19. Istri Simpanan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kau benar-benar sudah gila, Daniel! Bagaimana mungkin kau akan menikahinya? Kau sudah kehilangan kewarasanmu!"

Daniel hanya mendesah gusar. Ia tahu ini keputusan yang gila. Tapi kata-kata Liora terus berputar di benaknya. Membuat kepalanya semakin berdenyut.

'Aku tak ingin mengharapkan apa pun dari seseorang sepertimu. Tapi kali ini, kumohon. Aku benar-benar memohon kau menepati janjimu. Hanya kali ini saja. Jangan mengkhianati kepercayaanku padamu.'

Kata-kata Liora layaknya pedang yang melibas habis dendam di hatinya pada wanita itu. Ia menyadari berapa banyak pengkhianatan dan kekecewaan yang sudah ia lakukan pada wanita itu.

Ia sudah berjanji tak akan memisahkan Xiu dan Liora, dengan syarat bahwa wanita itu akan membiarkan dirinya datang di hidup Xiu.

"Kau ingin memungutnya untuk membuangku? Apa kau sudah kehilangan kewarasanmu? Apa kepalaku sudah membentur sesuatu?" Carissa memecah pikiran Daniel yang masih kusut.

Wajah Daniel terangkat, menatap lurus ke aras Carissa dan mendesis tajam. "Xiu anakku, Carissa. Kau pikir aku bisa membuangnya begitu saja?"

"Kau tak perlu kehilangan dia, Daniel. Aku akan menerimanya sebagai bagian dari pernikahan kita. Kau hanya perlu membuang Liora. Kau tak membutuhkannya."

"Kau ingat tujuan kita kembali untuk apa, Carissa," tandas Daniel.

"Aku ingat. Untuk membalaskan dendammu padanya. Bukan untuk menikahinya," sengit Carissa. "Itu ide paling tolol yang pernah kudengar. Dan lagi, kau tahu kakek akan menentang keras penikahanmu dengannya, Daniel. Dia sama sekali tidak selevel dengan kita. Sebenarnya apa yang sedang coba kau perjuangkan di sini? Dia yang memasukkanmu ke penjara dan akulah yang memohon pada kakekmu untuk membantumu keluar dari tempat sialan itu."

"Lalu, tidakkah kau merasa perlu menjelaskan sesuatu padaku?"

"Apa?! Memangnya apa yang harus kujelaskan padamu?"

Wajah Daniel mengeras. "Jangan kau pikir aku tak tahu apa yang sudah kau lakukan pada pernikahan kami, Carissa?"

Carissa seketika terdiam. Kemarahan di wajahnya seketika digantikan kepucatan.

"Kaulah yang membuat Liora meninggalkannku dengan omong kosongmu, Carissa. Hingga kecelakaan itu terjadi dan dia benar-benar menyingkirkanku dari hidupnya. Kau tahu dengan benar, selama ini aku tak berhenti mempertanyakan alasannya mencampakkanku. Tak berhenti mencari tahu kesalahan apa yang membuatnya tiba-tiba marah dan membenciku."

Carissa tampak gugup, tak berani membalas tatapan tajam Daniel yang semakin melucutinya. Membongkar setiap kebohongannya.

"Kau bahkan tidak membela diri," dengus Daniel.

"A-aku hanya mengatakan apa yang pernah terjadi di antara kita. Dan itu bukan kebohongan." Carissa memberanikan diri menjawab. Lagipula Daniel sudah tahu. Tak ada pilihan untuk mengelak. Tapi ia bisa membenarkan dirinya sendiri. "Cepat atau lambat dia akan tahu. Hanya soal waktu."

"Liora bukan orang yang mudah terkonfrontasi oleh hal semacam ini, Carissa. Aku tahu kau mengatakan atau bahkan membuat kebohongan yang tidak kuketahui di belakangku."

Carissa kembali tergagap dan membuang pandangannya. Tetapi reaksi tersebut tetap tertangkap oleh Daniel.

Daniel menggebrak meja yang ada di antara mereka dengan kemurkaan yang begitu jelas. "Aku sudah memperingatkanmu, Carissa. Jangan pernah ikut campur hubunganku dengan Liora."

Carissa tersentak dengan keras akan bentakan tersebut. Ya, ia memang sedikit bersikap licik dengan menciptakan perselingkuhan di antara mereka. Meruntuhkan segala kepercayaan yang bahkan berusaha diperjuangkan oleh Liora untuk Daniel.

"Apa yang kau lakukan di dalam, Carissa?" desis Liora ketika pagi itu memergoki Carissa keluar dari kamar Daniel. Mengetatkan tali jubah tidurnya sekaligus merapikan rambutnya yang berantakan. Yang membuat wajah Liora merah padam oleh amarah.

"Hmm, aku tak akan menjelaskan apa pun, Liora. Kami ... semalam kami hanya sedikit mabuk. Ini kecelakaan."

"Aku tak butuh omong kosongmu, Carissa. Aku tahu ada sesuatu antara kau dan Daniel. Kalian bersekongkol untuk menghancurkan Jerome dan Jenna, kan?"

Carissa terkejut, tetapi hanya untuk sejenak. "Kau ingin mendengar penjelasanku lebih dulu?" Tak ada sedikit pun penyesalan di wajah Carissa.

"Tidak. Dan katakan pada Daniel, jangan memaksa diri dalam hubungan kami."

Pagi itu Liora kembali, tapi ia tak pernah mengatakan hal itu pada Daniel. Hingga kecelakaan itu terjadi dan kesalah pahaman di antara Liora dan Daniel tak terluruskan. Bahkan semakin menciptakan kebencian di antara mereka yang semakin menggunung.

"Aku tak tahu apa yang kau katakan, Daniel. Tapi memang hanya itu yang kukatakan padanya."

"Katakan padaku sebelum kesabaranku benar-benar habis, Carissa."

"Tidak ada."

Daniel menggeram, sekali lagi menggebrak meja dan Carissa melonjak kaget. "Katakan," desisnya dengan bibir yang menipis tajam.

Ketakutan mulai merebak memenuhi dada Carissa. "Aku benar-benar tidak tahu, Daniel. Pagi itu dia kembali dan hanya mengatakan sebuah pesan untukmu."

Wajah Daniel semakin menggelap. "Kau tak pernah mengatakan padaku."

"Dia hanya mengatakan agar kau tidak memaksakan diri di dalam hubunhan kalian. Tapi kau pagi itu tiba-tiba pergi dan aku tak sempat membicarakannya denganmu. Lalu semua kekacauan itu, Daniel. Lagipula itu hanya pesan ..."

"Pagi itu dia kembali. Itu yang tak kau katakan padaku."

Carissa terdiam, ketakutannya mulai merebak di kedua matanya. "Maafkan aku, Daniel. Kupikir itu tidak berarti sesuatu karena pada akhirnya dia memang meninggalkanmu."

Mata Daniel terpejam, menegakkan punggung dna menggusurkan kesepuluh jemarinya di kepala. Mengerang penuh kefrustrasian. Sekarang semua itu jelas tak berarti apa pun.

"Situasi kita sekarang berbeda, Daniel. Kau tak lagi bisa melakukan apa pun sesukamu. Apalagi membatalkan pernikahan kita. Kakekmu tak akan membiarkannya dan kau tahu siapa yang akan disingkirkannya jika kau nekat menikahinya."

Cukup lama Daniel berusaha menenangkan dirinya sendiri. Dan sialan kata-kata Carissa benar adanya. Lioralah yang akan mendapatkan pelajaran atas kenekatannya jika ia membatalkan pernikahannya dan Carissa. Sementara satu-satunya jalan baginya dan Liora agar tak kehilangan hak asuh Xiu adalah pernikahan.

Ia menatap Carissa lekat-lekat. Sebelum memutuskan keputusannya. "Aku tak akan membatalkan pernikahan kita."

Carissa tampak lega, tapi ia tahu kelegaan itu tak akan bertahan lama.

"Tapi aku pun tak akan melepaskan Liora dan Xiu. Kau bisa memutuskan mundur dari pilihan ini."

Mata Carissa melebar. Apakah Daniel akan menikahi mereka berdua? "Kau memang sudah gila, Daniel!"

"Ya. Aku memang. Kupikir kau pun tahu itu. Sekarang giliranmu untuk memutuskan pilihanmu. Menjadi istriku bersama Liora, atau kau bisa kembali ke Cina sebelum hari pernikahan kita."

"Kau tak memberiku pilihan."

"Kau pikir aku punya pilihan, hah?"

"Kakekmu tak akan ..."

"Kakek tak perlu tahu. Dan ... jika dia sampai tahu, kita berdua tahu siapa yang paling diuntungkan dengan situasi itu."

Mulut Carissa membuka dengan makian yang sudah di ujung lidah, tetapi segera kembali tertutup. Atau Daniel akan mengambil keputusan yang lebih gila lagi. Sudah jelas pria itu lebih condong ke arah Liora. Ditambah Xiu, tentu ia akan tersingkirkan dengan mudah.

Baiklah. Kali ini ia akan mengalah. Setidaknya Liora tak lebih dari seorang istri simpanan.

***

Saat Daniel kembali ke rumahnya, ia melihat mobil asing yang terparkir di halaman. Sudah pasti itu milik Jerome. Melangkah masuk, ia langsung menuju kamar tamu tempat Xiu masih mendapatkan perawatan dan bertemu Jerome yang baru saja keluar.

"Apa yang sedang coba kau rencanakan pada Liora dan Xiu, Daniel?" cecar Jerome begitu melihat wajah sang sepupu.

"Kenapa itu jadi urusanmu? Xiu anakku."

"Itu tak membuatmu berhak membawa Liora dan Xiu ke dalam keberengsekanmu." Jenna muncul di belakang Jerome dengan semburan emosi yang begitu kuat setelah menutup pintu kamar tamu karena tak ingin mengganggu waktu istirahat Xiu. Ya, ia mengijinkan Liora bermalam di kamar ini bersama Xiu dan yang pasti dengan pengawasan ketat sampai hari pernikahan mereka. Kali ini wanita itu tidak bisa lari dari hidupnya lagi.

Daniel mendengus. "Jadi dia sudah menceritakan semuanya. Kau bisa membawanya pergi jika kau mau, Jenna."

"Kau tak memberinya pilihan," sengit Jenna.

"Kau pikir aku punya pilihan setelah semua kebohongan besar kalian, hah?" Emosi Daniel terlihat jelas.

"Kau seperti punya hati nurani, Daniel."

Daniel terkekeh. Kebencian Jenna padanya tak pernah tersimpan dengan apik. Bahkan wanita itu memang sengaja menampakkan padanya. "Kalau kalian sudah selesai, kalian bisa pulang."

Jenna melotot, tetapi Jerome segera menahan sang istri dan berkata lembut, "Kita pulang, Jenna."

"Ta ..." Mulut Jenna kembali tertutup sementara Daniel melangkah ke arah tangga. Menghilang dari pandangan mereka. "Aku akan menemui Liora sebentar."

"Kutunggu di depan." Jerome mengurai rangkulannya dan membiarkan Jenna masuk ke dalam kamar tamu.

Liora setengah berbaring di samping Xiu yang sudah terlelap, dengan pandangan melekat pada wajah sang putri.

Jenna berhenti di ambang pintu, menatap pilu pada sang kakak.

"Ada apa?" Liora menyadari tatapan sang adik yang masih dipenuhi keprihatinan.

Jenna melangkah masuk, duduk di samping sang kakak. "Apa kau benar-benar harus menikah dengannya? Kau yakin ini keputusan yang tepat? Kau tahu aku dan Jerome akan membantumu, Liora. Kau tak sendirian."

Liora mendesah panjang dan menggeleng. Wajahnya kembali tertunduk dan mengelus kepala Xiu dengan lembut. "Aku tak yakin, tapi kau dengar apa yang dikatakan oleh Jerome, Jenna. Aku bisa membayangkan ini akan menjadi pertempuran yang sulit seperti yang dikatakan oleh Jerome. Aku tak ingin membuang waktu untuk bertempur di tengah perkembangan Xiu. Apa salahnya mengalah demi dia."

"Lalu sampai kapan pernikahan kalian akan bertahan?"

Liora menggeleng tak tahu. "Sekarang, yang kubutuhkan hanya mempertahankan Xiu."

Jenna mendesah panjang. Menggigit bibir bagian dalamnya menahan isak tangis yang nyari tak tertahan.

Liora menatap Jenna dan menegakkan punggung lalu menggenggam kedua tangan sang adik. "Aku baik-baik saja, Jenna. Selama bersama Xiu. Kau tahu aku tak menginginkan apa pun selain melihat Xiu baik-baik saja."

Jenna tak mengatakan apa pun.

"Lagipula ini hanya pernikahan. Tak lebih dari kesepakatan di atas kertas bagi kami untuk berbagi hak terhadap Xiu. Hanya itu yang diinginkan Daniel dariku dan Xiu."

"Tapi kau masih ingat kelicikan Daniel, kan?"

"Itulah sebabnya aku harus berada di sisi Xiu, Jenna. Untuk melindunginya." Liora melepaskan genggaman tangannya dan memeluk sang adik. "Bahkan tak ada yang berubah di antara kami, Jenna. Aku tak ingin berubah. Atau merubah apa pun itu yang ada di antara kami."

Di balik celah pintu yang tidak sepenuhnya tertutup, berdiri Daniel dengan kedua telapak tangan mengepal di kedua sisi tubuhnya. Mendengarkan percakapan saudari kembar yang mau tak mau mengusik dadanya.

"Hanya kesepakatan di atas kertas?" dengusnya dalam hati penuh cemooh. Kata-kata Liora jelas menusuk hati dan perasaannya. Ada perasaan tak terima dengan kata-kata tersebut. Ya, ia sangat menyadari Liora masih mempengaruhi perasaannya. Amat sangat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro