🌷 Pertempuran sengit🌷

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~ Andaikan hati ini bisa bersatu tanpa ada kata teman di antara kita ~

***
After the Rain by Galuch Fema

Happy reading  dan happy weekend, jangan lupa vote

Mata laki-laki itu memanas melihat layar di depannya. Perempuan yang selama ini ia sayangi, nyawanya tengah dipertaruhkan oleh laki-laki yang menjadi musuhnya selama ini.

Teriakan Tante dan Papah sepertinya tak membuat Adit menjauhkan pisau itu dari leher perempuan di atas kursi roda.

"Jauhkan pisau itu dari Mamah aku!" gertak Haris ikut terpancing emosi.

Sekarang Adit berbalik menyeringai sehingga secara tak langsung Haris akan kalah sebelum bertanding.

"Rumah kosong dekat bukit, dinding warna cokelat tua," ucap Haris membanting ponselnya karena saking geramnya pada Adit.

Dua rekannya dengan jaket kulit warna hitam langsung menuju Haris seraya berucap, "Ada apa, Bos."

"Dia sebentar lagi datang. Bikin dia kalah dan babak belur. Kalau ada apa-apa, jangan bawa nama gue!"

Haris melemparkan segepok uang pada dua bawahannya.

"Gue cabut dulu. Mamah gue ada di tangan laki-laki brengsek itu," ucap Haris memakai jaket dan bersiap untuk pergi.

"Siap. Bos."

Kedua bawahannya itu, wajahnya langsung cerah dan berbinar melihat benda yang ada di tangannya. Sedangkan Haris tak lupa melihat perempuan yang sekarang ia sekap di sebuah kamar kosong.

"BRAK!!"

Suara pintu kayu yang sudah lapuk terbuka sempurna. Mata Haris menatap perempuan yang meringkuk dengan mulut, tangan dan kaki terikat. Perempuan itu langsung pucat pasi melihat siapa yang datang. Ia menggeleng keras sebagai isyarat jika laki-laki di depan jangan mendekatinya.

"Apa kabar manis?" sapa Haris dengan senyuman seringai membuat bulu kuduk Kiran langsung berdiri. Suaranya yang serak tak mampu untuk berteriak apalagi ditambah kain yang menutupi mulutnya.

Tangan Haris mendekat ke arah kepala Kiran, perempuan itu langsung menutup mata erat-erat sambil terus berdoa agar ada seseorang yang melepaskan dirinya.

"SRETT!"

Tangan Haris menyentak ujung kain yang menjadi penutup mulut Kiran. Tampak kulit daerah sekitar mulut sangat merah, belum luka lebam di pipi dan darah mengering di kening. Ditambah kerudung penutup rambut yang sedikit tersingkap sehingga beberapa helai rambut mencuat keluar.

"Makanlah. Dari semalam kamu belum makan!" perintah Haris sambil meletakkan piring yang berisi nasi beserta lauk pauk di depan Kiran.

Kepala perempuan itu menggeleng dengan bulir air bening yang sudah menetes.

"To-tolong lep-lepaskan aku," pinta Kiran memohon pada laki-laki di depan.

"Tak semudah itu."

Hati Kiran semakin sedih mendengarkan jawaban laki-laki yang terus mengusik hidupnya.

"Aku ingin membalas apa yang selama ini telah Adit perbuat kepada aku, Putri dan Mamah."

"Ke-kenapa harus bawa-bawa a-aku?"

"Karena aku tahu jika kelemahan Adit hanya ada pada diri kamu."

Kiran hanya bisa pasrah, apakah di detik berikutnya nasib dia akan sama dengan  Dita—mantan Adit.

"Aku sejak di bawa ke rumah Om Arya, Adit sudah menaruh dendam dengan aku."

Wajah laki-laki di depan berubah murung, Kiran sendiri tak paham dengan apa yang diucapkan oleh Haris.

"Om Arya? Kenapa kamu panggil dia Om? Bukankah dia adalah papah kamu?" tebak Kiran merasa ada yang janggal.

"Adit cerita apa saja?" tuduh Haris menatap tajam perempuan di depan.

Kiran buru-buru menggeleng kepalanya, ia lebih baik pura-pura tidak tahu karena takut laki-laki di depan bisa berubah menjadi serigala kapan saja.

"Ak-aku tahunya kalian saudara beda i-ibu," jawab Kiran terbata-bata.

"Sebenarnya ada masalah bisnis yang pelik sehingga menyeret nama Om Arya terhadap bisnis keluarga Ayah. Ah, sudahlah. Kenapa aku malah cerita sama kamu," sungut Haris kembali ke sifat aslinya.

"Sebentar lagi pangeran kamu datang."

Kiran terbelalak kaget, apakah yang dimaksud Haris adalah Adit.

"A—"

"Siapa lagi jika bukan preman itu? Sampai kapan dia selalu menang dan aku akan kalah."

Kiran yang hendak bertanya lagi sepertinya harus memilih diam karena wajah kebencian sudah terpancar di wajah laki-laki itu.

"Aku pergi. Jaga dirimu baik-baik. Maaf sudah menyeret kamu ke dalam hubungan keluarga kami. Hati-hati, anak buah aku lebih ganas dibandingkan aku!"

Bulu kuduk Kiran kembali berdiri, mata perempuan itu melihat Haris yang berangsur keluar dari ruangan kecil ini. Derit pintu kembali terdengar sehingga suasana gelap kembali menyelimuti kembali ruangan yang terasa sangat lembab ini.

Kiran dengan hati-hati melepaskan ikatan di kaki yang terasa sangat menusuk kulit kakinya. Gesekan tali itu membuat daerah sekitar lilitan memerah dan terdapat luka kecil di sana.

Dengan tangan gemetar, ia membuka tiap simpul yang menyebabkan tali itu susah di buka. Dengan keringat dingin yang sudah bercucuran, akhirnya tali itu bisa dilepaskan.

Dengan berpegang pada daun jendela, Kiran mencoba berdiri. Hampir semalaman, kaki diikat membuat kaki terasa kaku dan nyeri. Tangan yang gemetar menyibak kain yang sangat kotor. Pemandangan luar dihiasi pohon-pohon yang menjulang tinggi. Suasana sepi dan tak ada rumah di sekitar kanan dan kiri.

"Apa Adit akan bisa sampai ke tempat ini? Apalagi orang-orang Haris lebih kejam."

"MAU KE MANA? MAU MENCOBA KABUR!" pekik seseorang dengan nada tinggi tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam ruangan lembab ini.

Seketika kedua lutut Kiran lemas karena kaget dan syok. Baru saja satu serigala pergi sekarang ia harus berhadapan kembali dengan serigala yang lain.


🌷🌷🌷🌷

Adit langsung berlari menuju motornya di halaman rumah Arya. Laki-laki tua itu ikut berlari di belakang sambil memanggil nama Adit.

"Adit tunggu!" pekik Arya dengan wajah sama paniknya dengan putranya.

"Apa papah bisa bantu?" tawar laki-laki itu merasa bersalah.

"Tidak perlu. Doakan saja jika anakmu yang lain secepatnya dijebloskan ke penjara!" geram Adit penuh dendam.

"Tolong, jangan, Dit. Haris anak...."

Arya tercekat, hampir saja ia membongkar rahasia yang selama ini ia pendam.

"Anak apa? Anak haram?" tuduh Adit dengan sengit. Ia menyalakan mesin motor dan menarik gas kuat-kuat sehingga menimbulkan suara yang memekikkan telinga.

"Jaga ucapan kamu? Papah tak seburuk apa yang kamu pikirkan."

Adit tak mengindahkan ucapan laki-laki yang pernah menjadi papahnya. Tujuannya sekarang satu yaitu menemukan Kiran secepatnya.

Di jalan, ia sempat berkirim pesan pada seseorang. Walaupun sebenarnya sangat berat tetapi ia harus melakukannya. Siapa tahu Haris dan orang-orang bawahnya sangat banyak sehingga ia tidak bisa menghadapi sendirian.

Anton sebenarnya sudah mengingatkan agar Adit menunggu dia dan teman-temannya tetapi Adit menghiraukannya karena keselamatan Kiran adalah yang utama.

Jalan menanjak yang memasuki perbukitan terasa sangat sunyi senyap, pantas saja Haris membawa Kiran ke sini agar tidak diketemukan oleh orang. Hawa dingin menembus kulit Adit padahal ia sudah menggunakan jaket tebal.

Cahaya matahari juga sedikit saja menembus suasana sekitar mengingat pohon-pohon rindang menghiasi kawasan di sini.

Adit menarik napas dalam-dalam, tempat yang di tuju sudah ada di depan. Ia sengaja memarkir motornya agak jauh agar kedatangannya tidak dicurigai oleh para penculik. Di depan rumah tua itu tak terparkir mobil hitam yang membawa Kiran ke sini.

Dengan berjalan mengendap-endap, ia mengitari rumah yang berukuran kecil dengan dinding kayu yang sebagian tertutup lumut. Sepertinya suasana di dalam sangat sepi, ia lalu memutar mencari celah agar bisa melihat suasana di dalam.

Laki-laki itu sekarang berhenti di sebuah jendela kaca yang berdebu, tangannya mengusap kaca untuk memperjelas suasana di dalam.

Jantung Adit seakan berhenti berdetak ketika melihat seorang perempuan tengah duduk di lantai kayu dengan kedua tangan dan kaki yang terikat dan mulut yang tertutup sebuah kain.

Mata Adit memerah ketika melihat ada sebagian luka di wajah perempuan itu, bahkan lengan baju yang dipakai Kiran sedikit koyak.

Dengan langkah membabi buta, ia langsung berlari menuju pintu depan. Ia menendang  pintu kayu dengan sangat kuat sehingga pintu itu terbuka dengan paksa dan suara yang dihasilkan sangat keras.

"KIRAN!!"

Adit berteriak dengan kencang, ia tak peduli siapa yang akan menjadi lawannya. Toh, ini biasa ia hadapi jika ia tawuran dengan geng kampung sebelah.

Benar saja, dalam hitungan detik dua orang berbadan kekar sudah berdiri di hadapannya dengan tampang sangarnya.

"Jadi kamu yang namanya Adit?"

Suara laki-laki di depan yang sudah menggulung jaketnya, terdengar tak bersahabat. Adit menelan ludahnya yang terasa pekat, lawan yang akan dihadapinya bukanlah orang biasa. Ia melihat sebilah pisau terselip di celana jeans di depan.

"Di mana Kiran?" Adit tak gentar, ia sudah mengumpulkan tenaga bersiap menyerang musuhnya.

"Tidak semudah itu anak ingusan! Lawan dulu kita," ucap laki-laki dengan badan yang lebih besar sambil memasang kuda-kuda.

Perkelahian sudah terjadi, mereka saling pukul dan tendang. Bahkan pertahanan Adit sedikit melemah karena lawan tak imbang. Dua orang itu melawan Adit yang jelas-jelas sendirian. Wajah Adit sudah luka kena pukul dan tonjok. Namun, ia tak peduli yang penting ia bisa menyelamatkan Kiran.

Suara pukulan terdengar mendominasi suasana sekitar rumah tua ini, mereka saling memukul satu sama lain. Dengan tenaga ekstra, Adit berhasil melumpuhkan dua orang itu yang sekarang terkapar di atas lantai kayu.

Adit langsung beraksi menuju dalam ruangan, dengan berlari sambil menahan napasnya yang tersengal, bahkan darah juga sudah keluar dari pelipisnya.

"Kiran!" panggil Adit sambil terus membuka satu persatu ruangan sempit di rumah ini.

"BRAK!!"

Pintu terbuka lebar, Adit menemukan apa yang ia cari. Perempuan dengan rambut di kening yang sudah mencuat keluar karena kerudung yang ia pakai sudah tidak rapi.

Dengan berjalan lunglai dan penuh rasa bersalah, ia mendekati Kiran yang wajahnya terlihat pucat dan darah yang sudah mengering dekat dahi. Bahkan linangan air mata yang sudah mengering tercetak jelas di sana.

Adit menyamakan posisi tubuhnya dengan perempuan yang sedang duduk dengan tangan terikat. Mata mereka saling menatap lekat, sayangnya Adit tak kuasa melihat penderitaan perempuan itu.

Wajah Adit mendekati kepala Kiran, tangannya terangkat menggapai beberapa helai rambut perempuan itu dan memasukkannya kembali ke dalam kerudung. Ia sedikit paham jika rambut seorang perempuan adalah aurat yang harus ditutup rapat.

Buru-buru ia membuka kain yang menjadi penutup mulut, setelah terbuka ia bisa mengamati wajah perempuan yang ia cari mati-matian dari kemarin.

"Adit," panggil Kiran dengan suara yang serak.

Laki-laki kembali menghindari tatapan Kiran karena hatinya semakin sakit melihat kondisi perempuan yang selama ini jaga, bahkan ia sama sekali tak berani menyentuh perempuan itu sebelumnya. Sekarang, para penculik itu dengan berani melukai Kiran.

Ikatan di tangan sudah terbuka, hati Adit kembali sakit melihat lengan baju terkoyak dengan luka di sana. Adit segera membuka jaketnya dan segera memakaikan pada tubuh lemah di depan.

"Bunuh aku saja, Tuhan. Jika aku tak bisa menjaganya dengan baik," jerit hati Adit dalam hati.

Dengan gerakan cepat, laki-laki itu membuka lilitan di kaki Kiran. Kiran berusaha berdiri, hampir saja ia limbung dan jatuh jika tidak ditahan tubuhnya oleh Adit. Kelamaan diikat membuat tubuhnya kaku dan kram.

"Kita pergi sekarang," ajak Adit pada Kiran yang sekarang mengangguk.

Sayangnya sekarang terdengar gelak tawa dari depan pintu kamar. Kiran kembali ketakutan dan bersembunyi di belakang tubuh Adit sambil berpegangan pada lengan laki-laki itu karena tubuhnya sangat lemah mengingat ia sama sekali belum makan nasi.

"Tidak semudah itu anak muda!"

Laki-laki di depan sudah mengayunkan kayu besar untuk memukul kepala Adit, sayangnya meleset tak mengenai kepala tetapi bersarang pada kaki sebelah kanan milik Adit sehingga tubuh laki-laki itu seketika ambruk karena pukulan yang sangat keras.

Kiran berteriak histeris sambil mendekati laki-laki yang sudah terkapar lemah di atas lantai. Dengan gerakan cepat, laki-laki di depan menarik tubuh Kiran tetapi Adit berhasil menghalanginya dengan kembali menarik Kiran sampai terjatuh di dekatnya. Sayangnya, kening Kiran kembali lagi terluka terkena ujung meja.

"Sialan!" pekik musuh di depan tak berhasil membawa perempuan itu pergi. Dengan gerakan cepat, laki-laki itu mengambil pisau yang ia sembunyikan. Ujung pisau berkilau membuat Adit dan Kiran seketika sangat panik.

Tanpa hitungan detik, pisau itu sudah bersarang di perut Adit yang sekarang sudah bersimbah darah. Kiran menangis histeris sambil memanggil nama Adit.

"BRAKK!!"

Mereka berempat mendengar pintu depan rumah dibuka dengan paksa.

"Siapa yang datang?" tanya musuh di depan.

"Kita cek ke depan," sahut laki-laki satunya mengajak temannya menuju depan meninggalkan dua orang yang masih terkapar di atas lantai.

"Adit, bertahanlah!" seru Kiran terus menggoyangkan tubuh Adit yang terus mengeluarkan darah di bagian perutnya.

Adit sendiri yang hampir terpejam karena sudah kehabisan darah menatap perempuan yang tengah menangisi dirinya.

"Kiran, aku aku sayang ka-kamu," ucap laki-laki itu sebelum matanya terpejam.







Ada yang minat lagi tidak novel author yang kedua judulnya UNPERFECT WEDDING, boleh kok bayar bulan depan karena sekarang masih proses cetak. Jika ada yang mau bisa Wapri author ke nomor 089680710616.

Jangan lupa juga follow Instagram author ya @galuchfema

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro