Part 7: Above the Ashes

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Begitu 2 gadis itu pergi dan Bernard memutuskan kembali ke Ballroom, Kyle langsung tergelak.

"Ia menyebut Mors dan Morbus, dua lieutenant demon-mu, satpam."

"Kau sudah puas tertawa?" Tanya Will sambil memutar bola mata, antara ingin tertawa juga dan tak habis pikir. Iaa begitu kaget mengetahui gadis itu bisa melihat Demons, alih-alih merasa ucapanya lucu. Untung saja dua demons itu tidak menanggapi manusia. "Aku tidak menyangka ia bisa melihat Demons, kau tahu banyak orang bisa melihat jiwa-jiwa yang bergentayangan, tapi sedikit yang bisa melihat Demons."

"Tidak ada yang aneh, Will. Kau tahu aku juga manusia yang bisa melihat Demons," sahut Kyle. "Aku akan kembali ke pestaku, kasihan mereka mencariku. Kau ikut? Bersosialisasi lah Will," lanjutnya sambil nyengir, namun Will menggeleng.

"Jam 12," tegas Will, yang hanya dibalas acungan isyarat 'oke' oleh Kyle. Kalau saja Will tidak berhutang budi pada Kyle, ia tidak akan mengijinkan siapapun meminjam tempat tinggalnya untuk berpesta. Bagi Will tidak ada yang namanya memberi tanpa kembali, semua hal adalah perjanjian. Ada yang diberikan dan ada yang diterima secara adil.

Will menutup pintu kamarnya dan menuju sofa berlengan favoritnya. Ia tidak memberitahu Kyle apa yang sesungguhnya membuat Will kaget saat menatap gadis itu. Begitu sepasang mata berwarna turquoise-perpaduan biru kehijauan- terang itu menatap kearahnya, Will terpaku. Ada sesuatu dalam tatapan gadis itu yang terasa familiar. Rambutnya yang tergerai lurus begitu saja, berwarna pirang keemasan persis warna rambut Aurielle yang diingatnya dengan jelas. Hanya saja, mata Aurielle lebih biru seperti biru langit. Untuk sesaat Will merasa seolah melihat Aurielle kembali dan hampir saja menyebut namanya ketika samar-samar ia teringat Natasha baru saja memanggilnya Isabelle. Kesadaran Will langsung kembali, tentu saja namanya bukan Aurielle, apa yang kau harapkan, batin Will saat itu.

Sekarang, setelah memikirkanya kembali, Will bersyukur gadis itu bukan Aurielle. Karena, kutukan yang telah melekat pada dirinya ini memastikan Will tak akan pernah merasakan cinta lagi. Ia bahkan sudah lupa seperti apa rasanya. Tentu saja ia masih mengingat dengan jelas semua kenangannya dengan Aurielle, namun kenangan itu terasa kosong. Seolah seseorang mencongkel satu kepingan puzzle dari kenangan itu. Will ingat bagaimana Aurielle tertawa dan menatapnya dengan mata biru yang berbinar, namun bagaimana perasaannya saat itu? Will tidak ingat.

Suara ketukan pintu menariknya ke masa sekarang.

"My King, seorang angel dari Confinium ingin menemui anda. Apa anda akan menemuinya di ruang duduk?" Suara asisten kepercayaannya, Halle─nama yang ia gunakan selain nama aslinya Hecate, terdengar dibalik pintu. Seorang Angel dari Confinium─perbatasan antara Underworld dan Caleum yang dijaga baik oleh Angels dan Demons-? Will tersenyum miring. Ia bisa menebak kenapa malaikat penjaga dari perbatasan menemuinya. Caleum kembali terusik, pikir Will senang. Ia membuka pintu kamarnya dan menemui Halle yang seperti biasa mengenakan terusan hitam selutut, rambut merah digelung. Pakaiannya rapi. Pembawaannya seolah seumur hidup Halle hanya tahu bersikap sopan dan formal.

"Tidak. Aku akan menemuinya di ruang tahta Underworld. Bukankah menurutmu itu tempat yang pantas untuk tamu khusus?" kata Will pada Halle. Asistennya hanya mengangguk, matanya menerawang sejenak, berbicara melalui telepati. Itulah yang membuat Will menjadikan Halle asisten kepercayaannya, disamping sifat misterius dan diamnya─jadi Will tidak perlu mendengar ocehan cerewet yang tidak penting. Bakat sorcery dan necromancy yang ia punya menjadikan Halle sosok yang cukup disegani oleh para demon.

"Petugas resepsionis akan mengantarkannya," kata Halle.

Setelah anggukan Will, tak berapa lama Halle mengangguk hormat dan lenyap begitu saja. Halle bisa muncul dan lenyap dimanapun karena kemampuan sihirnya. 

Will terus berjalan melewati beberapa koridor hingga sampai ke ruang baca luas yang berada di bagian terujung penthousenya. Di antara deretan rak buku yang menjulang tinggi, terdapat sepasang pintu terbuat dari marmer hitam yang tampak seperti pintu lift. Pintu tersebut langsung terbuka begitu Will mendekat menampakkan ruangan sempit yang terlihat mewah dengan perpaduan antara marmer dan cermin, hampir sama dengan lift gedung mewah manapun. Hanya saja, siapapun yang masuk akan langsung dibawa ke neraka─Underworld, secara harafiah.

Dari sisa-sisa debu hancurnya Underworld ratusan ribu tahun lalu, Will mulai membangun kembali kerajaannya diatas semua itu. Gedung termewah dan tertinggi di New York sekarang ini hanyalah puncak dari istananya. Manusia biasa tidak akan sadar semua orang yang bekerja di gedung ini adalah Demons. Dan Demons yang berlalu lalang keluar masuk gedung ini juga tidak kalah banyaknya. Demon-demon itu membaur diantara manusia-manusia metropolitan yang dibutakan oleh hal-hal duniawi. Banyak diantara mereka bisa menyembunyikan diri dengan baik, bahkan Will yakin Kyle belum tentu bisa melihat wujud asli mereka walaupun ia mungkin tahu kalau mereka bukan manusia.

Hanya butuh beberapa detik sampai pintu marmer hitam itu terbuka kembali, menampakkan Underworld yang sesungguhnya. Ruangan seluas hanggar pesawat terbang dengan lantai marmer yang terpoles sempurna ini hanya berfungsi sebagai lobby yang penuh orang lalu lalang-sebagian besar adalah Grim Reaper-layaknya lobby perkantoran besar. Langit-langitnya dipenuhi oleh layar LED meliuk-liuk seperti ombak dengan ukuran terbesar yang pernah ada, menggantung begitu saja seolah memiliki energi electromagnet tak kasat mata. Layar-layar itu seolah menampilkan rekaman cctv yang tersebar diseluruh dunia, menangkap kegiatan manusia dan Demons. Sesekali Layar tersebut menampilkan tulisan berjalan, WELCOME TO UNDERWORLD. Diatas layar LED yang meliuk-liuk adalah atap yang dibuat dengan ilusi konstelasi bintang. Ironis, seolah berada diatas langit padahal sesungguhnya berada di dalam bumi.

Will telah memastikan, dunia Underworld yang ia dirikan kembali tidak akan tampak seperti Underworld yang ia lihat di film-film, yang ia sebut Underworld ala Gregory. Kadang Will tak habis pikir bagaimana bisa tampilan Underworld di film-film terkenal masa kini masih seperti Underworld ratusan ribu tahun lalu, gelap, mengerikan, penuh api, suasana seperti gua-Jaman sekarang, demon mana yang mau tinggal di tempat jelek begitu? Batin Will. Dan, image Underworld yang dipenuhi makhluk dengan wujud mengerikan, membuat Will tertawa. Iblis yang sesungguhnya adalah kejahatan yang terbalut dalam suguhan yang indah. Tidak akan ada lagi orang yang tertipu jika semua penjahat bertampang buruk, justru penjahat bertampang malaikat lah yang berbahaya.

Begitu Will melangkahkan kaki menembus kerumunan wanita dan pria berpakaian eksekutif, siapapun yang berada dalam radius 10 meter disekitarnya langsung spontan membungkuk hormat. Wajah mereka semua tampak mempesona, namun dibalik kedok itu Will bisa melihat wujud asli mereka yang mengerikan seperti kejahatan jiwa yang ada didalamnya. Ia terus melangkah hingga tiba di depan sepasang pintu tinggi megah ditengah 2 pasang pintu yang mengapitnya. Ada 3 orang yang berjaga di depan sepasang pintu itu, alih-alih 2 orang. Memang, pemandangan yang ganjil hingga wujud mereka sesungguhnya terlihat, seekor anjing berkepala 3. Cerberus.

Seseorang telah menantinya di dalam ruang tahta yang tampak futuristik. Walaupun suasana ruangan ini modern dan mewah, wajah pemuda yang berdiri seorang diri itu tampak tidak nyaman.

"Sorry, membuatmu menunggu," kata Will, melewati seorang pemuda berambut coklat yang bermuka masam─si Angels. Alih-alih berjalan langsung menuju kursi tahtanya,Will mengarah ke kanan tempat beberapa kursi berlengan mengitari sebuah meja─ruang tamu kecil untuk berdiskusi. Pemuda itu mengikuti di belakang Will. Sebenarnya Will hanya menggunakan kursi tahta megah itu untuk menimbulkan aura mengintimidasi bagi para demons yang berpotensi membelot. Ia lebih suka duduk di sofa berlengan dan menatap dari dekat audiencenya. "Duduklah," kata Will seraya menghempaskan diri di salah satu kursi.

"Tidak perlu, aku tahu kau menyuruhku ke ruang tahta ini hanya untuk membuatku tidak nyaman," sahut Angel tersebut. Tepat sekali, batin Will.

"Well, kalau begitu cepat sampaikan apa yang ingin kau katakan," jawab Will sambil mengedikkan bahu. Ia tidak mengenali wajahnya, jadi si Angel ini pasti baru ditugaskan di Confinium. "Sepertinya aku tidak pernah melihatmu..?"

"Aku Leo. Mulai sekarang, kau akan sering bertemu denganku jika kau berniat mengacau Caleum dan dunia manusia. Caleum ingin tahu kenapa kau melibatkan diri lagi di dunia manusia. Mengundang manusia untuk berpesta di tempatmu, bahkan masuk sekolah mereka." Hal yang ia bicarakan tepat seperti dugaan Will.

"Tidak ada hukum yang melarangku untuk mencicipi kehidupan manusia," jawab Will santai. Tidak peduli.

"Itu alasanmu? Atau semua itu hanya kedok sementara kau berniat mendapatkan apa yang kau inginkan di dunia manusia," kata Leo.

"Jangan mencampuri urusanku terlalu jauh, pendatang baru," kata Will masih tersenyum, namun matanya berkilat berbahaya. Tidak seperti pendahulunya, si petugas baru ini tampak keras kepala.

"Caleum menduga, kau bertekad mencari benda itu lagi di dunia manusia. Terakhir kali kau mengira akan menemukan benda tersebut di benua Eropa, kau melepas kedua Lieutenant mu Mors─death dan Morbus─desease. Menyebabkan peristiwa Black Death yang mengerikan. Sekarang, apa kau mulai mencari belati terkutuk itu lagi? Orcus?" Leo terus mencecar, tak mengindahkan peringatan tadi.

Senyum Will langsung lenyap digantikan oleh rahangnya yang mengeras. Besar juga nyalinya untuk terus mendesak Will.

"Satu saran untukmu, Leo, kalau kau tidak ingin kehilangan sayapmu, sebaiknya jangan pernah mencampuri urusanku lagi. Apapun alasanku mencari Orcus tidak ada hubungannya dengan kalian. Aku memastikan tidak ada Black Death kedua, kalau kalian tetap diam dan menyingkir dari rencanaku. Beritahu itu pada Caleum," kata Will, sekilas matanya berkilat merah cerah. Sejenak, mereka beradu tatapan.

"Baiklah, untuk sekarang aku akan pergi. Namun, Confinium akan terus mengawasimu. Lebih baik belati itu tetap tersembunyi di suatu tempat di dunia manusia. Kau tahu sendiri, entah kenapa setiap belati itu terlihat lagi, akan ada malapetaka yang terjadi," kata Leo akhirnya.

"Kau lupa dari mana belati itu berasal?" Will tertawa datar. Leo tidak menanggapi lagi, ia mengangguk sekilas lalu melenggang keluar.

Setelah Leo pergi, Will tetap duduk sendirian di dalam ruang tahta nya. Kilasan memori terlintas dibenaknya.

"Siapa yang menciptakan belati terkutuk itu?" Tanya Will pada suatu waktu.

"Aku tidak seharusnya memberitahumu. Belati itu menjadi kesalahan bagi pembuatnya. Tidak seharusnya ada senjata yang begitu kuat bisa memusnahkan jiwa siapapun. Walaupun dibuat dengan tujuan untuk memerangi Demons yang memberontak, itu salah dan bisa menjadi senjata makan tuan bila jatuh ditangan yang salah," jawab Aurielle.

"Jadi dari mana belati itu?" tanya Will lagi, ia benar-benar penasaran. Tidak ada yang yakin dari mana awal mula Orcus.

"Well, Caleum sendiri," jawab Aurielle setengah berbisik.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro