Kejadian Selepas Hujan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~ Terkadang harus terluka dulu untuk menjadi menang atau harus mengalah untuk menjadi pemenang. Beberapa pelajaran harus dilalui rasa sakit terlebih dahulu untuk mendapatkan hasilnya~

***
After the Rain by Galuch Fema

Happy reading jangan lupa vote ♥️

Adit pura-pura tak melihat perempuan itu, yang penting dirinya segera menyandarkan tubuhnya di tiang halte. Sayangnya angin menerbangkan rintik itu sehingga orang-orang yang menepi dekat halte terus merapat agak dalam, termasuk perempuan itu yang sekarang berdiri di sampingnya. Bahkan lengan mereka bersentuhan karena dorongan orang-orang di depan yang sengaja mundur menyebabkan ruang menjadi sempit.

Berada di sampingnya membuat Adit menahan napas karena aroma parfum terasa menusuk hidungnya. Bukan aroma parfum abal-abal yang menyengat tetapi aroma vanilla yang mengingatkan pada seseorang di masa lalunya.

Untung saja hujan deras hanya beberapa menit saja, jika tidak ia akan menerobos air hujan daripada harus terjebak pada kenangan lama. Ia bergegas menuju motor karena perempuan itu belum menyadari kehadirannya.

Pandangan Adit terpaku pada perempuan itu yang tengah panik karena mesin motornya belum bisa nyala.

"Sial!" gerutu Adit sendirian.

Ia bergegas mendekat ke arah perempuan yang memakai kerudung warna hitam.

"Kenapa?" tanyanya dengan berat hati. Walaupun ia terkenal urakan dan pembangkang tetapi tak tega melihat perempuan bersedih.

"Mati," jawab Kiran masih fokus pada tombol starter. Ia lalu menengadah ke arah suara di samping. Alangkah terkejutnya ketika dipertemukan kembali pada laki-laki di depan minimarket. Ia mengingat jika namanya adalah Adit karena tadi temannya sempat meneriaki nama itu.

"Turun, coba gue periksa!" perintah Adit dengan suara hambar. Ia tidak mau melihat wajah yang sekarang berdiri dari jok motornya.

Tak lama kemudian Adit memeriksa apa yang membuat motor itu mogok. Ia cukup terampil karena motor yang  ia pakai sering dimodifikasi sendiri.

"Businya sudah jelek," tukas Adit dengan suara seperti kesal.

"Terus gak bisa nyala?" tanya Kiran sangat khawatir. Jarak menuju kontrakan masih jauh.

"Mau nunggu tidak kalau aku beliin dulu?" sahut Adit dengan terus menatap bawah.

"Tapi aku tidak punya —"

"Gue tau lu gak punya uang kan?" serobot Adit sehingga perempuan di samping menunduk.

"I-iya."

"Gue ke bengkel sebentar. Terserah lu mau nunggu kek enggak kek," sahut Adit sambil membenarkan topinya.

Kiran memilih duduk di kursi halte tak seperti orang lain yang bergegas pergi karena hujan sudah reda. Sudah hampir setengah jam tak ada kemunculan laki-laki itu. Kiran jadi cemas dan khawatir.

"Kiran!" panggil seseorang yang melaju menggunakan sepeda motor. Dalam beberapa meter akhirnya orang tersebut berhenti dan mendekati perempuan yang tengah panik.

"Kenapa sendirian di halte?" pekik seseorang.

"Eh, Bang Iqbal. Motor saya mogok," sahut Kiran mendekati tetangga di kontrakan ketika berboncengan dengan temannya.

"Kamu ikut sama saya saja, nanti Rudi yang bawa motor kamu ke bengkel!" perintah Iqbal sekaligus menyuruh temannya untuk turun.

"Tap—"

"Sudah cepetan naik. Keburu hujan lagi."

"Di, aku pulang antar Kiran dulu. Nanti ketemu di bengkel depan."

"Siap."

Kiran dengan ragu menaiki motor itu dengan hati-hati. Bukannya takut berboncengan dengan perjaka yang diminati perempuan di daerah kontrakannya tetapi kepikiran laki-laki bertopi hitam tadi.

Motor Iqbal melesat pelan, pandangan mata Kiran bertemu dengan seorang laki-laki yang menuju tempat motornya mogok. Kiran sangat panik tetapi motor yang ia naiki sudah melesat dengan cepat.

"SHITTTT!!!" pekik Adit dengan kesal. Ia sudah berdiri tak jauh dari motor mogok yang sedang dituntun oleh seseorang.

Dengan kesal, ia membuang barang yang barusan ia beli.

"Bodoh kamu, Dit. Perempuan cantik kaya dia otomatis sudah ada yang nolong," batin Adit merutuki kesialannya hari ini.

Ia melesat cepat dengan suara knalpot yang meraung-raung memekikkan telinga pengendara yang lain. Setidaknya rasa kesal hari ini terlampiaskan dengan kebut-kebutan di jalan raya.


🌷🌷🌷🌷


"Terima kasih, bang Iqbal," ucap Kiran sambil memeluk kantung keresek.

"Aku ke bengkel dulu, nyusul Rudi."

"Enggak ngajar ngaji di masjid?"

"Ngaji libur dulu, anak-anak lagi pada feat biar fokus belajar di rumah."

Kiran mengangguk sambil berucap, " Sebentar Bang, uang yang buat ongkos di bengkel."

"Gampang, nanti saja. Aku pergi dulu. Assalamualaikum," sahut Iqbal.

"Wa'alaikumsalam," sahut Kiran sambil tersenyum melihat kepergian laki-laki tadi.


🌷🌷🌷🌷

Untuk memenuhi janji kemarin, terpaksa sehabis pulang kuliah Kiran kembali lagi di depan minimarket untuk menemui laki-laki kemarin. Ia menghentikan motornya agak jauh sambil mencari sosok yang tak terlihat karena di depan hanya beberapa teman-teman laki itu.

Setidaknya ia bukan termasuk ingkar, lebih baik membayar yang kemarin dan setelah itu ia tak punya hutang.

"Nah lo yang kemarin belum bayar parkir!" teriak Sony paling kencang karena matanya langsung mengenali plat nomor motor Kiran.

Kiran langsung mengambil koin dan menyerahkan pada laki-laki itu.

"Kok satu sih, hari ini lo juga parkir lagi kan?"

Dengan kesal, Kiran langsung menyerahkan kembali koin pada laki-laki di depan yang masih menengadahkan tangannya.

"Teman kamu yang satu lagi mana?" tanya Kiran hati-hati karena di depannya bukan tukang parkir biasa.

"Teman yang mana?" sahut Sony celingukan.

"Yang pakai topi," sahut Kiran dengan gemetar.

"Adit maksud Lo?"

Kiran mengangguk dengan semangat.

"Sebenarnya ada hubungan apa lo sama Adit?" tanya Sony curiga. Ia mengamati Kiran dari atas sampai bawah.

"ADIT!!!!" pekik Sony dengan lantang.

Jantung Kiran sudah bergemuruh hebat ketika laki-laki yang dipanggil akan datang.

Adit yang tengah membaca buku langsung berjalan dengan kesal menuju temannya.

"Ada apaan sih?"

"Nih dicariin sama istri Lo!" ledek Sony ketika temannya sudah muncul ke tengah-tengah mereka.

Mata Adit terbelalak kaget ketika melihat perempuan kemarin bersama temannya. Lagi-lagi ia menurunkan topinya.

"Ada apa?" tanya Adit tak suka.

"Gue mau minta maaf," tukas Kiran dengan ketakutan.

"Maaf untuk apa?" Adit pura-pura tak tahu. Ia mengalihkan tatapannya pada jalan depan sambil menahan gemuruh di dadanya.

"Kemarin pergi begitu saja," sahut Kiran lirih. Sementara Sony terus mendengarkan percakapan dua orang tersebut dengan tatapan tak mengerti.

"Sudah itu saja? Lagian mana mau lo nungguin gue," sindir Adit pada Kiran yang sudah kaget.

"Aku—"

"Sudahlah tak penting," potong Adit sambil berangsur pergi.

"Adit!" panggil Kiran secara tiba-tiba sehingga Adit langsung terkejut karena perempuan itu memanggil namanya.

Mata mereka beradu sebentar, sebelum laki-laki itu lagi-lagi menatap ke arah samping.

"Ada apa lagi sih!" bentaknya sehingga membuat Kiran kaget.

"A-aku ganti buat kemarin beli di bengkel."

Kiran terbata-bata sambil mengacungkan selembar uang kertas kepada Adit.

"Tidak usah, lagian juga sudah aku buang."

"Kok di buang?"

Kiran menganga karena heran.

"Lagian untuk apa? Bukannya motor Lo udah di benerin sama cowok itu!"

Suara Adit meninggi tetapi tak berani melihat arah depan.

Suara tapak kaki berlari sangat kencang mendekati mereka. Ketiga orang itu akhirnya menatap laki-laki wajah ketakutan sambil terengah-engah.

"An-Anton dikeroyok sama preman daerah seberang!"

Adit dan Sony langsung meradang, wajah mereka terlihat sangat emosi mendengarnya.

"Sialan! Ayo kita balas!!!" pekik Adit sambil menaiki motornya berboncengan tiga orang. Suara knalpot meraung-raung membuat Kiran menutup telinganya.

"ADIT!!!" panggil Kiran berharap orang tersebut tidak pergi. Sayang, laki-laki itu pergi dengan tatapan tajamnya.

Kiran hanya menghela napas sambil membayangkan pertikaian itu terjadi. Seandainya saja ia bisa menghentikan laki-laki itu.

"Aish, kenapa aku sekarang jadi mikirin laki-laki itu!"

Kiran melajukan motornya menuju tempat fotokopi, hari ini ada beberapa modul yang harus ia copy. Suasana yang tak begitu ramai membuat Kiran hanya bertahan beberapa menit saja di sana.

Jantung Kiran berdetak sangat kencang ketika mendapati seseorang di samping mobilnya sedang tersenyum ke arahnya. Kedua lutut Kiran sangat lemas melihat laki-laki itu.

"Hallo sayang, apa kabar?" sapa laki-laki itu sambil mendekati perempuan yang sudah gemetar melihatnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro