Bab 22: INERSIA

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"What are you doing?" Farah yang memasuki kelas XI-C berseru karena terkejut. Basah dimana-mana; lantai, dinding, hingga meja-meja.

"Fun physic," ucap Dexa singkat sambil terus duduk bersandar di meja.

Sementara di depan kelas, seorang murid tengah memegang ember bertali. Ada jejak-jejak air di bibir ember. Maka tanpa bertanya, Farah tahu dari mana asal basah di kelas tersebut.

"Maaf, Pak. Harusnya ini berhasil. Tapi karena bunyi pintu diketok, saya jadi enggak konsen dan airnya tumpah." Murid laki-laki tersebut berusaha membela diri.

"Enggak apa-apa." Dexa menanggapi sambil tersenyum. "Coba ulangi lagi."

Mendapat persetujuan, murid tersebut mulai kembali mengayun-ayunkan ember bertali jauh ke samping kanan, ke atas kepala, ke kiri, hingga kembali ke bawah. Ember itu kembali berputar 360 derajat selama berkali-kali. Semakin cepat dan semakin cepat.

Awalnya Farah sempat bergidik, khawatir air di dalam ember mengenainya yang masih berdiri di ambang pintu. Namun ternyata, dugaannya salah. Air tetap tidak tumpah berapa kali pun ember bertali diputar-putarkan.

"Ini namanya hukum inersia," ucap Dexa ketika murid tersebut berhenti memutarkan ember. Seluruh murid mulai mendengarkan guru fisika tersebut.

"Kalian pernah mempelajari Hukum Newton 1 dan mengenal istilah kelembaman atau inersia. Ada salah satu prinsip dasar benda dalam Fisika klasik yang menjelaskan sifat benda yang menolak perubahan keadaan geraknya. Karena efek gerakan cepat dari ember yang berputar, air ini juga menolak hukum gravitasi yang harusnya terjadi padanya." Alih-alih menanyakan keperluan Farah, Dexa justru melanjutkan penjelasan.

Sementara itu, Farah hanya bisa mendengkus. Ia tahu betul bahwa Dexa bukan hanya sedang menjelaskan hukum inersia pada murid-murid, tapi juga sedang memberi tahu Farah bahwa lantai basah di kelas punya arti yang sangat besar.

"Sama seperti kalian yang merasa didorong ke belakang saat mobil melaju cepat. Atau gasing yang dalam kondisi diam tidak bisa berdiri di atas penyangga yang kecil, tapi ternyata bisa berdiri tegak dalam kondisi berputar cepat. Itu contoh hukum inersia dalam kehidupan kita. Sampai di sini, kalian paham?"

"Paham, Pak!" Serempak, murid-murid mengiyakan.

"Bu Farah paham juga?" Dexa berpaling pada Farah yang mau enggak mau mengangguk.

Perempuan itu lalu memberi isyarat untuk berbicara sebentar. "Pak Kepala Sekolah minta kita ke ruangannya saat jam istirahat pertama," ucap Farah setelah mereka berdua berada di luar kelas.

"Kenapa?"

Farah mengangkat kedua bahu, isyarat tidak tahu. Perempuan itu lalu melangkah pergi menuju kelas yang harus ia ajar selanjutnya.

***

"Ada dua hal yang membuat seorang guru mutasi atau pindah ke sekolah lain." Arya membuka percakapan.

Dexa dan Farah yang diminta untuk datang ke ruangan kepala sekolah, duduk sambil menyimak kata-kata Arya. Dalam hati masing-masing, keduanya mencoba menebak-nebak arah pembicaraan sang kepala sekolah.

"Pertama karena sistem atau perintah dari atasan, seperti yang terjadi pada Bu Sukma," Arya melirik ke arah Farah yang langsung menunduk. "yang kedua karena permintaan sendiri."

Meski sudah beberapa bulan berlalu, Farah masih merasa tidak enak hati jika ada yang menyebut nama Sukma atau sekedar menyinggung kata mutasi.

"Walaupun bisa dilakukan dengan permintaan sendiri, proses mutasi tidak sederhana. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Misalnya, guru itu harus berstatus sebagai ASN dan sudah mengabdi di sekolah awal minimal 10 tahun," lanjut Arya.

Pria dengan kepala mulai beruban itu menjeda sambil memikirkan kalimat yang tepat untuk melanjutkan hal yang perlu disampaikan. Dia menatap Dexa dan Farah secara bergantian sambil menimbang-nimbang keputusan yang sudah dibuat dengan mempertimbangkan saran dari wakil-wakilnya. Sulit, tapi dia tidak punya pilihan lain.

"Syarat lain yang wajib dipenuhi adalah sekolah yang dituju harus memiliki posisi guru yang kosong," tambah Arya.

"Bapak mau memutasi salah satu dari kami?" tanya Farah berusaha menyimpulkan alur penjelasan Arya yang panjang lebar. "Tapi, saya dan Pak Dexa, kan, belum jadi ASN."

Arya mengulum senyum. Sepertinya dia bisa langsung ke inti masalah. "Justru sekolah ini yang akan kedatangan guru baru. Namanya Bu Paramita. Sebelumnya beliau mengajar di SMA 745 Pangkal Pinang, mata pelajaran Fisika."

"Bukankah tidak ada posisi kosong untuk guru Fisika di sekolah kita, Pak?" tanya Farah tidak yakin. Sepengetahuannya, jumlah kelas dan jam Fisika di SMA 514 memiliki proporsi seimbang dengan jumlah guru yang mengajar mata pelajaran tersebut.

"Selama posisi itu masih diisi oleh guru yang berstatus honorer atau bahkan KKP, menurut pemerintah, posisi itu masih kosong," jelas Arya.

"Lalu, bagaimana dengan nasib guru honorer atau KKP yang mengajar mata pelajaran yang sama, Pak? Apakah jam mengajarnya akan berkurang?" Farah melirik ke arah Dexa yang terus menatap Arya tanpa berkedip. Ia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Dexa. Apakah pria itu senang karena kemungkinan jam mengajarnya berkurang atau malah kesal? Bukankah Dexa sangat terobsesi untuk menerapkan metode-metode uniknya dalam proses pembelajaran?

"Untuk menjaga keseimbangan, jika ada yang masuk, maka harus ada yang keluar." Akhirnya kalimat tersebut keluar dari mulut Arya.

"Apa sekolah kita tidak bisa menolak, Pak?" tanya Farah. Ia akhirnya tahu kenapa mereka berdua dipanggil ke ruang kepala sekolah.

"Sekolah yang masih memiliki posisi guru kosong, tidak bisa menolak guru yang dimutasikan karena dinas pendidikan memiliki data setiap sekolah yang ada di wilayah mereka, termasuk jumlah dan komposisi guru-guru yang mengajar di sekolah itu. Data ini juga yang dijadikan dasar untuk penempatan guru mutasi."

"Tapi Pak Dexa adalah salah satu guru terbaik di SMA kita. Beliau punya banyak ilmu, pengalaman, dan metode unik untuk mengajar." Meski mereka sering bersilang pendapat, Farah tetap mengakui kualitas Dexa. Sungguh disayangkan jika SMA 514 melepaskan guru berbakat tersebut.

Seperti penjelasan Dexa tentang hukum inersia di kelas XI-C, Farah ingin menolak perubahan komposisi guru yang terjadi di SMA 514. Farah punya banyak alasan untuk itu. Namun satu yang pasti, ia hanya tidak mau Dexa pergi.

"Bu Farah benar sekali," ucap Arya. "Saya dan wakil-wakil kepala sekolah yang lain sepakat bahwa Pak Dexa adalah salah satu guru terbaik di SMA kita. Oleh karena itu--"

Dexa yang sudah memahami situasi, langsung angkat bicara. "Kebetulan sekali, Pak. Momennya pas sekali."

Terkejut, Farah berpaling ke arah Dexa. Apakah pria itu tidak melihat usaha kerasnya untuk bernegosiasi dengan Arya? Dan saat negosiasi itu sepertinya hampir sukses, kenapa Dexa malah memotong pembicaraan?

"Beberapa hari ini saya memang sedang bimbang karena teman-teman sesama awardee, sesama alumni peraih beasiswa, akan membuat satu proyek. Saya diajak untuk ikut serta. Ini tawaran yang menarik, tapi di satu sisi saya tidak bisa meninggalkan tugas mengajar di sini karena khawatir tidak ada yang menggantikan. Jadi, kehadiran Bu Paramita seperti takdir. Sekarang saya tidak ragu untuk mengajukan surat pengunduran diri."

Mendengar kalimat demi kalimat dari mulut Dexa membuat Farah kaget. Ia sama sekali tidak tahu bahwa pria itu punya rencana untuk berhenti mengajar. Bukankah dulu Dexa mengatakan bahwa dia ingin agar ilmu yang didapatkan bisa memberikan sumbangsih pada pendidikan di Indonesia?

Lalu, apa maksud Dexa dengan proyek itu? Apakah Dexa tidak tahan untuk tetap menjadi guru? Apakah dia sama seperti sebagian lulusan-lulusan luar negeri yang lain? Apakah akhirnya Dexa merasa telah menyia-nyiakan ilmu dan waktunya karena tetap menjadi guru honorer?

Sementara itu, Arya tertegun selama beberapa detik. "Pak Dexa salah paham. Menurut rencana kami--"

"Kira-kira, kapan saya bisa mulai undur diri dari sekolah, Pak?" potong Dexa. "Soalnya saya harus memberi kepastian ke teman-teman saya."

Farah melengos. Ternyata ia sudah salah menilai Dexa.

Sementara itu, Dexa berusaha keras meyakinkan diri sendiri untuk keputusannya barusan. Seperti air dalam ember di kelas tadi, dia menolak perubahan terhadap komposisi guru yang akan terjadi SMA 514. Inersia.

*** 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro