05. Ayo Bicara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aming menyeret tangan istrinya dan membawanya ke kamar.

Sempat terpikir untuk melemparkan wanita itu ke tempat tidur lalu mengajaknya bercinta, namun rasa jengkel keburu mengambil alih akal sehatnya.

"Pake baju nggak?" Suara Aming meninggi.
"Ogah." Suara Pinky juga meninggi satu oktaf.
"Malu-maluin tahu. Kamu kan bukan anak kecil, Ping!"
"Bodo. Toh ini di rumah sendiri. Kenapa harus malu? Kamu aja yang lebay. Takut nggak kuat iman. Jaga pandangan dong biar nggak kena zina mata."

Rahang Aming kaku. Pria itu menggigit bibir dengan jengkel. Ia bergerak, menuju lemari, lalu mengobrak-abrik isinya.
Demi Tuhan, Pinky harus segera dikasih baju!
Kalau perlu, ia sendiri yang akan memakaikannya.

"Pokoknya kamu harus pake baju, titik," omelnya.
Pinky mendelik. Menyadari suaminya tengah mencarikan baju untuknya, perempuan itu menjerit, "Ogaaahh! Panas, Ming! Risih!"

Dan ketika ia mendapati suaminya menarik sebuah kaos dan celana pendek, buru-buru ia mengambil ancang-ancang. Melesat keluar kamar.

"Berhenti woi!" Aming berteriak. Dengan menenteng kaos dan celana pendek, pria itu ikut berlari mengejar Pinky.

Dalam kurun waktu beberapa menit, rumah jadi berisik. Terdengar derap kaki berkejar-kejaran. Dari lantai dua, berpindah ke ruang tengah, menuju ke ruang makan, lalu balik lagi ke lantai dua, kemudian berlari kembali menuruni anak tangga. Begitu terus.
Serius, ini lebih mirip anak TK kejar-kejaran tauk!

"Berhenti!" Aming berteriak.
"Enggak!" Dan Pinky terus saja berlarian di sepanjang rumah, masih dalam kondisi setengah bugil. Suer deh, ini kayak adegan di film India yang nyanyi-nyanyi sambil kejar-kejaran gitu.

Tum paasse aye, Yun Muskurayee, Tum nena jane kya, Sapne de khaye, Aabto mera dil, Jaane ka sota hai
Kya karoon ha ye
Kuch kuch hota hai

*Ah, abaikan.

"Receh banget sih kita? Ini aku cuma mau ngasih baju, Ping!" ujar Aming, ngos-ngosan.
"Kan aku udah bilang. Aku belum pengen pake baju. Ntar dulu deh, nunggu cuaca adem dikit gitu," balas Pinky, ngos-ngosan juga.

"Tapi aku yang risih lihat kamu kayak gitu."
"So what?!"
Ketika melihat Aming bergerak, buru-buru Pinky berbalik, berniat berlarian lagi. Sayangnya...
Bug!
Keningnya kejedot pintu dan...
Gubrakk!

Perempuan itu terpelanting, jatuh dengan pantat terlebih dahulu.

Awalnya Aming tampak syok ketika menyaksikan istrinya terhempas ke lantai kayu. Tapi sejurus kemudian, pria itu malah terbahak tak karuan.

Pinky meringis, bingung harus menyentuh kening atau pantatnya dulu karena dua-duanya terasa sama sakit.
Akhirnya, ia lebih memijit pelan keningnya yang terasa benjol lalu menatap Aming dengan tatapan murka.
Dan pria itu masih saja tak berhenti tertawa.

"Ini gebleg apa gimana ya? Istrinya jatuh malah diketawain? Tolongin kek!" teriaknya.
Tawa Aming berhenti sejenak, lalu kembali menggelegak.

"Ngelihat kamu jatuh, aku kayak lagi nonton Kungfu Panda Live-action!" Ucapnya.
Pinky melotot. Lah?

"Ya udah, sini ku tolongin." Aming beranjak.
"Nggak perlu!" Pinky sewot.
"Perlu kupanggilin dokter?"
"Kan aku juga dokter!" Kali ini Pinky menjerit.
Aming terkikik geli melihat ulah istrinya.

"Oke deh kalau gitu, bangun sendiri aja ya. Bye." Dan pria itu berbalik, melenggang begitu saja meninggalkan Pinky yang masih ngelesot di lantai. Ia bahkan membawa kembali baju yang sejak tadi dibawa.

"Jadi ini beneran aku nggak ditolongin?!" Pinky berteriak.
"Ogah!" Dan suaminya menjawab, dari ruang lain.

Kampret!

°°°

Sejak kening Pinky kejedot pintu gara-gara adegan lari-larian kemarin, ia tak lagi memamerkan hobi absurd-nya; berbugil ria.
Entah kapok atau gimana, yang jelas ia sudah nggak bugil lagi ketika di rumah, terlebih ketika ada Aming.

Celakanya, hobi bugil ini malah berganti dengan hobi lain. Masih dengan alasan yang sama; panas dan risih, sekarang Pinky kerap kali mengenakan kaos tipis sepaha yang dalemnya nggak pake apa-apa.

'Nggak pake apa-apa gaeessss!'
What the...
Aming jadi pengen ngomong kasar berkali-kali.

Bayangin aja, Pinky kerap kali mengenakan kaos super tipis tanpa mengenakan daleman. Dan ia akan melakukan hal itu sepulang kerja, sesuka dia, termasuk melakukan aktivitas apapun di rumah.
Memang sih Pinky nggak seksi, tapi dia juga nggak tepos-tepos amat. Dan tetap aja, model pakaian seperti itu membuat payudaranya tercetak jelas, bokongnya juga.
Dan buat Aming, Pinky jadi makin... SEKSI GILAKK!!

Ini jauh lebih berbahaya dari sekedar mengenakan bra dan g-string. Lebih menggoda, lebih misterius, lebih ... Awwwrrrr. Fantasi Aming jadi liar kemana-kemana deh pokoknya.

Seperti yang ia temui sore itu.
Ketika pulang kerja, ia menemukan Pinky sudah selesai menyiapkan makan malam di meja. Melepas apron kecil dan menaruhnya di laci, perempuan itu berlarian dari dapur menuju kamar ketika mendengar ponselnya berdering.
Setelah itu ia berlarian lagi menuju ruang tengah untuk mengambil map yang berserakan di atas meja, entah map berisi berkas apa.

Dan coba bayangkan, ia hanya mengenakan kaos tipis sepaha yang di dalamnya nggak pake apa-apa.

Duh Gusti, Aming cuma bisa ngelus dada.
Iman sih kuat, 'imron'-nya yang enggak.
Si 'Imron' kan perlu dikasih makan. Huehuehueee...

"Oh, kamu udah pulang? Makan malam udah siap." Pinky menyapa sesaat setelah selesai menelpon. Ia meletakkan kembali ponselnya ke atas map, lalu menaruhnya ke meja.

"Ping, ayo bicara dulu." Kalimat Aming terdengar serius.
Menatap ekspresi wajah suaminya, Pinky memutar bola mata kesal.
"Duh, apa lagi sih? Aku bikin salah apalagi hari ini?" protesnya.
"Duduk sini." Pria itu mengajak Pinky duduk di kursi meja makan.
Dengan langkah gontai, Pinky menyeret kakinya ke sana.

Setelah melemparkan tas kerjanya ke sofa, Aming melonggarkan kancing kemejanya, melepas satu persatu. Setelah terbuka, ia menyentakkan kemeja itu ke sofa, jadi satu dengan tasnya.
Dengan menunjukkan otot dadanya yang telanjang dan berkeringat, kali ini ia melepas ikat pinggang.
Baru saja menarik risleting ke bawah, Pinky keburu berteriak.

"Sebentar, ini mau apa sih?" Ia bertanya grogi. Berusaha untuk tak menikmati lekuk tubuh Aming yang dipahat sempurna oleh Sang Penguasa langit dan bumi, tapi gagal. Ingin menutup mata, tapi kok mubazir. Dibuang sayang gitu. Jadi ya, Pinky curi-curi pandang deh.

"Kenapa kamu harus buka baju di sini? Kamu mau apa?" Pinky bertanya lagi.
"Makan. Aku kelaparan." Aming menjawab enteng, sambil terus membuka risleting celananya, lalu meloloskannya dari tungkai kaki.

Glek. Pinky menelan ludah. Ia duduk mengerut di kursinya.
"M-makan?" ulangnya.
Aming yang kini hanya mengenakan boxer mendongak, lalu mengangguk.
"Iya, makan. M-A-K-A-N."

Lalu ia bergerak mendekati Pinky, menarik kursi di sampingnya, lalu duduk di sana dengan santai.
"Ayo makan." Ia mengambil piring dan mengisinya dengan nasi.

Pinky yang duduk mengerut di sisinya cengo seketika.
Hah? Makan beneran?
"Makan beneran?" ulangnya.

Aming melirik sekilas.
"Iyalah, kamu pikir mau apa?" Ia terdengar sengit.
"Tapi... bajumu? Kenapa harus kamu buka di sini? Ganti baju dulu sana kek. Masak makan kayak gini? Kamu CEO lho ini? Punya wibawa dikit gitu." Pinky mengomel.

Aming mendesah lalu memutar tubuh ke arahnya.
"Merasa nggak nyaman ngelihat aku kayak gini? Nah, itu yang kurasakan sama kamu. Kamu berlarian nyaris bugil di depanku, kamu pikir aku bakal bisa abai gitu. Ping, sebetulnya aku nggak melarangmu kayak gini, toh ini rumah kita pribadi, dan kita juga bukan orang lain. Tapi, kamu tuh ngeselin. I mean, aku tuh lelaki normal, libidoku juga normal. Setiap melihatmu kayak gini, aku jadi ingin menuntut hakku sebagai suami.

"Oke, aku tahu kamu belum siap berhubungan seks lagi secara sadar karena kamu masih menganggap kita ini orang asing. Tapi, bukan berarti kamu bisa semena-mena gini dong. Kamu membangkitkan hasrat seksualku, tapi menolak bercinta dengan alasan ini dan itu. Dan itu nyeri. Nyeri di bagian tertentu, kamu pasti tahu."

Glek, Pinky kembali menelan ludah.
Busyet, cerewet juga dia.

"Faktanya kita sudah menikah, terima aja. Dan pernikahan tak bisa dijauhkan dari aktivitas seksual." Aming melanjutkan.
"Sekarang gini deh. Silahkan bugil, terserah. Tapi kalo aku ingin, maka hakku akan kuminta." Pria itu berucap tegas.

"Aku belum pengen punya anak."
"Ya pake pengaman dong," sahut Aming.
"Ya udah deh, besok beli."

Aming bengong. Besok beli?
Enteng banget. Tumben Pinky nggak ribet.
"Serius?"
Pinky mengangguk.
"Itu salah satu cara untuk membuat kita semakin dekat, kan?" ujarnya.
Sekarang ganti Aming yang kehabisan kata-kata.

"Ming, boleh aku menanyakan sesuatu?" Pinky mengubah topik pembicaraan.
"Apa?"
"Berapa kali kamu pernah berpacaran secara serius?"
"Satu kali."
"Kapan?"
"Setahun yang lalu."
"Kenapa putus?"
"Nggak ada kecocokan." Aming menjawab cepat.
"Kalo kamu? Kapan pernah berhubungan serius dengan pria?" Kali ini ia ganti bertanya dengan sorot was-was.

"Nggak pernah." Pinky juga menjawab cepat.

"Masak sih?" Ada keraguan dalam kalimat yang dilontarkan Aming.

Dan Pinky tahu apa yang membuat pria itu ragu. Cepat-cepat ia menggeleng. "Dulu aku terlalu sibuk belajar. Aku terlalu sibuk kerja, dan aku nggak tertarik punya komitmen dengan pria manapun. Dan sekali lagi, aku perempuan normal. Aku bukan lesbian."

Aming manggut-manggut. Ia memang sudah pernah mengobrol dengan Mami Pinky soal ini. Bahwa Pinky memang tak terarik menjalin hubungan dengan lawan jenis.

Tadinya Aming takut kalau Pinky lebih tertarik dengan sesama jenis. Tapi sepertinya orientasi seksualnya baik-baik saja.

"Kamu bukan perempuan... frigid, kan?" Kali ini pertanyaan Aming terdengar horror.
Suer deh, yang satu ini lebih nyeremin buatnya.

Merasa grogi mendengar jawaban yang akan ia dengar dari istrinya, dan juga merasa haus setelah ngoceh ini dan itu, Aming meraih gelas dan mengisinya dengan air. Bersiap menenggaknya sampai habis.

"Enggak juga. Aku emang sibuk, tapi libidoku baik-baik saja. Sebagai wanita single tapi normal, toh aku tetap bisa mendapat kepuasan lewat masturbasi."

Byuuuuuurrrr....

Semua air yang berada di mulut Aming menyembur sempurna ke wajah Pinky.
Ya Tuhan, perempuan ini ngomongin masturbasi dengan entengnya. Ajaib sekali dia.

Pinky yang basah kuyup segera menjerit, "Amiiiinnggg!!"

°°°

Bersambung

fyi :
Frigid adalah salah satu gangguan seksual yang kerap dialami oleh kaum wanita yang ditandai dengan gairah seksual atau libido yang sangat rendah sehingga tidak bisa menikmati hubungan seks dengan pasangan. Pada pria gangguan ini biasa disebut dengan istilah lemah syahwat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro