🌷Tawuran Again🌷

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~ Banyak yang lebih baik dan sempurna dari kamu, namun aku tidak mencari itu karena kesempurnaan akan hadir saat bersamamu~

***
After the Rain by Galuch Fema

Happy reading jangan lupa vote.

Entah rasa apa yang menggerakkan Kiran pergi ke tempat dimana bertemu dengan Adit untuk pertama kali. Namun, sepertinya dia tidak ada di sana karena yang ada hanyalah dua temannya.

"Adit ada?" tanya Kiran hati-hati pada Sony yang tengah menghitung lembar hasil kerjanya.

"Beneran lo ke sini. Dari kemarin gue pengin banget ketemu sama lo!"

Dari nada bicara laki-laki itu terdengar tak nyaman di telinga Kiran apalagi wajah preman itu seakan hendak menerkam. Belum Anton yang sedari tadi mojok sambil memainkan ponselnya terpaksa ikut mendekati mereka berdua.

"Mulai sekarang jauhi Adit!" gertak Sony dengan kencang.

"Ke-kenapa?" tanya Kiran gugup.

"Masih saja tanya? Sejak kenal lo, Adit sekarang berubah!"

"Bagus dong berubah," jawab Kiran enteng sehingga wajah Sony semakin emosi.

"Heh kok lo malah nantangin!" pekik Sony penuh amarah. Ia menaikkan lengan baju seperti bersiap untuk berantem.

"Puk!!"

Tepukan ringan di bahu Sony membuat laki-laki itu menatap belakang.

"Ingat dia cewek bukan tandingannya kita? Lo urusin parkir saja biar cewek ini gue yang urus!" perintah Anton.

Sony langsung pergi daripada tidak bisa mengontrol emosinya karena harus berhadapan dengan perempuan yang sudah membuat temannya berubah.

"Ada apa cari Adit?" tanya Anton tak ramah. Wajah Anton sama seperti temannya barusan.

"Pengin ketemu saja," jawab Kiran.

"Jauhi Adit sekarang juga!"

"Kenapa kalian melarang aku? Adit sendiri tidak bermasalah jika aku terus mendekatinya?"

"Aku tahu, jika  kamu datang hanya untuk mempermainkan hatinya?" tuduh Anton pada Kiran.

"Tidak, selama ini kita hanya berteman dan tidak ada perasaan apa-apa."

"Lo yang enggak ada perasaan apa-apa. Tapi Adit sudah terlanjur suka sama lo!"

"Terserah dia, aku tidak melarangnya."

"Cih, lagak Lo!" ucap Anton sinis.

"Aku mau pulang saja," tukas Kiran menghidupkan mesin motornya.

"Setelah Adit jatuh pada perasaan kamu dan nantinya kamu akan tinggalkan begitu saja? Aku sudah bisa menebak itu."

"Sayangnya apa yang kamu pikirkan itu salah," seloroh Kiran tak mau kalah.

"Apa jangan-jangan kamu dekatin Adit karena cuman mengincar hartanya saja!" tuduh Anton sekali lagi.

"Harta apaan? Aku tidak paham," jawab Kiran sambil mengernyitkan keningnya.

"Jangan pura-pura bodoh Lo! Adit itu sebenarnya anak orang kaya."

Kiran kaget setengah mati mendengarnya, apa mungkin ia salah mendengar? Sepertinya tidak, karena suara Anton terdengar sangat jelas.

"Anak orang kaya?" ulang Kiran semakin tak paham.

"Ya, gue tahu cara licik Lo. Sebelum  melakukan itu, lo harus berhadapan dengan gue terlebih dahulu!" ancam Anton.

"Ak-aku tidak seperti itu," elak Kiran. Ia selama ini mendekati Adit karena ada alasan khusus. Tak peduli apakah Adit anak orang kaya apa bukan?"

"CITTTT"

Deru suara ban beradu dengan aspal sehingga menimbulkan decitan yang memekakkan telinga. Suara knalpot yang terdengar cukup familiar membuat Kiran sudah menebak siapa yang datang.

"Teman kita diserang di tanah lapang dekat sungai!" pekik Adit turun dari motornya memberi arahan pada Anton.

"Son, siapin motor kita ke lapangan sekarang!" pekik Anton bersiap-siap.

Adit melangkah mendekati Kiran yang masih menyimpan tanda tanya besar tentang laki-laki ini.

"Titip tas sebentar," sahutnya sambil terus menatap wajah itu.

"Dit,  aku mohon jangan!"
Kiran memohon agar Adit menggagalkan aksinya.

"Aku tidak bisa. Ini duniaku," elak Adit mulai goyah.

"Kamu pilih itu atau aku?" paksa Kiran memberikan pilihan.

"Jangan memberikan pilihan yang tak bisa aku pilih?"

"Aku kecewa sama kamu," ucap Kiran yang sudah berkaca-kaca. Adit semakin tak enak hati. Sementara ia sudah ditunggu dua temannya yang sudah siap di tas motor.

"ADIT AYO! JANGAN HIRAUKAN PEREMPUAN ITU!!" pekik Anton dengan suara yang sangat keras. Hatinya sudah tidak karuan, jangan sampai ucapan perempuan itu menggoyahkan hati sahabatnya.

"Dit?" panggil Kiran lirih.

"Sekali saja ini yang terakhir. Aku tidak lama kok, setengah jam aku balik lagi ke sini," janji Adit meyakinkan Kiran.

"Nyawa Lo, Dit?"

"Gue tidak apa-apa, janji setengah jam aku akan datang lagi."

Kiran menghirup napas dalam-dalam sambil menerima tas yang tiba-tiba Adit berikan. Memeluknya erat-erat sambil melepaskan laki-laki itu bertarung seperti yang sudah-sudah. Ah sudahlah, Kiran sangat benci ini semua.

Rasa penasaran kembali timbul pada sebuah tas yang sedang ia pegang. Apa betul laki-laki itu kuliah? Mengingat tas yang lumayan berat, sepertinya iya.

Mata Kiran memandang kanan dan kiri yang sudah tidak ada teman-teman Adit. Sepertinya aman untuk membuka tas itu dikit mengecek apa isinya.

Dengan gemetar, tangan Kiran sedikit membuka tas. Benar saja, beberapa buku tebal di sana. Kiran membuka resleting agak lebar. Ia mengambil sebuah buku lumayan tebal.

"Ternyata anak teknik, pantas saja," gumam Kiran sambil membuka lembar tiap lembar dengan cepat tanpa membaca isinya.

Kiran mengulang lagi dari depan karena sepertinya ia melewatkan sesuatu di sana. Apa yang ia cari sudah di temukan, mata Kiran melotot melihat goresan tangan laki-laki itu yang menuliskan namanya dengan nama dirinya dalam lembar kosong.

Perempuan itu buru-buru menutup buku tersebut dan memasukkan ke dalam tas yang ia pegang. Degup jantung yang cepat dan tidak beraturan membuat Kiran semakin membisu.

"Apa maksudnya menulis nama dia sendiri dan namaku di buku itu?"

Butuh waktu seperempat jam untuk menormalkan denyut jantung Kiran sampai akhirnya suara motor terparkir di belakang motor Kiran. Dengan segera, ia menatap belakang.

"Huft, masih hidup."

Laki-laki itu sambil menyerahkan kunci motornya pada Sony yang wajahnya sudah lebam dimana-mana.

"Maaf telat lima menit," sahut laki-laki itu mendekati Kiran yang terus menatapnya.

Kiran masih diam membisu, ia kembali lagi teringat coretan laki-laki itu.

"Kamu tidak apa-apa kan?" tanya Adit terpekur menatap perempuan yang masih diam.

"Tanya pada diri sendiri saja? Apa masih baik-baik saja tidak?" pekik Kiran sambil membuka topi pada wajah laki-laki itu. Tampak kelopak mata kiri berwarna abu-abu karena bekas tonjokan.

Adit panik bagaimana tidak benda yang selalu bertengger di kepalanya tiba-tiba di ambil paksa oleh Kiran. Bahkan perempuan itu sengaja menyembunyikan topi miliknya di belakang tubuhnya.

"Kembalikan!" pekik Adit sambil berusaha mengambil tetapi Kiran menghindar sehingga topi masih berada di tangan perempuan itu.

"Kiran kembalikan!" pekik Adit dengan suara meninggi.

"Asal janji dulu jangan berantem," ledeknya sambil menyembunyikan lagi topinya di belakang.

Adit semakin geram dipermainkan oleh Kiran, kedua tangan laki-laki itu sengaja di rentangkan seperti hendak memeluk tetapi sebenarnya menjaga Kiran saja agar tidak bergerak agar topi itu mudah ditangkap.

Kiran sangat terkejut, spontan ia mundur ke belakang dan topi terlepas begitu saja dan ditangkap oleh Adit untuk segera dipakai.

Bibir manyun Kiran bukti jika ia tak menyukai sikap Adit barusan.

"Jangan salah sangka dulu, aku cuma mau topi itu saja," ungkap Adit takut perempuan itu salah paham.

"Aku mau pulang, ah!" pekiknya sambil menuju motor.

"Aku antarkan, biar kamu aman," ucap Adit merebut kunci motor dari tangan Kiran.

Terpaksa Kiran mengikuti arahan Adit.

"Duduknya jangan deket-deket nanti jatuh cinta loh?" tuduh Adit sambil menahan senyum.

"Aish, siapa yang bakal jatuh cinta sama preman kaya kamu!" ucap Kiran dengan sengit. Padahal ia duduk juga sudah paling ujung belakang motor, mungkin  juga kalau ada polisi tidur, ia sudah lompat terjengkang jika tak berpegangan pada sisi samping motor.

"Hati-hati kalau ngomong, nanti dicatat sama malaikat, baru tahu rasa."

"Benar kok, lagian selera cowok aku bukan seperti kamu," jawab Kiran keceplosan.

Tubuh Adit berbalik menatap yang membonceng, wajah yang sedari tadi bercanda sekarang berubah sangat serius.

"Memang laki-laki yang kamu cari seperti apa?"

Kiran tersentak kaget, ia tadi hanya bercanda tetapi nyatanya Adit menanggapi dengan serius. Sudah kepalang basah, lanjutkan sajalah.

"Selera aku polisi biar tangkap preman yang suka tawuran seperti kamu pada. Sudah cepetan jalan, aku mau pulang capek!" perintah Kiran dengan tak berdosa.

Bukannya jalan tetapi Adit malah kemakan omongan Kiran.

"Apa aku harus jadi polisi dulu biar dapetin perempuan ini? Sedangkan aku saja alergi sama polisi karena sudah capek dikejar-kejar terus?"

Motor yang dijalankan Adit sangat pelan sehingga perempuan yang dibelakang geregetan.

"Loh kok malah berhenti di sini?" tanya Kiran sambil menatap sekitar. Bisa-bisanya minta dianterin ke rumah malah sekarang ke taman tepi kota.

"Lah kamu sih tadi bilang seperti tadi? Aku kan jadi kepikiran," tukas Adit masih dengan wajah tegangnya.

Senyum Kiran yang sengaja ia tahan akhirnya meledak menjadi tawa. Adit jadi semakin sebal dengan perempuan yang menganggapnya sebatas teman saja.

"Mana lukanya biar aku obati," ucap Kiran sambil menghentikan tawanya. Pelan-pelan ia membuka topi itu lagi namun keburu cepat ditahan oleh Adit.

"Jangan lagi memberikan pilihan sesulit tadi?"

Adit membenarkan topinya lagi.

"Aku takut saja, kalau kamu luka atau kenapa-napa."

Ada rasa bahagia terselip dari ucapan Kiran yang terdengar di telinga Adit, setidaknya perempuan itu masih ada sedikit perhatian untuknya.

"Aku tidak apa-apa kok."

"Adit, boleh aku meminta kamu untuk berkata jujur?" selidik Kiran karena kembali teringat kata-kata Anton.

"Apa kamu sudah siap?"
Adit sudah berjongkok di depan Kiran namun posisi mereka masih berjauhan.

"Aku siap," jawab Kiran bersemangat. Ia membetulkan letak duduknya sambil bersiap-siap mengingat ucapan Adit karena tak mungkin dicatat, bisa jadi laki-laki itu akan curiga dengan apa yang akan ia tulis.

"Aku suka sama kamu."

Mata Kiran melotot tajam sambil berucap, " Kenapa malah jadi ngomongin perasaan? Mak-maksud aku cuma ingin tahu siapa kamu sebenarnya?"

Kiran bingung dan salah tingkah.

"Aish!!!" umpat Adit dengan kesal. Ia merubah posisinya menjadi berdiri.

"Ayok kita pulang!" tukas laki-laki itu dengan sangat kesal.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro