24. Kelicikan Carissa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'Kau tidak merindukanku?' Liora tersenyum membaca pesan singkat yang dikirim oleh Samuel. Jemarinya sudah akan bergerak mengetikkan balasan ketika pesan berikutnya masuk. 'Makan siang? Aku sudah mendapatkan tempat di Hilton's Restaurant.'

'Oke.'

'Aku akan menjemputmu jam 12.'

'Oke. Tapi …'

'Tapi apa?'

'Bagaimana dengan tunanganmu? Kau tak ingin mengajaknya?'

'Hmm, dia sedang sibuk berbelanja.'

Menyusul sebuah foto Alicia yang tengah berdiri antara rak-rak dengan berbagai model tas dengan brand ternama. 'Aku sudah mendapatkan satu yang bagus untukmu. Alicia sangat kesal, tapi … dia mengabaikannya karena bisa mendapatkan yang lebih banyak darimu.'

'Kenapa aku merasa menjadi simpananmu?'

'Kau tidak.'

"Siapkan berkas untuk tuan Lucky." Suara Daniel yang melempar sebuah map tipis berwarna merah ke meja Liora.

Liora bergegas membalik ponsel dan mengangkat wajahnya. Kemudian mengangguk patuh.

Daniel terlihat kesal, sejak ia keluar dari lift dan berjalan dari ujung lobi, senyum di wajah Liora membuatnya bertanya-tanya siapakah yang membuat wanita itu tersenyum selebar itu. Berbanding terbalik setiap kali berhadapan dengannya.

"Nona Carissa sudah menunggu di dalam," beritahu Lili pada Daniel. Pria itu mengangguk singkat dan melangkah masuk.

Sementara Liora membuka laci paling atas. Mencari di antara tumpukan berkas dan memeriksanya sekali lagi. "Jam berapa pertemuan dengan tuan Lucky?"

"Jam tiga."

"Makan siang?"

"Hari ini tuan Lim makan siang dengan istri dan kakek beliau."

Liora mengangguk singkat, melirik jam di tangannya. Masih ada lima belas menit sebelum waktu istirahat makan siang. Tak lama Daniel melangkah keluar dengan Carissa yang bergelayut manja di lengan pria itu. Sekilas melemparkan seringai yang tak digubris oleh Liora.

"Sepertinya hubungan mereka baik-baik saja. Lalu kenapa tiba-tiba pulang lebih cepat?" bisik Lili pada Mia.

Mia melirik ke arah Liora.

"Kenapa kalian menatapku?"

"Kau tahu sesuatu?"

"Kenapa bulan madu bos juga harus menjadi urusanku?"

"Kau dekat dengan beliau, kan?" tanya Lili memastikan.

"Juga nyonya," tambah Mia meski dengan kegamangan karena hubungan buruk Liora dan Carissa.

Liora memutar bola matanya dengan jengah. "Aku tak tahu apa yang kalian bicarakan," jawabnya sambil bangkit berdiri. Menata tiga berkas di depannya dan meletakkannya di ujung meja. Lalu mengambil tas dan memasukkan ponselnya. "Aku ke toilet sebentar."

Mia dan Lili saling pandang. "Ck, dia selalu bisa pergi sesuka hatinya," decaknya melihat Liora yang bukannya berbelok ke toilet malah langsung berjalan lurus ke arah lift.

Begitu lift sampai di lantai satu, Liora melintasi lobi dan langsung menemukan mobil Samuel yang sudah terparkir di halaman gedung.

"Kau sudah datang?" Liora mengernyit terheran.

"Baru saja." Tangan Samuel terangkat, memeluk Liora dan mendaratkan kecupan di pipi kanan dan kiri Liora. Kemudian membukakan pintu mobil untuk wanita itu.

"Di mana Alicia?" tanya Liora melihat kantong belanjaan yang memenuhi jok belakang. "Dia sengaja meninggalkan semua ini untuk memamerkan padaku, kan?"

Samuel hanya meringis. Tahu semua usaha itu tak akan mempengaruhi apa pun bagi Liora. "Ada urusan di sekitar sini. Dia hanya memintaku membawakan semuanya ke apartemen nanti malam."

"Ah, begitu."

"Kenapa? Kaupikir itu salah satu trik agar aku bermalam di apartemennya?"

"Well, itu bukan urusanku, kan. Kehangatan ranjang kunci utama sebuah hubungan."

Wajah Samuel memerah, menatap Liora lebih intens dengan salah satu alis terangkat. "Begitukah?"

Liora mengangguk dengan tanpa keraguan. "Mungkin kau memang harus menghamilinya. Agar kau perasaanmu memiliki ikatan dengannya."

"Bagaimana jika aku memang tak ingin mengikat diri dengannya?"

Liora mendesah panjang sambil mengangkat kedua tangannya. "Aku tak akan berkomentar apa pun."

"Aku tahu kau akan memberiku jawaban itu lagi," kekeh Samuel dengan senyum menawannya.

"Kita berangkat sekarang?" tanya Liora mengalihkan pembicaraan.

"Hmm, tunggu sebentar." Samuel mengambil salah satu kantong berwarna hitam di antara semua kantong. "Untukmu."

Liora mengintipnya sekilas dan kedua matanya seketika berbinar cerah. "Kau memang tahu apa yang kusukai, Samuel. Tapi Jenna akan membuangnya ke tempat sampah kalau tahu ini darimu."

Samuel hanya terkekeh, melemparkan kerlingan mata pada Liora. "Kalau begitu jangan biarkan dia tahu, kan?"

"Tapi, terima kasih. Biarkan makan siang ini aku yang mentraktirmu."

"Oke. Kita berangkat."

***

"Jadi kau sudah mengurus masalah hak asuhmu?"

Daniel mengangguk. Dengan ketenangan yang tertampil sempurna.

"Baguslah. Jangan biarkan hal semacam ini menggganggu pernikahan kalian." Tuan Saito mengangguk puas. Tersenyum lebih lebar ke arah Carissa. "Kakek menunggu kabar bahagia dari kalian."

Carissa tersenyum lebih lebar. "Kami baru saja menikah, kakek. Setidaknya biarkan kami bersenang-senang untuk satu atau dua tahun ke depan."

Tuan Saito mengangguk. "Ide yang bagus. Tapi lebih bagus lagi jika kalian mengamankan posisi dengan seorang anak laki-laki lebih dulu. Kau hanya perlu hamil dan melahirkan. Selebihnya kakek yang akan mengurusnya."

Carissa tertawa kecil. "Hmm, kami akan mempertimbangkannya, Kakek."

"Tidak perlu dipertimbangkan." Ada ketegasan sekaligus kelembutan dalam suara tuan Saito. "Buat jadwal pertemuan dengan dokter untuk program kehamilan."

Masih dengan senyum yang tersungging indah, Carissa mengangguk.

"Kalian lanjutkan. Kakek harus segera kembali." Tuan Saito bangkit berdiri. "Tak perlu mengantar, Kakek. Semua makanan ini bagus untuk kalian berdua. Jadi pastikan kalian menghabiskannya."

"Jadi apa tujuanmu dengan makan siang ini?" Daniel menyipitkan mata ketika Carissa kembali duduk di sampingnya.

"Apa?" Carissa memasang raut polosnya yang dibuat-buat.

"Kau tahu kau tak bisa mengabulkan harapan kakek, Carissa. Dan kalau pun bisa, kau tahu pernikahan ini tak akan bertahan lama."

"Kenapa? Setelah kau menceraikanku kau akan menjadikan Liora istrimu satu-satunya begitu?"

Daniel tak menjawab. Ia sendiri tak tahu bagaimana pernikahan ini akan bertahan. Terutama dengan Carissa.

"Kita sudah berjalan sejauh ini, Daniel. Tak ada jalan untuk mundur. Apa pun yang terjadi, biarkan pernikahan ini bertahan seperti yang diinginkan kakekmu. Seperti yang diinginkan semua orang. Aku tak akan mengganggu kesenanganmu dan Liora. Tapi kau memiliki kewajiban menjadikanku istri yang sempurna di mata kakekmu. Juga semua orang."

Daniel akhirnya mulai mengendus niat terselubung Carissa.

"Aku memang tidak bisa memberikan keturunan untukmu. Tetapi istrimu yang lain bisa, kan?"

Mata Daniel melebar, kemarahan mulai merebak di wajahnya. Kelicikan Carissa membuatnya tak habis pikir.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro