tapi dia sudah punya pacar, dan aku yakin sekali mengincar seseorang yang sudah punya pacar bukanlah sesuatu yang bermoral. Ketika kupikir-pikir, barangkali aku akan mencoba menuruti saran Katherine soal Morgan dan Big J. Jadi aku mulai dari hal paling dasar, yaitu mencari tahu siapa mereka di media sosial.

Sewaktu bunyi klakson terdengar di luar, aku sudah mendapatkan beberapa hal mendasar seperti bahwa Morgan payah dan sama sekali tidak menarik serta Big J masih misterius. Levi berdiri di teras rumah, tersenyum padaku ketika aku membuka pintu.

"Spring bahkan masih menghilang," kataku. "Kau tahu, aku masih berpikir bahwa semua ini lelucon."

"Aku tahu rasanya," Levi duduk di sofa ruang tamu. "Sewaktu Autumn menceritakan padaku soal Starsfall dan sebagainya, aku selalu menunggu saat di mana dia berkata, 'Dude, aku hanya bercanda'," Levi tertawa. "Tapi kau akan terbiasa."

Aku mendesah. "Jadi. Seberapa banyak yang kau tahu tentang Starsfall dan apa yang terjadi padaku?"

"Aku tahu mengenai sistem pemerintahan mereka, bagaimana cara kerja sihir, dan beberapa hal mendasar lainnya. Aku tahu apa yang terjadi dengan Winter Blue dan lingkaran kesialan dan taruhan konyol para kurcaci. Tapi kupikir hal tersebut tidak akan membantu, kau hanya perlu mencari cinta sejati kan?"

"Dan kapan kau tahu semua ini?" tanyaku. "Maksudku, mengapa kau tidak datang padaku dan berkata, 'Summer, kau harus bersiap-siap mendengarkan hal paling gila dan perubahan besar yang terjadi dalam hidupmu!'"

Levi mengerjap. "Yah, kupikir kau dapat mengatasinya. Aku seringnya tidak merespon ketika Autumn mulai bercerita panjang lebar mengenai suatu kejadian."

"Aku pusing sekali," kataku. "Aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana! Pagi ini Spring baru saja mengembalikanku sejak dia melemparku ke Hunger Games dan The Maze Runner!"

Levi bersandar di sofa, memandangiku. "Aku sering dengar cerita itu dari Autumn. Tidak menyangka bahwa kau yang akan mengalaminya. Sebenarnya Summer, semuanya sederhana, kau hanya perlu fokus mencari cinta sejati, itu saja."

Aku menatap kuku-kuku kakiku. "Aku tidak suka dilemparkan ke situasi yang asing. Spring mengatakan segala hal seolah aku mengerti apa yang dia katakan. Dan dia tidak mengizinkan Katherine dan Krissy tahu." Aku mulai frustrasi sekarang. "Dan bahkan aku tidak tahu bagaimana caranya mencari cinta sejati, maksudku, lihat aku!" aku menunjuk diriku sendiri. "Aku bukan siapa-siapa."

Levi tersenyum lebar. "Oh, itu mudah. Serahkan padaku dan kau akan jadi hebat."

Aku mengerjap, menatap Levi bingung. "Kau akan melakukan hal sinting, kan? Seperti dulu."

Levi menaik-turunkan alisnya. "Tapi aku yakin kau akan suka. Hei, aku lapar, mau pesan pizza?"

Aku mengangkat tangan. "Tunggu, mengapa sekarang kau ingin membantu padahal tadi kau bilang--"

"Summer, jangan terlalu diambil pusing. Jadi kau mau pizza atau tidak? Setelah itu baru kujelaskan apa yang akan kita lakukan."

Aku mendesah keras-keras sebelum mengangguk (aku tidak punya pilihan lain), sama sekali tidak menyangka bahwa pertemanan kami yang canggung sejak kejadian lab akan kembali seperti semula ketika duniaku jungkir balik. []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro