Bab 18: SEKALI INJAK PEDAL GAS

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



Sembilan tahun lalu

"Dexa aja manggil dia Siluman Bule," ucap seorang murid perempuan.

Tanpa menoleh ke arah belakang, Dexa tahu siapa yang sedang bicara. Dia adalah salah satu murid perempuan yang sekelas dengannya.

Dexa terus memasang telinga karena namanya disebut-sebut. Ia yakin, orang yang dibicarakan adalah dirinya. Dexa bukanlah nama yang umum, ditambah lagi ada kata Siluman Bule yang merupakan julukan yang lebih tidak umum lagi.

"Menurut gue, emang cocok, sih. Dengar aja cara ngomongnya. Sok internesyenel!"

Dexa tidak mengenali pemilik suara kedua. Ia menduga sosok itu berasal dari kelas lain. Sebagai ketua kelas, Dexa cukup mengenal suara teman-teman sekelasnya. Meski mereka baru sebulan saling mengenal.

"Gak cuma sok internesyenel. Dia juga lebay. Kata Mpok Kantin, dia heboh banget waktu tahu di kantin ini jualan mie instant dan bakwan. Katanya, di sekolah dia dulu, enggak ada makanan-makanan ini. Adanya tuh cuma spaghetti, sushi, fish and chips, jus, gitu-gitu, deh," cerita sosok yang pertama.

Dexa menahan tawa. Ia ingat kejadian yang sedang diceritakan. Farah melompat-lompat kegirangan ketika membaca menu yang ditempel di dinding. Kejadian itu menarik perhatian pengunjung kantin, termasuk Dexa yang baru selesai jajan.

Bukan itu saja. Farah itu juga pernah histeris sambil memegang es teh cekek, seperti anak kecil yang akhirnya mendapat hadiah mainan yang selama ini diidamkan. Saking senangnya, perempuan itu bahkan membawa pulang es teh yang dibelinya di jam istirahat pertama.

"Pamer banget, kan, ya? Kalo emang orang kaya, kenapa pindah ke sekolah digit? Mending tetap di sekolah internasional. Dia bisa tetap bergaul sama teman-teman se-frekuensinya. Daripada di sini, dia malah jadi kaya alien, kan?" timpal sosok kedua.

"Bener banget! Dia jadi seperti sosok yang nyebelin. Gue yakin banget, Dexa juga pasti kelewat sebal sama dia. Makanya sampe ngasih julukan Siluman Bule itu."

Dexa hampir saja menyemburkan pentol bakso yang sedang dimakan. Murid perempuan yang sekelas dengannya itu berlagak seolah-olah tahu apa isi hati orang yang dibicarakan. Dexa ingin sekali menghampiri sosok itu dan memberi tahu bahwa semua hipotesisnya salah. Ia sama sekali tidak sebal atau kesal pada Farah. Itu hanya cara Dexa agar Farah terus mengingatnya.

Akan tetapi, Dexa urung melakukannya. Ia terpikir satu ide yang akan membuat murid-murid di kelas mau berteman dengan Farah sekaligus membuat perempuan itu semakin sulit untuk melupakannya. Sekali injak pedal gas, empat lima mobil tersalip.

***

Masa kini

"Terima kasih banyak, Miss Farah." Arya, kepala SMA 514 yang baru, menjabat erat tangan Farah sambil tersenyum puas.

"Terima kasihku kuucapkan, pada Miss Farah yang tulus."

Farah tersipu karena mendengar Dirga menyanyikan Hymne Guru dengan beberapa perubahan lirik. Sementara rekan-rekan guru yang lain, baik yang hadir di aula maupun lewat daring, mulai bertepuk tangan dan mengucapkan terima kasih. Termasuk Siska yang mengikuti diseminasi melalui daring karena sedang berada di Nusa Penida.

Sambil tersenyum dan menganggukkan kepala, Farah juga mengucapkan terima kasih kepada semua peserta yang mengikuti diseminasi. Farah kembali mengingat percakapannya dengan Dexa di ruangan bimbingan konseling dua minggu yang lalu.

'Saat awal masuk SMA, tidak ada yang mau berteman dengan kamu. Kamu dianggap spesies lain dan diasingkan karena sok internesyenel dengan bahasa yang campur aduk. Lalu setelah kamu mentraktir teman-teman sekelas, apa yang terjadi? Boom! Kamu mulai punya teman.'

Awalnya Farah menduga ide brilian Dexa adalah menyuruhnya mentraktir teman-teman guru. Sama seperti yang pernah terpaksa dilakukannya pada teman-teman sekelas sembilan tahun yang lalu.

Akan tetapi, Dexa malah tertawa dan mengingatkan fakta bahwa gaji yang diterima oleh rekan-rekan guru lebih banyak dari milik Farah. Maka mentraktir makanan bukanlah solusinya.

'Kamu bikin aja diseminasi untuk guru. Mirip-mirip seperti seminar. Bedanya, ilmu yang kamu bagikan berasal dari ilmu yang kamu dapatkan dari seminar atau pelatihan yang pernah kamu ikuti. Kamu pernah jadi peserta pelatihan international, kan?'

Sebelum pindah ke SMA 514, Farah memang pernah mengikuti pelatihan internasional secara daring yang diadakan selama 2 minggu. Pelatihan khusus guru di regional Asia Tenggara itu diisi oleh narasumber yang berasal dari berbagai negara, mulai dari USA, United Kingdom, India, Singapore, dan Indonesia. Dexa melihat fotocopy sertifikat pelatihan itu di berkas yang Farah serahkan saat mengira Dexa adalah kepala SMA 514.

'Rancang agar diseminasi ini bisa diikuti secara offline dan online, sehingga banyak yang akan berpartisipasi. Guru-guru pasti menyambut hangat acara ini karena bisa menambah poin penilaian kinerja mereka. Secara tidak langsung, Pak Arya juga pasti senang karena poin guru-guru akan mempengaruhi poin penilaian kinerjanya. Undang juga guru-guru dari sekolah lain untuk membuat nama sekolah kita semakin dikenal. Sekali injak pedal gas, empat lima mobil tersalip.'

Mengingat pepatah yang diucapkan Dexa tempo hari, Farah mengulum senyum. Pria itu memang benar. Bukan hanya mencairkan suasana dengan para guru, diseminasi ini juga mendapat respon yang baik dari Arya.

"Yang dikatakan Pak Dirga benar sekali." Arya menghadap guru-guru yang masih duduk di kursi masing-masing. "Belum jadi KKP, belum jadi ASN, juga belum punya kewajiban untuk mengumpulkan poin penilaian kerja. Tapi Miss Farah mau mengadakan diseminasi yang menguntungkan kita semua. Membuat poin kita bertambah. Tidak ada kata lain selain tulus."

Arya lalu memutar badan menghadap Farah. "Saya doakan, semoga Miss Farah bisa segera menjadi abdi negara. Agar ketika lain waktu jadi narasumber lagi, Miss Farah juga bisa sekalian mengumpulkan poin untuk Miss Farah."

"Aamiin. Terima kasih, Pak." Farah mengangguk takzim. Seharusnya, narasumber dan peserta seminar, pelatihan, maupun diseminasi akan mendapatkan poin. Namun karena masih berstatus sebagai guru honorer, Farah tidak mendapat apa-apa.

Arya kembali menghadap ke arah guru-guru. "Saya harap, diseminasi-diseminasi seperti ini bisa diadakan lagi di sekolah kita. Agar kita bisa saling membantu rekan-rekan kita dalam mengumpulkan poin. Ini yang dinamakan dari kita, oleh kita, dan untuk kita. Benar, tidak?"

"Benar, Pak!" Kompak, guru-guru mengiyakan kata-kata Arya.

"Sebelum kita tutup acara hari ini, saya ingin mengumumkan satu hal. Menimbang prestasi anak-anak kita di ajang olimpiade tingkat kota dan untuk meningkatkan semangat dari murid-murid lain, mulai minggu depan sekolah kita akan punya ekstrakurikuler baru. Namanya Math Club.

Sebenarnya dalam peraturan, guru di sekolah yang bersangkutan tidak boleh menjadi pelatih ekskul. Kecuali, guru itu masih berstatus honorer. Maka agar ekskul ini segera berjalan," Arya kembali memutar tubuh menghadap Farah, "saya meminta Miss Farah untuk menjadi pelatih Math Club SMA 514. Miss Farah bersedia?"

Farah sontak melirik ke arah Dexa yang sedang menujukkan pose menembak ke arahnya. Saat itu Farah tahu, ini adalah hasil kerja Dexa. Math club adalah kamuflase dari kelompok belajar tambahan Matematika.

Dengan ekskul ini, Farah tetap bisa memberi pengayaan sekaligus remedial. Pengayaan bagi siswa-siswa yang telah melampaui ketuntasan belajar atau yang ingin mengikuti berbagai kompetisi, sedangkan remedial khusus bagi siswa yang masih kesulitan dalam memahami pelajaran Matematika. Bonusnya, Farah akan mendapat gaji tambahan karena ada anggaran dalam biaya operasional sekolah yang bisa digunakan untuk membayar pelatih ekstrakurikuler.

Sekali injak pedal gas, empat lima mobil tersalip.

***

Sembilan tahun lalu

"Total jajanan anak-anak X-A berapa, Mpok?"

Petugas kantin segera mengambil selembar kertas yang berisi catatan jajanan, lalu menyodorkannya pada Dexa. "Totalnya 569.000."

Dexa mendecak. Teman-teman sekelasnya memang paham cara memanfaatkan situasi. Begitu tahu bahwa hari itu Farah yang akan mentraktir, mereka pun mengambil jajanan tanpa ada rasa bersalah dan khawatir.

"Sisanya Farah yang bayar," ucap Dexa sambil mengulurkan 3 lembaran uang seratus ribu.

Petugas kantin itu mengernyit, lalu menatap Dexa dengan bingung. "Bukannya Neng Parah yang bayarin semua? Kan yang ulang tahun Neng Parah."

"Ssst!" Dexa meletakkan telunjuk di depan bibir. "Jangan bilang siapa-siapa, termasuk Farah."

***


Es teh cekek yang dibawa Farah sampai pulang ke rumah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro