22. Tamu Istimewa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ketika sang author malah masuk ke cerita :v

.
.
.
.

Seorang gadis mengetik sesuatu di hpnya dan earphone terpasang rapi di kedua telinganya. Kadang kala terhenti dan kembali melanjutkan kegiatan mengetiknya. Ia akhirnya terhenti sambil menyenderkan kepalanya pada kasur yang menjadi senderannya. Tiba-tiba saja hpnya tak dapat di ketik.

"(Mampus, baru ganti hp,)" pikir gadis itu dengan wajah panik.

Baru saja hpnya ia letakkan di depannya, layar hpnya memutih membuat gadis itu bertambah panik. Tiba-tiba saja cahaya keluar dari hpnya yang membuatnya harus menutup kedua matanya.
.
.
.
Sinar yang lebih terang mencoba menerobos sepasang mata. Gadis itu terbangun lalu melihat sekelilingnya. Hanya terdapat lapangan rumput dengan beberapa tumbuhan yang tumbuh di sana.

"Ini di mana? Di mana ini? Mana ini di?" tanyanya pada dirinya sendiri sambil terus melihat sekelilingnya.

Ia tak sengaja menyentuh sesuatu, saat ia lihat ternyata itu adalah hpnya. Gadis itu mengambil hpnya dan mencoba menyalakannya.

"Kagak ada aplikasi?! Ini kenapa?!" serunya panik.

Tak lama muncul aplikasi music membuat gadis itu terdiam bingung.  Lalu muncul aplikasi note yang membuat gadis itu teridiam. Ia membua aplikasi note itu dan melihat berbagai draf yang ada di sana.

That Girl POV

Ini... Ini adalah... senyumku mengembang melihat isi note itu. Bagaimana tidak? Isinya adalah kenanganku, cerita yang aku buat saat kelas dua SMP.

Pertama kali masuk watty, pertama kali mempublish sebuah cerita. Kalau di pikir-pikir sayang sekali aku menghapus cerita pertama itu. Hehehe...

Jadi ingat bagaimana cerita Adventure In Magic World ini di buat. Hanya karena keinginan membuat cerita dengan cewek yang menjadi cowok itu terlihat keren, jadilah bagian awal garis besarnya. Hanya karena menyukai anak kembar, jadilah Devis dan Deva. Oh iya, saat itukan mau nambahin pas Deva lawan ular, ternyata malah nggak jadi di masukin. Hahaha!

Tetapi sudah berapa tahun ya sama AIMW? Dari kelas sembila-nan sampai sekarang... sudah hampir tiga tahun? Atau lebih? Sepertinya belum tiga tahun deh. Dulu rajin banget up AIMW, sekarang malah jarang. Kok bisa ya pas itu aku lancar banget ngetiknya? Tapi pertarungannya masih aneh, kebanyakan percakapan. Nostalgia banget deh.

Jadi inget pas itu sampe histeris banget pas mencapai ratusan. Kebingungan cari cover juga ada. Sampai di bantu lagi, tapi sayangnya nggak ada yang pas sama image AIMW. Huft. Oh dulu juga aku lagi seneng-senengnya gambar sampe bikin mereka berlima. Maunya Deva sama Hayate juga gara-gara Deva tu cerminanku dan aku lagi suka sama yang berbau Jepang. Tapi aku nggak bisa masak. Hahaha.

Nggak bisa masak, nggak bisa Karate. Deva tuh karakter yang aku inginin banget. Tapi kekanakannya hampir mirip sama aku. Yang book pertama fokus ke adventure-actionnya kenapa book kedua jadi romancenya ya? Dasar anak puber gini dah. Eh tapi nggak ada cowok 3D yang menarik tuh. Walaupun udah pacaran.... Tapi mantan pada nda bener. KOK BISA SAMPE SANA SI?!

Aku kembali melihat isi dari draf note tersebut. Kembali teringat saat mengetik salah satu chappie, saat itu bener-bener kebingungan. Untungnya ngetik di hp, jadi pas mama beli plastik aku bisa ngetik itu di mobil. Masih inget banget tuh momennya. CUMAN SAYANG BANGET MALAH EROR DAN KETUKER SAMA CHAPPIE MY BUTLER!! TRUS AKU BARU TAU BISA DI GANTI SAAT BEBERAPA BULAN SETELAHNYA!!!

Hanya dengan memukul-mukul tanah tak dapat membalik kekecewaanku. Sayang banget aku udah nggak begitu hafal apa yang aku ketik. Kalau ke potong-potong nggak enak di baca. Itu momen yang nggak bisa di gantiin tuh.

Pas mulai AIMW book 1 tu kelas dua SMP, mulai di watty tu kelas tiga SMP selesainya kelas satu SMA. Lama amat aku bikinnya yak? AIMW book 2 aja sekarang blom selesai. Aku merebahkan kembali tubuhku di atas rumput dan melihat langit dengan senyuman.

Aku memejamkan mata dan kembali mengingat perasaan saat mengetik. Lucunya apa yang sedang aku baca ataupun tonton dapat mempengaruhi cerita. Seperti saat menonton anime dog days, itu yang melahirkan yin dan yang punya Deva dan Devis. Saat itu baca manga naruto eh malah chappie awal AIMW book 2 Deva jadi mudah kesal karena hal sepele. Well, nda keliatan banget sih tapi ada.

Aku tersenyum makin lebar karena mengingat saat membayangkan chappie 'es campur' itu. Sun Go Kong? Titan banci? Power rangers? Kadal berjalan dengan kedua kaki? Kamehameha? Shugo Chara? Darimana aku bisa kepikiran seperti itu? Bahkan isi kepala sendiri tak dapat aku tebak. Menyenangkan. Aku senang aplikasi ini ada. Aku akan terus melanjutkan cerita ini karena sebentar lagi aku akan berpisah dengan mereka di watty.

"Devis!!" terdengar suara nyaring wanita yang membuatku melihat arah suara dengan tatapan tak percaya.

"Wut?!"

Aku mendekati sebuah semak-semak dan mengintip dari sana. Untung saja semak-semak tersebut hanyalah kumpulan daun dengan ranting kecil yang lentur, tidak seperti semak-semak yang pernah aku lihat sebelumnya. Hanya ada batang-batang besar yang menghalangi.

Terlihat seorang gadis dengan surai coklat keemasan sedang mencari sesuatu tanpa melihat di depannya dan terjadilah sebuah kecelakaan kecil. Ringisan keluar dari mulut yang menabrak dan ditabrak.

Loh diakan?! Nggak salah lihat nih? Betewe itu Deva kan? Kok bisa....

"Ma-maaf, aku sedang mencari seseorang...."

"Ah, aku juga salah. Maafkan aku," kata Deva.

Sungguh. Ku. Tak. Per. Ca. Ya.

Gadis yang menabrak itu menangkat wajahnya dan terkaget dengan seseorang di depannya.

"Devis?!"

"Ah, maaf. Kau salah orang," kata Deva sambil tertawa pelan.

"Be-begitukah? Maaf, kau sangat mirip dengannya," kata gadis itu merasa bersalah.

"Tenang saja, banyak yang mengatakan hal itu," kata Deva dengan senyum di wajahnya.

Oke, aku putuskan namanya adalah Alya. Tunggu, apakah ada nama yang lebih bagusan? Airen? Bagus sih artinya, tapi Alya lebih simpel. Oke namanya adalah Alya. Lagipula Airen selalu aku pakai. Ya nggak selalu juga sih.

"Deva!" panggil sebuah suara dan tampaklah bapak-bapak berkumis.

PAK LEO?! Eh? Kak atau pak ya? Hm... Kak aja sekali-kali biar dia seneng dari pada dibuli sama Deva. Hahahaha!

"Oh, kak Leo, ada apa?" tanya Deva bingung tetapi senyuman terpasang di wajahnya.

"Apa kau melihat Devis?" tanya kak Leo sambil menengkan nafasnya.

Sedangkan Alya menatap kak Leo tak percaya. Tak percaya ada seseorang yang berbicara sesantai itu kepada guru killer kecuali Devis dan Katryson.

"Tidak, lagipula mengapa Devis di cari? Dia melakukan kesalahan?" tanya Deva berdecak pingang.

"Tentu saja tidak, dia tidak sepertimu," kaya kak Leo datar.

"Oh terimakasih," kata Deva menahan kekesalannya sedangkan aku menahan tawaku.

Kak Leo terlihat menyadari Alya yang berada di belakang Deva membuat Alya kaget dan ketakutan.

"Apa kau mencari Devis juga?" tanya kak Leo yang di jawab anggukan cepat oleh Alya karena ketakutan.

"Ah!" seru Deva yang membuat kedua orang termasuk aku kaget.

"Aku dapat info dimana Devis sekarang," kata Deva sambil tersenyum senang.

"Kalau begitu antar kami."

"Haaaah?! Aku kira kak Leo akan memintaku untuk menyebutkan nama tempat itu bukannya mengantarkan," kata Deva dengan wajah kesal yang di buat-buat.

"Kau tidak ada kerjaan bukan? Kalau begitu sekalian saja antarkan kami," kata kak Leo datar.

"Oke tentu, aku juga ingin ke sana. Tetapi sebelum itu...."

Glek! Aku lupa kalau Deva tuh peka banget sama yang ginian! Mampus dah gua.

Deva mendekat dan aku dengan pasrah membiarkan ia menyibak semak-semak yang menjadi tempat sembunyiku.

"Siapa kau?" tanya Deva tenang, tak seperti kak Leo dan Alya yang kaget melihatku.

"Kalau aku jawab juga nggak bakalan percoyo," kataku yang membuang pandanganku.

"Sek, kau bukan dari sini?" tanya Deva bingung.

"Iya. Aku bukan dari sini," kataku dengan nada asal.

"Rasanya aku pernah melihatmu deh," kata Deva dengan tatapan introgasi.

Aku menepuk kedua tanganku. Tentu saja, diakan sudah pernah ketemu denganku, yah walaupun wujudku rada abal-abalan.

"Siapa namamu?" tanya kak Leo yang berjalan mendekatiku dan Deva.

"Christine," jawabku cepat.

"Seperti pernah dengar," kata Leo sambil berpikir.

Kau pikir authormu siapa?! Oke hanya wajah sedatar mungkin yang dapat aku tunjukan. Walaupun aku ingin mengamuk dan menjambak rambutnya, tapi dia sudah tua.

"Aku lapar, minta makan dong," kataku dengan nada merengek tetapi dengan ekspresi datar.

Deva dan kak Leo beserta Alya saling melihat satu sama lain. Akhirnya Deva mengulurkan tangannya, "ayo, ikut kami," kata Deva sambil tersenyum.

Aku mengangguk lalu menerima uluran tangannya. Dalam perjalanan, tak ada satupun dari kami berempat yang membuka suara. Itu yang aku pikirkan, sampai Deva mengangkat suara.

"Jadi dari mana kau?" tanya Deva.

"Dipastikan bukan dari dunia ini," kataku ragu. Ini adalah dunia cerita yang aku bikin sendiri. Kok iso tu lo???

"Dari mana kau datang?" tanya kak Leo.

Aku merogoh saku celanaku dan menunjukan hp dengan earphone yang terpasang, "dari sini."

"Apa maksudmu?" kini Alya yang membuka suara.

Aku menaikan kedua bahuku, "ku tak tau, hanya saja hpku bercahaya dan aku telah sampai di sini."

Ketiga orang itu mengangguk seakan-akan mengerti tetapi aku yakin mereka sama sekali tidak mengerti. Sesampailah kami di sebuah bagunan rumah. Oh, ini adalah rumah yang dikasih pak Ifan. Jadi inget saat Edward dan Hayate memakai Dress.

"Apa yang lucu?" tanya kak Leo bingung.

"Ti~dak, bukan apa-apa kak Leo," kataku sambil berjalan masuk ke dalam bangunan itu.

Dapat di pastikan kak Leo menatapku dengan tatapan bingung plus kesal plus waspada.

Sampai di dalam, seperti biasa mereka berkumpul di ruang tengah yang merupakan ruangan terbesar yang berisi sofa-sofa yang empuk. Perhatian mereka kini terarah ke pintu keluar dengan. Santai aku berjalan menuju meja yang terdapat beberapa biskuit di atasnya. Katryson langsung menarik salah satu tempat biskuit yang ingin aku ambil.

"Siapa kau?" tanya Katryson dengan tatapan tajam.

Karena malas, aku mengambil tempat biskuit yang lain tetapi kembali di tarik oleh Katryson dengan tatapan tajamnya. Untung saja aku tidak membuatnya tampan, kalau nggak mungkin aku nda bakalan tega.

"Akan aku beritahu setelah makan, cepat berikan biskuit itu," gerutuku kesal dengan tangan yang meminta kembali.

"Sudahlah, berikan saja," kata Chloe yang membuat Katryson menghela nafas kesal lalu menaruh kembali biskuit-biskuit itu.

Bersiaplah kalian masuk ke dalam mulutku wahai para biskuit. MUHAHAHAHAHA!!

"Ngomong-ngomong Devis, ada yang mencarimu," kata Deva yang mengalihkan perhatian.

"Siapa?" tanya Devis bingung.

Aku duduk bersila sambil menyantap biskuit dan menonton pertunjukan yang tak akan pernah terjadi berulang kali. Kak Leo dan Alya masuk ke dalam ruang tengah yang membuat Devis bingung dan sedikit kaget.

"Alya? Mengapa kau mencariku?" tanya Devis bingung.

Leo berdehem yang membuat semua pandangan menuju ke arahnya. "Aku mencarimu untuk menyerahkan ini," kata Leo sambil menyodorkan selembar kertas yang terlipat rapi.

Devis menerimanya dan membuka kertas itu, Katryson yang berada di dekat Devis ikut melihat apa yang ada di dalam kertas itu lalu langsung merangkul Devis.

"Selamat!" serunya sambil tersenyum senang.

"Apa isinya?" tanya Deva bingung.

"Dia memenangi lomba elit penyihir.  Dengan begini Devis bisa masuk anggota elit," kata Katryson dengan senyum lebar.

"Hebat!" kata Edward sambil tersenyum.

"Selamat," kata Shafira yang juga tersenyum.

Aku yang menonton mereka juga merasakan kesenangan yang sama. Mereka terlalu mengatakan beberapa hal di waktu yang sama, sampai-sampai aku tak dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan. Ya sudahlah~

"Keren banget!" seru Deva sambil menyikut Devis.

"Karena itu dia berbeda denganmu Deva," kata kak Leo dengan senyum kemenangannya.

"Haaah???"

"Tidak, sebenarnya aku merasa bahwa Deva lebih hebat dariku," kata Devis.

"Maksudmu?" tanya kak Leo dan Deva bersamaan.

"Sihir, karate dan yin. Bukankah itu cukup membuktikan bahwa Deva lebih hebat?"

"Wah, jadi malu," kata Deva sambil tersenyum sok malu.

"Lalu Alya, ada apa kau ingin bertemu denganku?" tanya Devis bingung.

Alya menghembuskan nafas pelan sambil tersenyum, "tidak, lupakan saja."

"Dia mau menyampaikan kekesalan padamu Vis," kataku sambil melihat tempat biskuit yang isinya sudah setengah.

"Kekesalan?" tanya Chloe bingung.

"Da-darimana kau tau?!" tanya Alya gugup.

"Tentu saja, aku kan..... cre..-ah, author kalian," kataku dengan wajah datar.

Keheningan terjadi beberapa detik lalu tawa kak Leo lalu Katryson lalu Devis dan yang lainnya memecah suasana.

"Tidak mungkin kau authornya," kata kak Leo sambil menenangkan tawanya.

"Well aku males juga sih kalo di suruh buktiin. Tapi.... aku bakalan buktiin dengan kata-kata," kataku dengan senyum sinis.

"Kata-kata? Sebuah pernyataan?" tanya Hayate bingung.

"Lebih tepatnya sebuah rahasia," kataku sambil melihat ke arah Devis dan Alya bergantian.

"Rahasia apa?" tanya Deva polos.

"Devis dan Alya adalah.... hm?" sebentar... mereka tidak mempunyai hubungan khusus sih.

"Adalah?" tanya Katryson penasaran.

"Oh! Mereka saling suka. Hanya saja mereka sama-sama tidak peka dengan kepedulian satu sama lain," kataku sambil menggeleng pasrah dan memejamkan mataku.

"Eeeh?!" seru Alya dengan wajah merah.

Walaupun menutup mata aku tau bahwa dia sedang malu sekarang. Yaiyalah, wong aku authornya kok.

"Ke-kenapa kau..."

"Wes tak bilang, aku tu author kalian, yang buat jalan cerita kalian sampai sekarang," kataku sambil melihat Devis kesal bercampur pasrah.

"Adakah bukti yang lain?" tanya Edward yang memsang ekspresi tak yakin.

Aku berpikir sejenak. Apakah aku harus memberitahu rahasia memalukan dari merek... tunggu, memangnya ada?

Oh iya!

Aku merogoh sakuku dan meraih hpku, menyalakan hpku dan mencari note yang ada di layar depan hp. Setelah mendapat apa yang aku cari, aku menunjukannya pada mereka isi note yang ada di sana.

"Angka?" tanya Shafira bingung.

"Ya, aku menulis judulnya dengan angka agar gampang mengurutkannya. Lalu di dalamnya ada...-" aku menekan salah satu draft yang berjudlkan angka tersebut.

"Itu jalan cerita kami?" tanya Deva bingung.

"Tetapi bisa saja kau menyalinnya dari author kami," kata Devis tak percaya.

"Wes tak bilang! Aku author kalian!" seruku kesal yang hampir membanting hpku. Sabar... sabar.

Terlihat wajah mereka yang tegang karena teriakanku. Aku mencoba menenangkan diri dengan menarik dan menghembuskan nafas secara perlahan.

"Aku tidak akan memilih membelokkan genre ini hanya untuk sebagai pembuktian. Lagipula ada banyak hal yang harus aku pikirkan di kelas tiga ini," kataku yang seakan-akan ingin menangis tetapi terlalu lelah untuk melakukan itu.

"Kalau begitu biarkan aku bertanya," kata Deva sambil berdecak pingang.

"Silahkan~"

"Mengapa kau lama sekali up di wattpad? Tidakkah kau sadar bahwa kami sedang di tunggu?" tanya Deva serius.

"Anjier, berat kali. Yah... tak ada jawaban pasti mengenai hal itu. Anehnya saat liburan aku terlalu sibuk.... main game. Setelah masuk sekolah semua ceritaku serasa lancar. Eh tidak semua," kataku sambil berpikir-pikir.

"Aku ingin menghancurkannya," kata Devis.

"Jika menghancurkanku itu artinya akan mengembalikanku maka aku akan mau, walaupun aku tak siap dengan dunia itu," kataku lemas sambil melihat ke tembok.

Terdengar hembusan nafas kasar, sepertinya Devis hanya dapat menahan kekesalannya lagi... yang pertama kali saat berhadapan dengan Jason. Oh iya Jason... blom tak kasih tau.

Karena Jason adalah sebuah penemuan dari Alice karena rasa kesepian Alice yang di tinggal meninggal oleh kedua orang tuanya, tetapi Jason telah membuat sebuah kesalahan yang menyebabkan ia harus dikurung sampai hari penghancurannya yang di tentukan oleh Alice.

Pandanganku terkunci pada tembok yang ada di depanku. Kenangan-kenangan mengenai dunia tulis menulis kembali berputar. Hanya komentar yang membuat energi tulis menulisku bertambah. Gila memang.

"Lagi pula," aku berbalik. "Sebentar lagi kita akan berpisah, mungkin ini adalah waktu yang bagus," kataku sambil tersenyum.

Semua ekspresi menjadi sedih. Menatap ke bawah, ke samping, mengosok tengkuk, melipat tangan dan menghembuskan nafas.

"Aku bahkan tak sadar waktu terlalu cepat berlalu," kataku seraya tertawa.

"Jangan berkata seakan-akan kau akan meninggal," kata Chloe kesal.

Aku terdiam lalu tertawa, "lah kalo meninggal artinya aku kagak perlu repot-repot mikirin idup to," kataku sambil memegang perutku.

"Bukan itu maksudku!" seru Chloe.

"Ngerti-ngerti. Tapi setelah ini masih ada satu tantangan lagi yang harus kalian... khususnya Devis lalu Deva, lalui. Aku harap tak ada dari kalian yang kembali nekat dan seenaknya sendiri," kataku sambil menatap tajam Deva yang tertawa pelan.

"Mengapa kau membuat Deva senekat itu?" tanya Leo kesal sambil menunjuk Deva.

"Aku tak tau," aku memalingkan wajahku kesal.

"Hei! Bukankah kau authornya?!" tanya Leo kesal.

"Trus kenapa jika aku authornya yang tak tau mengapa karakterku sendiri senekat itu? Aku hanya membuatnya menjadi seseorang yang peduli dengan temannya dan orang yang menurutnya dapat dipercayai. Sepertinya itu terlalu over." kataku sambil berpikir.

"Bagaimana nanti jika ada sebuah kecelakaan lalu..."

"Tidak, itu tak akan terjadi," kataku serius. "Jika ada, aku akan mengaturnya agar dapat terususun dengan rapi."

"Wah, udara di sini panas..." kata Deva gugup sambil mengibaskan tangannya sedikit.

"Ini mengenaimu Deva!" seru Leo dengan emosi.

"Tenang saja, setelah itu tak akan ada lagi pertarungan. Tak ada lagi hal yang perlu kalian khawatirkan, kecuali mengenai hidup dan keluarga kalian. Tetapi cerita dunia ini akan terus berlanjut. Entah apa akan ada Deva-Deva yang lainnya atau tidak," kataku sambil tersenyum dan sesekali mengangkat kedua bahuku.

"Setelah itu..." ulang Shafira pelan.

"Percayakan semuanya pada Deva, ia yang menjadi poin penting kalian," kataku sambil menunjuk Deva.

"Aku?" tanya Deva bingung.

"Tunggu! Kita tak bisa selalu mengandalkan Deva. Hidupnya sudah pernah terancam!" seru Hayate kesal.

"Aku mengatakan 'percaya' bukan 'mengandalkan'. Kedua hal itu berbeda," kataku sambil tersenyum yang membuat Hayate terdiam.

"Tunggu-tunggu, mengapa aku?" tanya Deva bingung.

"Bukankah kau selalu memikirkan orang lain sebelum memikirkanmu sendiri?" tanya Katryson.

"Yah... iya sih," kata Deva sambil menggosok tengkuknya.

"Apa kau keberatan?" tanyaku bingung.

"Sedikit... bagaimana dengan yang lainnya? Bukankah semuanya juga berperan penting sampai kami dapat berdiri bersama sekarang?" tanya Deva.

Aku tertawa lepas mendengar pertanyaannya. "Kau banget!" aku dapat merasakan semua pandangan menuju ke arahku.

"Memang, cerita ini dapat berjalan karena adanya campur tangan dari kalian semua. Tetapi tangan-tangan itu tak akan bersatu jika tak ada sebuah tangan yang memulai," kataku yang hanya dibalas pandangan bingung dari mereka semua.

"Maksudku, harus ada yang memulai untuk menarik satu sama lainnya. Mungkin awalnya kalian dapat menyatukan perbedaan kalian, tetapi kalian yakin semua itu dapat bertahan? Aku rasa tidak," kataku sambil memasukan kedua tanganku di saku celanaku.

Ekspresi mereka seperti tertegun lalu tersenyum, ada yang memejamkan mata dan ada yang hanya melihat ke arah yang berbeda. Senyumku kembali mengembang.

"Lalu apa yang akan terjadi nantinya?" tanya Devis.

"Ra-ha-sia."

"Haaaaah...."

"Aku tak mau spoiler. Ini sudah lebih dari cukup," kataku sambil membuang wajahku. "Tetapi aku harap ada perkembangan ya, Devis, Alya," kataku yang sukses membuat kedua orang itu bersemu merah.

"Heeeh...." Alya menunjukan ekspresi kagetnya yang bercampur malu.

"Ap-apa?!" tanya Devis kaget yang juga malu.

"Sayang sekali, gambaran Alya hilang saat itu. Kira-kira tak taro di mana yak?"

Deva tertawa pelan sambil melirik Devis dan Alya secara bergantian.

"Kira-kira...." aku dapat merasakan semua pandangan menuju kearahku, "gimana caranya aku pulang?" tanyaku.

"Tidak adakah sebuah tombol di hpmu?" tanya Katryson sambil melihat ke hpku.

"Tidak tau, coba kau lihat," kataku sambil menyodorkan hpku pada Katryson.

Ia menerima hpku, mencoba menekan beberapa kali dan menggeser jarinya ke kiri-kanan, atas-bawah.

"Mengapa tidak ada apapun di sini? Hanya ada tiga aplikasi."

"Tiga?! Kemarikan!" seruku kaget.

Seingatku hanya ada dua, music dan note. Lalu mengapa sekarang bertambah? Saat aku menerima kembali hpku, terlihat sebuah aplikasi yang bernama 'galery' yang langsung aku buka. Terlihat foto-foto yang berkaitan dengan dunia cerita ini, AIMW. Foto gambar Deva, Devis, Chloe, Shafira, Edward, Hayate, Katryson, kak Leo, Rose dan Eric. Foto screen shot dari gambar yang ada di book 1. Rasanya ingin menangis.

"Perjuangan yang panjang!" seruku keras sambil meregangkan tangan ke atas.

"Ada apa denganmu?" tanya Edward bingung.

Aku menatap Edward diam lalu tertawa lebar sambil membiarkan punggungku bersender pada tembok di belakangku.

"Sudah aku tetapkan!" seruku kembali.

"Tetapkan apa?" tanya kak Leo kaget.

"Akan aku tamatkan sampai salah satu dari kalian menikah!"

Perkataanku sukses membut wajah mereka semua memerah, kecuali kak Leo.

"Bisakah kau membuat pasangan untukku?" tanya kak Leo kesal.

"Wah.... susah tuh... coba tanyakan para pembaca, apa mereka mau sama kak Leo?" tanyaku dengan wajah polos.

"Bagaimana caraku bertanya?" tanya kak Leo dengan wajah yang sudah sangat kesal.

"En..... tah!" tawaku kembali meledak sampai aku harus menekan perutku agar tidak sakit.

"Tapi kita lihat saja! Banyak wanita yang ada di dunia ini. Siapa tau kau tiba-tiba sudah punya momongan," kataku sambil tersenyum lebar.

"Tidak mungkin secepat itu..."

"Hoooh... kau tak percaya pada authormu ya?" tanyaku dengan nada jail.

"Sangat," kata kak Leo serius yang membuatku kembali tertawa.

"Sedari tadi kau hanya tertawa, apakah kau tidak lelah?" tanya Devis.

"Lelah? Entahlah, aku pikir aku tak akan lelah dengan apa yang tak tau apakah akan terjadi untuk kedua kalinya," kataku sambil mengusap air mata yang keluar karena terlalu banyak tertawa.

"Jadi... kita tak akan bertemu lagi?" tanya Shafira pelan.

"Setelah cerita kalian tamat, ya. Kalian tak akan bertemu denganku ataupun para pembaca. Masih ada satu tantangan lagi, bersemangatlah," kataku sambil tersenyum lebar.

"Apakah itu berbahaya?" tanya Chloe.

Aku berpikir sejenak, "aku rasa.... kalian tak akan terluka secara fisik, tetapi... hati? Di antara kalian akan merasakan sedih dan kesal di saat yang bersamaan. Jangan sampai salah jalan," kataku serius.

Semuanya terlihat tegang dan beberapa dari mereka mengangguk gugup. Aku tersenyum melihat hal itu. Setidaknya mereka tidak akan benar-benar 'bunuh diri'.

Tiba-tiba hpku yang selalu aku silent kini bergetar. Saat aku lihat, ternyata aku melewatkan sesuatu dari hpku. Aku berdiri, meregangkan kaki dan tanganku.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Hayate

"Saatnya berpisah," kataku sambil berdecak pingang.

"Cepat sekali!" seru Deva kaget.

"Cepat? Aku telah menghabiskan 3430 kata untuk ini, itu artinya waktu mengalir cepat," kataku sambil menggeleng.

"Tapi dari mana kau tau saatnya berpisah?" tanya Katryson bingung.

"Waktu pada hpku. Semakin lama semakin kecil angkanya. Itu artinya sebentar lagi aku harus kembali," entah mengapa aku yakin mengenai hal ini.

Terlihat ekspresi sedih dan pasrah dari mereka.

"Setiap pertemuan dipastikan akan ada perpisahan," kataku lalu menghela nafas pelan. "Tetapi aku tak akan membiarkan pertemuan yang seperti ini," kataku sambil tersenyum lebar.

Deva tersenyum yang menampakkan giginya yang berbaris rapi, "ya, aku juga. Ah bukan, kami!" kata Deva.

"Ingat ya! Jangan pernah melakukan sesuatu dengan perasaan hancur!" seruku dengan ekspresi marah.

"Baik bu," kata Devis sambil tertawa pelan.

"Apa-apaan panggilan itu?" tanyaku pelan sambil tertawa.

Lama-lama pandanganku mulai memutih, saat aku melihat hpku ternyata layarnya juga hampir putih seluruhnya.

"Sampai jumpa lagi!" seru Hayate yang membuat semua pandangan melihat ke arahnya yang sedang tersenyum senang.

Satu per satu dari mereka ikut mengatakan "sampai jumpa lagi". Memangnya kalian tau aku akan datang kembali atau tidak? Aku tertawa pelan.

"Sampai jumpa lagi," ucapku pelan.
.
.
.
.
Aku merasakan dingin di sebelah tubuhku dan kesemutan di tangan kananku. Saat membuka mata, aku dapat melihat laci-laci di depanku. Aku menggerakkan tubuhku ke posisi duduk.

Aku sudah sampai di rumah?

"Udah bangun? Dikira bakalan lanjut sampai pagi," kata papa yang jalan melewatiku.

"Maunya," kataku sambil tersenyum.
.
.
.
.
.
.
.
3656 words.
Belum tamat kok tenang aja.

-(04/09/2017)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro